Liputan6.com, Jakarta - Konsumen memiliki kebiasaan buruk dengan membuang perangkat elektronik ketika model baru yang lebih 'bersinar' tersedia di pasaran.
Perlu diketahui, menurut United Nations University, yang dikutip dari Cult of Mac, Senin (14/12/2015), hampir 42 juta ton sampah elektronik, yang antara lain meliputi microwave, alat cukur listrik, mesin cuci, laptop, ponsel, televisi, dan komputer, memasuki arus sampah global pada 2014.
Seperti semua sampah lainnya, sampah elektronik tidak hilang begitu saja. Sebaliknya, mereka berakhir menjadi tumpukan di tempat pembuangan sampah. Tidak seperti kebanyakan sampah, sampah atau limbah elektronik sering mengandung komponen bernilai, serta bahan kimia beracun dan bahan-bahan yang dapat menyebabkan kerusakan nyata dimanapun mereka berakhir.
Ghana memperlihatkan pada kita sekilas mengenai beberapa konsekuensi ekonomi dan lingkungan dari limbah elektronik.
Di ibukota negara Afrika Barat dari Accra tersebut, terutama kawasan kumuh yang dikenal sebagai Agbogbloshie, tempat pembuangan sampah besar dipenuhi sampah elektronik sepanjang dekade. Ini merupakan salah satu tempat pembuangan sampah elektronik paling terkonsentrasi di dunia.
Baca Juga
Advertisement
Para penduduk setempat dengan giat telah menciptakan 'pasar barang bekas' untuk beberapa perangkat elektronik, seperti printer, televisi, dan komputer tua, juga beberapa barang lainnya. Setelah mendarat di pantai Ghana, perangkat ini masuk ke dalam jaringan tukang servis, reseller, dan perantara yang meneruskannya ke penduduk setempat.
Perangkat apa pun yang tidak bisa 'diolah' untuk dijual kembali menjadi bagian dari proses penambangan perkotaan, diambil terpisah untuk dicari material berharganya.
Masih menurut laporan United Nations University, sampah elektronik pada 2014 ini berisi sekitar 16.500 kiloton besi, 1.900 kiloton tembaga, serta 300 ton emas, perak, paladium dan logam mulia lainnya, yang jika dikalkulasikan akan bernilai sekitar US$ 52 miliar.
Dampak Kesehatan
Sayangnya, tidak semua sampah itu diolah atau didaur ulang dengan benar, dan banyak zat berbahaya yang terlepas dari sampah-sampah itu, seperti timbal, merkuri, kadmium, kromium, dan CFC. Kebanyakan dari mereka yang bekerja untuk memilah dan mengambil material berharga adalah anak-anak, yang bisa saja terkena oleh zat berbahaya tadi.
Sementara mereka yang tidak menangani sampah elektronik berbahaya tersebut secara langsung juga masih bisa terkena dampaknya, paling jelas karena praktik membakar beberapa komponen seperti kabel dan papan sirkuit untuk mengambil tembaga yang dikandungnya.
Tanpa metode perlindungan dan pengolahan yang tepat, manfaat ekonomi marginal dari menjual logam mulia atau perangkat elektronik yang diperbarui ulang ini memunculkan risiko kontaminasi.
Ada kekhawatiran serius mengenai tingkat timbal yang mungkin terakumulasi dalam darah warga, bersama dengan besi dan antimony dari ikan yang terkontaminasi.
Tingginya kadar papan sirkuit cetak (printed circuit board) telah terdeteksi dalam payudara wanita, sementara tingkat berbahaya dari aluminium, tembaga, besi, timbal dan seng telah diukur di udara dan tanah.
Agbogbloshie menggambarkan pentingnya membuang perangkat elektronik lama dengan benar. Membuat perangkat elektronik tetap bekerja atau memberikannya kepada mereka yang membutuhkan, bukan melemparkannya ke tong sampah, tetapi menghentikan unsur-unsur beracun merembes ke lingkungan dan menciptakan kesempatan bagi orang yang mungkin tidak memiliki kemampuan untuk membelinya.
(Why/Isk)
Advertisement