Liputan6.com, Jakarta - Suara langkah kaki menjadi satu-satunya teman Nenek Atjah. Selepas subuh, gelapnya langit tak menghentikan semangatnya mengetuk pintu rezeki hari itu. Menyusuri lorong sempit ibu kota mengambil kue dan gorengan untuk dijual bersama lontong buatannya.
Matahari mulai muncul dengan malu-malu, saatnya Nenek Atjah berkeliling. Beban seberat 200 potong kue terasa ringan, tak seberat beban hidup Nenek Atjah yang masih harus menghidupi dua cucu laki-lakinya. Sesekali ia berhenti sambil mengistirahatkan tubuh rentanya.
Advertisement
Syukurlah, tiga jam berkeliling di Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, sedikitnya Rp 50 ribu bisa ia kantongi untuk menyambung hidup. Selepas berdagang, Nenek Atjah berbelanja sayur untuk dibawa pulang.
Sejak menantunya meninggal karena sakit paru-paru, Nenek Atjah harus mengurus dua cucu yang kala itu masih bayi.
Kini ia boleh bangga karena cucu-cucunya sudah tumbuh menjadi pemuda yang sehat. Sekolah mereka jadi yang utama.
Nenek Atjah tak punya rumah, tiap tahun ia harus membayar Rp 1,5 juta untuk kontrakan. Air bersih ia dapat dari tetangga. Meski begitu ia tak menyerah dengan keadaan. Semua ia lakukan sendiri.
"Rezeki akan datang dari mana saja, asal kita mau keluar dan mau usaha," moto Nenek Atjah.
Saksikan selengkapnya kisah Nenek Atjah dalam Pantang Menyerah yang ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Jumat (18/12/2015), di bawah ini.