Liputan6.com, Jakarta - Pemandu sorak atau cheerleader memang punya risiko cedera lebih rendah dibandingkan dengan olahraga lain yang populer di sekolah semisal basket atau sepak bola. Tapi, kecelakaan dalam memandu sorak bisa berakhir tragis dan memiliki dampak seumur hidup bagi kesehatan.
Sebuah studi baru menunjukkan, kalau jumlah kasus cedera cheerleader lebih sedikit tapi lebih parah dari olahraga lain. Proses riset ini dimulai dengan mempelajari 22 olahraga yang ada di SMA.
Baca Juga
Advertisement
Setelah dianalisis, cedera akibat memandu sorak menduduki peringkat dua dalam tingkat keparahan setelah senam. Penelitian ini dilakukan oleh Colorado School of Public Health dan University of Colorado bersama-sama dan telah diterbitkan dalam Journal Pediatrics.
Sebagai bagian dari studi, para peneliti menganalisis data yang dikumpulkan dari National Sports Injury Surveillance System yang dikumpulkan dari 2009 hingga tahun 2014. Hasilnya, sebagian besar cedera pemandu sorak (hingga 70 persen) adalah gegar otak akibat mengangkat anggota tim mereka di atas bahu, dilansir dari laman Health Aim, Selasa (15/12/2015).
Enam belas persen cedera juga disebabkan karena formasi piramida berdiri yang rumit, sementara 34 persen korban cedera bisa kembali berolahraga kurang dari seminggu kemudian. Data lainnya, hampir 41 persen disarankan harus beristirahat selama satu sampai tiga minggu. Tapi sebelas persen korban cedera parah harus meninggalkan olahraga 'seksi' ini selama tiga minggu atau lebih.