Liputan6.com, Jakarta - Meski sudah berkali-kali terjadi, awak angkutan umum di Jakarta khususnya Metro Mini dan Kopaja tak juga jera. Karena tidak disiplin, tidak sabar, dan demi mendapatkan lebih banyak penumpang mereka berkendara dengan ugal-ugalan.
Tragedi itu terjadi lagi. Minggu pagi 6 Desember 2015 lalu yang mestinya awal hari yang indah, dalam sekejap menjadi kelam. Jeritan kepedihan dan kesedihan meraja pagi itu di Jalan Tubagus Angke, Tambora, Jakarta Barat.
Advertisement
Belasan jiwa melayang sia-sia dan beberapa orang lainnya luka-luka. Kondisi para korban tewas sungguh mengenaskan. Begitu pun para korban luka-luka yang segera dilarikan ke beberapa rumah sakit seperti RS Sumber Waras dan RS Pluit.
Semua bermula dari ketidaksabaran, kecerobohan, dan abai. Pagi itu Metro Mini B80 jurusan Kota-Jembatan Lima-Kalideres melaju membawa 22 penumpang dan 1 kernet cukup kencang.
Setiba di perlintasan kereta api di Jalan Tubagus Angke yang tak jauh dari Stasiun Angke mestinya Metro Mini itu berhenti karena palang perlintasan sudah diturunkan untuk menutup jalan dan sirine pun berbunyi tanda kereta akan melintas.
Tapi ternyata tidak. Ketika semua kendaraan berhenti di belakang palang perlintasan, sopir Metro Mini itu Asmadi rupanya tak sabar. Asmadi nekat menyeberangi rel kereta melalui celah jalan yang tidak tertutup rapat oleh palang.
Tepat saat Metro Mini itu di atas rel, kereta Commuter Line melintas. Metro Mini pun tertabrak kereta terseret hingga sekitar 400 meter.
18 orang di dalam metromini tewas termasuk sopir dan kernet. Sebagian besar tewas seketika, beberapa lainnya mengembuskan napas terakhir di rumah sakit.
Beberapa jam kemudian di sudut lain Jakarta di Jalan MH Thamrin, 1 jiwa juga melayang di jalan raya akibat ulah sopir bus-bus. Kopaja P19 jurusan Blok M-Tanah Abang menghantam pembatas jalan lalu terguling.
Seseorang yang sedang berdiri di trotoar jalan menunggu bus pun tertabrak Kopaja itu hingga tewas. Beberapa penumpang lain terluka termasuk seorang lelaki tua.
Pemerintah pun bertindak reaktif. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok langsung mencabut izin trayek Metro Mini B80 Kalideres-Kota yang merenggut 18 korban jiwa. Ahok juga mengakui banyak ketidakberesan pada pengelolaan Metro Mini.
Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta juga menggelar razia angkutan umum, terutama Metro Mini dan Kopaja untuk mengecek kondisi bus-bus itu.
Tak cuma Ahok yang gusar, tapi juga Presiden Joko Widodo. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan pun diperintahkan untuk membenahi Metro Mini.
Dibenci tapi dinanti, begitulah Metro Mini dan Kopaja di Jakarta. Sopir yang ugal-ugalan hingga acap memicu kecelakaan merenggut korban membuat kedua jenis moda transportasi Ibukota ini dibenci.
Namun karena kurangnya pilihan dan ongkos yang relatif terjangkau membuat warga mau tak mau tetap menanti Metro Mini dan Kopaja.
Kecelakaan maut di Jalan Tubagus Angke dan di Jalan Thamrin pada hari Minggu lalu menambah panjang catatan buruk kedua jenis bus angkutan umum di Jakarta.
Tahun 2015 saja terjadi sejumlah kecelakaan Metro Mini dan Kopaja. Pada Februari 2015 lalu, Metro Mini 47 rute Senen-Pondok Kopi dirusak warga karena menabrak seorang pemulung di Jalan I Gusti Ngurah Rai. Pemulung itu tewas sedangkan sopir Metro Mini kabur.
Pada Maret 2015 lalu, Metro Mini S69 jurusan Blok M-Ciledug yang dikendarai secara ugal-ugalan menabrak 4 sepeda motor di jembatan layang Pasar Kebayoran Lama. Sejumlah orang terluka, sopir dan kernetnya melarikan diri. Warga yang marah pun merusak Metro Mini itu.
Selanjutnya, meski sudah berada di dalam Terminal Blok M, sebuah Metro Mini S69 masih saja ngebut. Seorang wanita yang sedang melintas tertabrak hingga terluka parah. Bukannya menolong korban, sopir malah melarikan diri.
Lalu lantaran rem blong dan tak kuat menanjak jembatan, sebuah Metro Mini B91 rute Batusari-Grogol berjalan mundur dan menabrak sepeda motor di belakangnya. Motor itu pun rusak parah.
Dan akhir Juli 2015, Metro Mini S69 menabrak 2 sepeda motor di Jalan Sisimangaraja, Kebayoran Baru mengakibatkan pendendara motor terluka. Sang sopir ternyata tidak membawa selembar pun dokumen kendaraan, ia hanya membawa secarik fotokopi KTP.
Setelah ugal-ugalan dan menerobos jalur bus Transjakarta, bus Metro Mini rute Senen- Semper awal Agustus 2015 lalu menyeruduk bus PPD di Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok. 4 penumpang dan sopir terluka.
Pertengahan September 2015, Kopaja 612 rute Ragunan-Kampung Melayu merenggut 2 korban jiwa. Saat itu kopaja menyerobot jalur bus Transjakarta di Warung Buncit, Pancoran.
Bus yang melaju kencang itu menabrak sepeda motor dan beberapa mobil yang akan berputar arah. Akibatnya fatal, pengendara sepeda motor dan istrinya yang sedang hamil tewas.
Belakangan terungkap, sopir tak bisa menghentikan bus karena pedal rem terganjal botol air minum. Sopir sempat berusaha melarikan diri tapi akhirnya tertangkap polisi.
Masih banyak terlalu banyak bahkan kecelakaan yang melibatkan metromini dan kopaja. Terlalu banyak pula korban berjatuhan gara-gara bus yang tidak laik jalan atau akibat sebagian sopir yang mengemudi serampangan seenaknya sendiri.
Bila keselamatan diri sendiri pun tak mereka pedulikan, maka tak bisa diharapkan mereka peduli keselamatan penumpang dan orang lain.
Tak bisa tidak, pemerintah harus secepatnya bertindak agar tak kian banyak jiwa melayang sia-sia agar angkutan umum makin aman bukan menjadi penebar maut di jalan raya.
Saksikan selengkapnya dalam tayangan Barometer Pekan Ini yang ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV, Sabtu (12/12/2015) di bawah ini.