Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) menghadirkan
mantan direktur marketing PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manulang, sebagai saksi kasus dugaan korupsi sejumlah proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Muhammad Nazaruddin.
Dalam keterangannya, perempuan yang akrab disapa Rosa itu mengungkapkan, untuk meloloskan sebuah proyek yang didanai APBN, perusahaan yang dimiliki Nazaruddin itu harus membayar uang kepada sejumlah anggota DPR sebesar 7 persen dari nilai proyek yang akan dikerjakan.
"Jadi Pak Nazar bilang, pengurusan anggaran di DPR kan disetor dulu 7 persen. Karena harus seperti itu, karena nanti bisa dicoret anggaran yang sudah ada kalau tidak setor," ujar Rosa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/12/2015).
"Jadi memang harus ada yang dibayar ke DPR," imbuh dia.
Baca Juga
Advertisement
Rosa yang pernah tertangkap tangan petugas KPK terkait kasus suap proyek wisma atlet SEA Games Palembang ini menjelaskan, setidaknya dalam beberapa tahun sejak 2009, perusahaannya telah berhasil mendapatkan proyek pemerintah.
"Tahun 2009 itu ada beberapa, (proyek pembangunan) RS Adam Malik di Medan, ada di Surabaya -- Kampus Unair (Universitas Airlangga), lalu ada proyek lainnya," tutur dia.
Bertemu Angie
Pada kesempatan itu, Rosa menceritakan, Nazaruddin selaku pemilik biasanya hanya mengarahkan proyek mana yang akan digarap perusahaannya. Sementara dia selaku direktur marketing PT Anak Negeri, bertindak sebagai 'operator' di lapangan.
Karena sibuk mengikuti kampanye Partai Demokrat tahun 2009, Nazaruddin kemudian mengenalkannya kepada Angelina Sondakh dan politisi PDIP I Wayan Koster untuk membantu meloloskan sejumlah proyek.
"Di 2009 Kementerian Pendidikan, ada beberapa kampus yang dibangun. Saya dikenalkan ke Bu Angie (Angelina Sondakh) dan Pak wayan. Lalu Bu Angie meminta beberapa kampus mengajukan proposal," cerita Rosa.
Rosa melanjutkan, setelah mendapatkan proyek, perusahaan milik Nazar itu kemudian 'menjual' kembali hasil menang tendernya kepada sejumlah perusahaan BUMN. Perusahaan pelat merah ini yang kemudian oleh Nazar dijadikan pelaksana pembangunan proyek.
"Kalau pengerjaan fisik kita minta orang ketiga, yakni perusahaan BUMN. Ada PT Nindya Karya dan PT Adhi karya," pungkas Rosa.
Pada perkara ini, KPK telah menetapkan Nazaruddin sebagai tersangka sejak 13 Februari 2012. Sejumlah aset milik Nazaruddin yang diduga terkait pencucian uang telah disita KPK. Puluhan saksi juga telah diperiksa terkait hal ini.