Liputan6.com, Jakarta - , pengusaha minyak yang diduga terlibat dalam percakapan dengan Presiden Direktur Freeport Maroef Sjamsoeddin dan Ketua DPR Setya Novanto, masih belum diketahui keberadaanya. Namun dipastikan, Riza sudah berada di luar negeri.
Nama Riza Chalid masuk daftar antre untuk bersaksi dan memberikan keterangan di persidangan etik Setya Novanto, di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Dia disebut-sebut ikut dalam lobi perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.
Baca Juga
Advertisement
Riuh rendah 'drama' di MKD, nama Riza Chalid hampir terlupakan. Sampai akhirnya diketahui si pengusaha minyak itu sudah berada di luar negeri. Tidak adanya status hukum yang melekat di Riza Chalid menjadikan dia masih bebas melenggang ke luar negeri.
"Sampai sekarang belum (dicekal)," ungkap Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, di sela Peringatan Hari HAM Sedunia dengan peluncuran Buku Saku HAM di Taman Ismail Marzuki, Kamis 10 Desember 2015.
Menteri Laoly tidak bisa berbuat banyak karena memang tidak ada peraturan yang mengatur pencekalan seseorang tanpa ada landasan yang jelas atau status hukum dari aparat penegak hukum.
"Memang UU-nya saya tidak bisa melakukan apa-apa kalau tidak ada selembar surat dari penegak hukum. Jadi Direktorat Jenderal Imigrasi tidak boleh menahan orang kalau tidak ada surat perintah pencekalan dari instansi penegak hukum," kata Laoly.
Mengenai keberadaan Riza, Menteri Laoly masih mengunci rapat keberadaan Riza tersebut.
"Keberadaannya yang pasti sudah di luar (negeri)," ia menegaskan.
Aduan Masyarakat Minang
Himpunan Masyarakat Minang Jakarta Raya mengadukan pengusaha M Riza Chalid ke Bareskrim Polri. Pengaduan tersebut terkait ucapan Riza yang menyebut Padang sebagai Provinsi Dajal dalam rekaman 'Papa Minta Saham' tersebut.
"Di rekaman antara pengusaha Riza Chalid, Setya Novanto dan Presiden Freeport Maroef itu sangat menyedihkan, karena Riza menyebut orang Minang atau Padang itu Dajal, artian Dajal ini kan kurang baik," ujar Koordinator Himpunan Masyarakat Minang Jakarta Raya Sarman El Hakim di Mabes Polri, Jakarta, Kamis 10 Desember 2015.
Menurut Sarman, kata 'dajal' memiliki konotasi negatif, yakni makhluk yang paling berdusta. Dia juga memiliki sifat takabur, hingga menganggap dirinya sebagai Tuhan. Dajal dikabarkan akan membawa petaka bagi manusia di zaman akhir nanti, sebelum kiamat.
"Jadi ketika ada seseorang yang mengatakan bahwa masyarakat Minang adalah Dajal, berarti kami masyarakat Minang adalah pendusta, pembohong, dan mengaku-ngaku sebagai Tuhan. Kami merasa sangat terhina dengan pernyataan Riza. Kami orang Minang itu taat beragama," papar dia.
Lahirkan Banyak Pahlawan
Padahal, imbuh Sarman, masyarakat Minang memiliki kontribusi yang sama besarnya dengan masyarakat suku lain dalam kemerdekaan Indonesia. Bahkan banyak masyarakat Minang yang dinobatkan sebagai pahlawan nasional, antara lain Tuanku Imam Bonjol, Tan Malaka, Haji Agus Salim, Syahrir, Muhammad Yasin, hingga Mohammad Hatta sebagai Proklamator bangsa.
"Dengan kontribusi pendahulu kami bagi bangsa ini yang begitu besar, apakah pantas kami orang Minang disebut Dajal seperti yang dituduhkan oleh Riza Chalid," ucap Sarman.
Pengaduan ini dilakukan atas tuduhan melakukan penghinaan dan penistaan terhadap orang Minang atau Padang, Sumatera Barat. Pelanggaran itu sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat 1 jo Pasal 28 ayat 2 UU ITE.
Berikut kutipan transkrip rekaman antara M Riza Chalid (MR), Setya Novanto (SN), dan Maroef Sjamsoeddin (MS) dalam rekaman skandal 'Papa Minta Saham' yang sempat diputar di sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Dalam transkrip itu, Riza menyebut Padang sebagai Provinsi Dajal:
SN: Kalau semen itu Pak, pada akhirnya bisa dibangun di situ gak, di Timika? Kalau seandainya presiden sudah setuju. Udah, Pak Ketua kita di sini, tapi harus janji di Timika, sesuai permintaan itu bangun pabrik semen di sana
MS: Pak, masalah lahan di Papua itu juga masalah besar. Masalah hak ulayat itu susah. Pak Riza mau bangun di sana, berhubungan sama yang punya, Pak Iza sudah bayar. Nanti pamannya datang kamu bayar ke dia, saya mana. Datang lagi keponakannya. Itu yang bikin perang suku Pak.
MR: Itu mirip di Padang. Sama kalau di Padang
MS: Kepastian hukumnya tidak ada. Ada kebon sawit besar bagus cantik udah jadi Pak. Tiba-tiba ditutup sama gubernur katanya merusak alam. Kasihan Pak buat investor. Itu orang nggak jadi males menginvestasi
MR: Provinsinya Dajjal
MS: Betul Pak zamannya Dajjal
MR: Sama Pak. Gila itu. Itu waktu Riza mengondisikan ngurusi gula, sudahlah begini begini, dia sudah kuasai lahan Pak, pada waktu itu. Beda kongsi. Gua ketawa aja. Makan dulu, kalau udah jalan 5 tahun baru saya ambil.
(*)
Advertisement