Ditanya Soal Defisit Perdagangan, 2 Menteri Ini Kompak

Defisit ini merupakan yang pertama kali sepanjang 2015 setelah sebelumnya selama 10 bulan mengalami surplus perdagangan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 15 Des 2015, 21:11 WIB
Ratusan peti kemas di area JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (22/10/2015). Mendag Thomas T. Lembong memproyeksikan, kinerja ekspor hingga akhir tahun akan turun 14% dan impor turun 17% secara year on year. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Neraca perdagangan Indonesia harus mengalami defisit sebesar US$ 346,4 juta pada November 2015. Defisit ini merupakan yang pertama kali sepanjang 2015 setelah sebelumnya selama 10 bulan mengalami surplus perdagangan.

Menanggapi realisasi defisit neraca perdagangan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menganggap hal yang wajar apabila kinerja impor naik seiring pemulihan ekonomi. Hanya saja Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) ini menyayangkan kinerja ekspor yang belum membaik.

"Sedikit sekali yang bisa memanfaatkan situasi ini untuk ekspor. Apalagi paket kebijakan deregulasi peranannya lebih kepada industri alas kaki, sepatu dan padat karya lain jadi perlu waktu. Kalau ekspor migas, tidak ada yang bisa dilakukan (harga turun)," jelas Darmin di kantornya, Jakarta, Selasa (15/12/2015).

Ditemui terpisah, Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro berpendapat hal yang sama. Bahwa peningkatan impor di bulan kesebelas ini sangat bagus guna memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama impor barang modal untuk kebutuhan investasi.

"Tidak apa impor naik dalam kondisi sekarang, kan kita butuh investasi. Itu adalah indikator yang baik untuk pertumbuhan ekonomi ke depan Yang perlu diwaspadai itu ekspornya belum pulih." jelasnya.

Ia meyakini kenaikan laju impor tidak akan memicu pelebaran defisit neraca transaksi berjalan Indonesia. Impor barang modal lebih banyak diperankan investasi swasta ketimbang dari pemerintah melalui anggaran negara.

"Tidak langsung buat defisit kok. Ini berarti naiknya bukan karena impor untuk belanja pemerintah. Tapi impor untuk investasi swasta," cetus Bambang.

Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suryamin mengungkapkan realisasi ekspor pada periode November sebesar US$ 11,16 miliar atau turun 7,91 persen dibanding Oktober tahun ini sebesar US$ 13,54 miliar. Sedangkan dibanding November 2014, pencapaian ekspor di bulan kesebelas turun 17,58 persen.

Sementara kinerja impor pada November ini sebesar US$ 11,51 miliar atau naik 3,61 persen dibanding bulan sebelumnya di 2015‎. Dibanding November tahun lalu sebesar US$ 14,04 miliar, pencapaian impor masih turun 18,03 persen.

"Nilai impor yang lebih tinggi dibanding ekspor pada bulan November, neraca perdagangan kita bulan kesebelas lalu defisit US$ 346,4 juta. Ini adalah pertama kalinya defisit di 2015, karena Januari-Oktober kita surplus terus," ucap Suryamin.

Secara akumulatif Januari-November 2015, Indonesia masih mengalami surplus neraca perdagangan US$ 7,81 miliar. Realisasi selama sebelas bulan ini, didorong total ekspor pada periode tersebut senilai US$ 138,42 miliar atau lebih tinggi dibanding total nilai impor sebesar US$ 130,61 miliar sepanjang Januari-November 2015. (Fik/Zul)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya