Liputan6.com, Jakarta Mengaumlah supaya rival-rivalmu tak nyaman. Apalagi ketika kamu tertinggal. Semasa menangani Manchester United, Sir Alex Ferguson menggunakan teknik ini dalam mengarungi ketatnya Premier League. Setiap musim, dia selalu berkata, "Tunggu hingga paruh kedua."
Kata-kata itu sederhana, tapi memiliki efek besar. Bagi para pemainnya, itu menjadi sumber kepercayaan diri. Sementara bagi para pemain lawan, itu menimbulkan ketakutan. Lewat kata-kata itu, Sir Alex memperingatkan MU pasti tampil luar biasa saat memasuki paruh kedua.
Ancaman seperti itu juga bisa dilakukan tanpa kata-kata. Kemenangan besar atau rentetan kemenangan dalam sejumlah pertandingan juga menimbulkan efek yang sama. Kepercayaan diri pemain terdongkrak, sementara lawan justru jeri.
Itulah yang kini ditunjukkan Juventus di Serie A. Lewat kemenangan dalam 6 giornata (pekan) beruntun, La Vecchia Signora mengirim ancaman kepada Internazionale, Napoli, dan Fiorentina yang ada di 3-besar.
Perjalanan Juventus musim ini sungguh menarik. Pada giornata ke-6, Juventus yang terpuruk di tangga ke-15 dengan koleksi 5 poin divonis tak akan bisa mempertahankan Scudetto yang direbut sejak 2011-12. Alasannya, Juventus sudah tertinggal 10 angka dari Fiorentina yang kala itu berada di puncak klasemen.
Namun, roda nasib berputar. Sejak giornata ke-7, Juventus hanya kehilangan 5 poin saja! Dua poin saat bermain imbang dengan Inter dan tiga poin ketika kalah dari Sassuolo. Memasuki giornata ke-16, Juventus menembus 4-besar untuk pertama kalinya musim ini berkat kemenangan 3-1 atas Fiorentina, Senin (14/12/2015) WIB.
Juventus juga mengaum lewat kemenangan atas tim-tim kuat. Selain menggebuk Fiorentina, Paul Pogba cs menang 1-0 atas AC Milan, mengalahkan Lazio 2-0, dan menekuk Torino 2-1. Hanya tiga hari setelah menang atas Fiorentina, Juventus lagi-lagi menghajar Torino. Kali ini di Coppa Italia dengan skor 4-0.
Massimo Moratti, eks pemilik Inter, pun dibuat gelisah. Dia meminta Inter untuk waspada. Maklum, fakta sejarah mencatat, Juventus pernah berada di situasi seperti saat ini, tapi di akhir musim malah menjadi scudetto. Itu dilakukan bahkan dalam dua kesempatan.
Advertisement
Pada giornata ke-16 musim 2001-02, La Vecchia Signora juga berada di posisi keempat dan tertinggal 6 angka dari Inter. Bedanya, mereka hanya mengumpulkan 28 angka. Dalam sisa perjalanan musim itu, Juventus memang hanya dua kali menjadi capolista. Namun, satu capolista diraih tepat pada pekan terakhir yang berarti Scudetto.
Cerita berulang pada musim berikutnya. Kali ini, dengan koleksi 32 poin, Juventus tertinggal enam angka dari Milan yang berada di puncak klasemen giornata ke-16. Keadaan berubah pada pekan ke-21. La Vecchia Signora merebut capolista dan tak tergeser hingga akhir musim.
LO SPIRITO JUVE
Bukan hanya deja vu itu yang menjadi modal Juventus. Menurut Allegri, kebangkitan Pogba cs saat ini dipengaruhi oleh tiga faktor utama. Pertama, keseimbangan yang tercipta lewat beberapa penyesuaian setelah kekalahan dari Sassuolo pada pekan ke-10. Kedua, kesembuhan para pemain yang sempat dibekap cedera. Ketiga, Lo Spirito Juve, semangat pantang menyerah khas Juventus.
“Para pemain tampil brilian, kompak, dan bermain dengan hati,” kata Allegri usai kemenangan atas Fiorentina. Mengenai kebangkitan yang terjadi setelah laga kontra Sassuolo, dia antara lain berujar, “Kami perlu mempertahankan etos kerja yang telah ditunjukkan akhir-akhir ini dan yang paling penting, mempertahankan semangat luar biasa di ruang ganti.”
Semangat dan etos kerja luar biasa itu bukan hanya ditunjukkan para pemain inti. “Semua pemain di skuat menunjukkan iktikad membuat kontribusi besar setiap kali bangkit dari bangku cadangan,” lanjut mantan allenatore Milan tersebut.
Semangat pantang menyerah ala Juventus itu diakui striker Paulo Dybala. “Keberanian dan hasrat menang kami begitu membara pada malam ini,” ungkap dia usai laga kontra I Viola.
Selain kemenangan atas tim-tim kuat, bukti lain Lo Spirito Juve adalah keberhasilan bangkit dari ketertinggalan dalam tiga kesempatan. Kala menghadapi Bologna, Empoli, dan Fiorentina, gawang Gianluigi Buffon selalu kebobolan lebih dulu. Namun, pada akhirnya, ketiga laga itu berhasil dimenangi dengan skor identik, 3-1.
Terlepas dari ketiga faktor itu, di mata Roberto Mancini, allenatore Inter, Juventus pada dasarnya tetaplah tim kuat. Itu sebabnya dia tak memandang remeh kala Juventus terpuruk. Mancini tetap menganggap La Vecchia Signora sebagai tim terbaik di Italia. Penilaiannya kian kuat setelah Juventus menahan Inter.
Awal Desember lalu, Mancini kembali mengutarakan hal itu. “Juventus kembali ke perburuan juara dan itu tak mengejutkan saya. Mereka kehilangan tiga pemain hebat, tapi juga mendatangkan empat atau lima pemain hebat lainnya,” tutur dia.
Advertisement
BOMBER PENENTU
Bila kemudian Juventus mengulang kisah musim 2001-02 dan 2002-03, Inter wajib meratapi kegagalan merekrut Dybala. Seperti diakui Marco Fassone, eks Direktur Umum Inter, Dybala sebenarnya hampir berbaju La Beneamata. Namun, mereka menyerah ketika Juventus mengajukan tawaran lebih tinggi kepada Palermo. Kini, Dybala menjadi aktor penting kebangkitan La Vecchia Signora.
Gol-gol anak muda asal Argentina itu mewarnai geliat Juventus sejak pekan ke-11. Dalam lima laga terakhir di Serie A, dia hanya gagal membobol gawang eks klubnya, Palermo. Dia pula yang menjadi pemutus kebuntuan Juventus ketika menjamu Milan pada pekan ke-13. Satu golnya membuat sang tamu urung mencuri poin.
Setelah laga kontra I Viola, Allegri tak kuasa menyanjung sang striker. “Dybala terus berkembang dari laga ke laga pada saat ini dan saya tak ragu bahwa dia akan menjadi pemain yang luar biasa,” katanya.
Di samping Dybala, sosok lain yang tak bisa dikesampingkan adalah Mario Mandžukić. Sejauh ini, striker asal Kroasia itu memang baru mengemas empat gol atau setengah dari koleksi Dybala. Namun, gol-gol eks bomber Atletico Madrid tersebut memiliki nilai tinggi. Setiap kali Mandžukić mencetak gol, La Vecchia Signora selalu memetik kemenangan.
Dalam enam pertandingan terakhir, tiga gol Mandžukić sangat krusial. Kala melawan Empoli, Mandžukić mencetak gol penyeimbang 1-1 yang menjadi fondasi kemenangan 3-1. Di kandang Palermo, eks striker VfL Wolfsburg itu menjadi pemutus kebuntuan yang berlangsung selama 54 menit. Golnya membuka kemenangan 3-0.
Terakhir, kala menjamu Fiorentina, gol Mandžukić pada menit ke-80 membalikkan keadaan. Juventus yang semula tertinggal 0-1 berbalik unggul 2-1 dan lantas menang 3-1.
Keberadaan Mandzukic pun punya makna tersendiri. Di mata Allegri, striker asal Kroasia itu adalah tameng bagi Dybala. Sudah bukan rahasia, Allegri sangat mencemaskan puja-puji dan ekspektasi tinggi yang terarah kepada Dybala. Eks striker Bayern Muenchen ini diharapkan bisa mengambil sebagian beban yang tertumpah ke pundak Dybala.
Bersama kedua bomber penentu itu, harapan La Vecchia Signora untuk juara kembali terbuka. Kans mereka tak lagi nol besar seperti pada pekan ke-6. Setidaknya, pada 1996-97, mereka juara dengan modal serupa sekarang, 30 poin dari 16 laga. (*)
*Penulis adalah pemerhati sepak bola dan komentator di sejumlah televisi di Indonesia. Asep Ginanjar juga pernah jadi jurnalis di Tabloid Soccer.