Liputan6.com, Jakarta - Meski punya strategi yang berbeda, Amerika Serikat, Prancis, dan Rusia punya tekad yang sama: menghancurkan ISIS dan menghentikan aksi teror sekaligus barbar yang mereka lakukan.
"Serangan baru-baru ini ke Paris dan Beirut serta penembakan atas pesawat maskapai Rusia di Mesir adalah aksi teror bengis yang harus digarisbawahi oleh masyarakat internasional," kata Dubes Blake dalam diskusi bertajuk 'Evolving Coalition Against ISIS' yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa, 8 Desember 2015.
Dubes AS mengatakan, selain mengalahkan ISIS, penting artinya untuk mengakhiri perang saudara di Suriah, zona konflik yang memungkinkan perkembangan organisasi teror yang mengklaim punya wilayah teritorial itu.
Sementara, Dubes Prancis Corinne Breuzé mengatakan pasca teror di Paris pada Jumat, 13 November 2015, negaranya melakukan serangan ke markas ISIS di Suriah dan Irak.
"Namun, respons kami atas serangan Daesh (ISIS) tak hanya secara militer, tapi juga politik dan global," kata dia.
Duta Besar Rusia Mikhail Y. Galuzin menggarisbawahi penting artinya untuk memutus dukungan finansial untuk ISIS.
"Ekspor minyak ilegal dari wilayah-wilayah yang dikuasai ISIS harus dihentikan," kata dia.
Baca Juga
Advertisement
Selain menghadirkan tiga duta besar, diskusi tersebut juga menghadirkan pembicara keempat, yakni Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komisaris Jenderal (Pol) Saud Usman Nasution, yang menjelaskan tentang latar belakang gerakan radikal di Indonesia.
Mantan Kadensus 88 itu juga berbagi tips untuk Indonesia menghentikan penyebaran ideologi terorisme, yakni dengan program deradikalisasi.
Saksikan video 'debat' Dubes AS, Prancis, dan Rusia soal strategi melawan ISIS: