Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdat) akhirnya secara tegas melarang pengoperasian ojek online atau layanan kendaraan online sejenis lainnya.
Pelarangan tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/12/1/21/Phb/2015.
Sontak, masyarakat mulai menolak langkah pemerintah tersebut. Pasalnya, moda transportasi jenis ini dianggap sangat membantu masyarakat.
Sebuah petisi terhadap penolakan akan pelarangan pun muncul di change.org. Dalam petisi yang diusung Fitra Frico itu dijelaskan jika ojek berbasis online merupakan kebutuhan di kota besar yang berkembang. Apabila alasannya tidak memenuhi syarat sebagai operator angkutan hukum harusnya ojek tradisional juga dilarang.
Baca Juga
Advertisement
"Karena sejak dahulu mereka tidak memenuhi syarat sebagai angkutan umum," tulisnya dalam petisi tersebut.
Menurutnya, perbedaan ojek berbasis online dan tradisional hanya pada sistem pemesannya. Ojek berbasis online memudahkan orang untuk memesan layanan plus tambahan ekstra keamanan. Pengguna jasa dan pengemudi lebih terjamin karena sudah teregistrasi.
Petisi tersebut meminta pemerintah mengkaji pelarangan itu. Pasalnya, ojek berbasis online dianggap memberikan banyak manfaat salah satunya mengurangi kemacetan.
"Mohon agar dapat dicarikan alternatif lain agar masyarakat pengguna layanan tersebut tetap menikmati kemudahan layanan yang nyaman, praktis, murah, aman juga dapat mengurangi kemacetan sampai saat ini transportasi publik yang masih jauh dari harapan, khususnya di saat jam sibuk," tutupnya.
Hingga berita diturunkan, petisi yang meminta Menteri Perhubungan Ignasius Jonan meninjau ulang larangan pemerintah terhadap layanan ojek dan taksi berbasis online itu sudah didukung oleh 2.003 orang. Ratusan dukungan terus bertambah dalam hitungan menit.
Anda juga menolak larangan ojek online? Dukung petisi tersebut di sini! (Amd/Ndw)*