Presiden Jokowi Terus Pantau Keterpurukan Rupiah

Kini, rupiah tersungkur menyentuh 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS).

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Des 2015, 14:30 WIB
Ilustrasi Rupiah (Liputan6.com/Johan Fatzry)
Liputan6.com, Jakarta -
Nilai tukar rupiah semakin kehilangan kekuatannya menjelang akhir tahun ini, terutama merespons rencana Bank Sentral Amerika untuk menaikan tingkat suku bunga pada Desember ini. Kini, rupiah tersungkur menyentuh 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS). 
 
Jika Bank Indonesia (BI) menyatakan intervensi dalam rangka stabilisasi kurs rupiah, bagaimana dengan pemerintah?. Apakah Kabinet Kerja akan mengeluarkan paket kebijakan yang menahan laju pelemahan rupiah?   
 
Kepala Staf Presiden Teten Masduki menjawab singkat saat ditanyakan mengenai koordinasi pemerintah terkait depresiasi kurs rupiah ke level hampir 14.000 per dolar AS.
 
Ia memastikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus memantau pergerakan rupiah. "Presiden dengan Kementerian Keuangan terus memantau pergerakan kurs rupiah. Kita juga sudah membicarakannya, tapi tidak bisa dijelaskan di forum karena tidak berkaitan dengan tema konferensi Pers," tegas Teten di kantornya, Jakarta, Minggu (13/12/2015).
 
Berdasarkan data Bloomberg pada Jumat (11/12/2015), kurs rupiah terkontraksi hingga menyentuh level 13.965 per dolar AS. Sedangkan posisi rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI pada level 13.937 per dolar AS.
 
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) mengaku sedang diambang dilema berat antara menurunkan tingkat suku bunga (BI Rate) dan stabilisasi kurs rupiah. Saat ini, otoritas moneter tersebut mengkhawatirkan nilai tukar rupiah yang sudah bergerak liar hingga menyentuh level 14.000 per dolar Amerika Serikat (AS).

Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo menyatakan tetap kesulitan menyesuaikan BI Rate dari posisi 7,5 persen meskipun data-data ekonomi makro Indonesia menunjukkan perbaikan. Data tersebut adalah inflasi, defisit transaksi berjalan dan lainnya yang relatif lebih rendah dibanding sebelumnya.

"Sejak dua bulan lalu dikatakan, kalau pertimbangannya inflasi rendah, defisit transaksi berjalan terkendali, ada ruang pelonggaran moneter. Tapi kita harus menimbang dampak dari faktor ekstenal yang sulit diprediksi," jelas dia. (Fik/Nrm)
 

** Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya