Liputan6.com, Jakarta - Gaduh. Laman media sosial Twitter dipenuhi tagar #SaveGojek, Jumat 18 Desember 2015 pagi. Netizen was-was karena salah satu angkutan favorit mereka, ojek berbasis aplikasi online, dilarang beroperasi.
Jelas, para netizen menyayangkan keputusan pemerintah.
Pelarangan tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/12/1/21/Phb/2015.
Misalnya, pemilik akun @tarakarina245 berkicau, "Padahal ga ada drivernya yg ugal ugalan, selalu mengantar penumpangnya dgn penuh semangat mau sejauh apapun #SaveGojek."
Sebuah petisi terhadap penolakan akan pelarangan pun muncul di Change.org. Pada petisi yang diusung Fitra Frico itu dijelaskan, jika ojek berbasis online merupakan kebutuhan di kota besar yang berkembang. Apabila alasannya tidak memenuhi syarat sebagai operator angkutan umum seharusnya ojek tradisional juga dilarang.
Petisi tersebut meminta pemerintah mengkaji pelarangan itu. Pasalnya, ojek berbasis online dianggap memberikan banyak manfaat salah satunya mengurangi kemacetan.
"Mohon agar dapat dicarikan alternatif lain agar masyarakat pengguna layanan tersebut tetap menikmati kemudahan layanan yang nyaman, praktis, murah, aman juga dapat mengurangi kemacetan sampai saat ini transportasi publik yang masih jauh dari harapan, khususnya di saat jam sibuk," tulis Fitra, dalam petisi itu, Jakarta, Jumat (18/12/2015).
Presiden Joko Widodo bereaksi. Dia heran dengan aturan yang dibuat Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdat) tersebut.
Jokowi mempertanyakan aturan itu. Sebab, ojek online ada karena tingginya kebutuhan masyarakat terhadap transportasi yang murah, aman, dan cepat.
Oleh karena itu, dia menilai Kemenhub semestinya tidak melarang keberadaan ojek online.
"Aturan itu yang buat siapa sih? Yang buat kan kita, sepanjang itu dibutuhkan masyarakat, saya kira enggak ada masalah," ucap Jokowi di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat.
Menurut dia, aturan ini justru membuat masyarakat semakin susah.
"Ojek dibutuhkan rakyat. Jangan karena aturan, rakyat jadi susah," ujar Jokowi.
Dia menilai, Kemenhub daripada langsung memberlakukan aturan pelarangan terhadap ojek online, semestinya membuat aturan transisi. Aturan ini membolehkan operasional ojek online hingga transportasi massal yang cepat aman dan murah.
"Aturannya bisa transisi sampai misalnya transportasi massal kita sudah bagus, transportasi massal kita sudah nyaman, secara alami orang akan memilih ke mana akan menentukan (transportasi umum) yang akan dipilih," kata Jokowi.
Mantan Wali Kota Solo itu langsung memanggil Menteri Perhubungan Ignatius Jonan Jumat siang. Dia ingin meminta penjelasan mengenai pelarangan tersebut.
"Nanti siang saya akan panggil Menhub," tukas Jokowi.
Baca Juga
Advertisement
Batal
Jonan akhirnya membatalkan kebijakan itu, setelah melihat respons masyarakat dan Presiden Jokowi.
Dia kembali mengizinkan layanan ojek online ataupun layanan kendaraan online sejenis lainnya beroperasi. Dia menilai layanan ojek online dilarang karena tidak sesuai dengan undang-undang.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, kendaraan roda dua sebenarnya tidak dimaksudkan untuk sebagai angkutan publik. Namun realitas di masyarakat menunjukkan adanya kesenjangan yang lebar antara kebutuhan transportasi publik dan kemampuan menyediakan angkutan publik yang layak dan memadai.
Kesenjangan antara kebutuhan transportasi dengan kemampuan menyediakan angkutan publik tersebut kemudian diisi oleh ojek dan beberapa waktu terakhir juga dilayani oleh transportasi berbasis aplikasi seperti Gojek dan lainnya.
"Atas dasar itu, ojek dan transportasi umum berbasis aplikasi dipersilakan tetap beroperasi sebagai solusi sampai transportasi publik dapat terpenuhi dengan layak," jelas Jonan dalam keterangan pers yang diterima oleh Liputan6.com, Jumat.
Jonan pun langsung memberi sejumlah solusi. Pertama, dia membatalkan larangan Go-Jek dan sejenisnya beroperasi sebagai angkutan umum. Namun itu hanya bersifat sementara untuk mengisi kesenjangan hingga pelayanan transportasi publik dianggap layak.
"Kalau ini mau dianggap solusi sementara silakan sampai transportasi publiknya bisa baik," kata dia.
Tak hanya itu, Menhub juga menawarkan agar UU LLAJ direvisi jika banyak pihak ngotot ojek tidak dihilangkan. Sebab, kendaraan roda 2 tidak diatur dalam undang-undang untuk dijadikan sebagai transportasi umum. "Atau ubah UU LLAJ, karena ini sudah dari 2009," ucap Jonan.
UU LLAJ, lanjut dia, mencakup pertimbangan keselamatan transportasi. Sementara sepeda motor tidak diakomodir sebagai angkutan umum karena tingkat keamanan dan keselamatan untuk penumpangnya relatif rendah, sama halnya bus yang kondisinya sudah tidak layak.
"Kalau transportasi umum seperti Metro Mini yang tak layak jalan memang enggak boleh jalan. Jadi ini sudut pandang dari transportasi publik adalah keselamatan transportasi," Jonan menjelaskan.
Mantan Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI) ini pun meminta agar stakeholder terkait melakukan konsultasi dengan pemerintah dan kepolisian. Sebab, di satu sisi Go-Jek dan sejenisnya menyalahi aturan, tapi di sisi lain masih sangat dibutuhkan masyarakat.
"Ya sudah, kalau mau digunakan sebagai solusi sementara silakan saja. Mungkin perlu dikonsultasikan dengan Polri baiknya bagaimana," pungkas Jonan.
Driver Go-Jek Terselamatkan
Manajemen Go-Jek berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo karena langsung bereaksi terhadap kebijakan pelarangan operasional Go-Jek dan transportasi umum berbasis online lainnya.
Dalam pernyataannya di akun resmi Go-Jek, CEO Go-Jek Nadiem Makarim mengatakan Jokowi telah menyelamatkan lebih dari 200 ribu pengemudi Go-Jek.
"Terima kasih Presiden @jokowi atas dukungan Bapak terhadap lebih dari 200 ribu pengemudi GO-JEK dan 8 juta pengguna aplikasi kami," tulis Nadiem dalam akun Twitter @gojekindonesia, Jumat.
Menurut dia, dengan memanggil Menteri Perhubungan Ignasius Jonan untuk meminta penjelasan soal dilarangnya transportasi umum berbasis daring ini, Jokowi telah melindungi ekonomi kerakyatan.
"Bapak @jokowi telah melindungi ekonomi kerakyatan sebagai fondasi kekuatan bangsa Indonesia. Majulah Indonesia!" cuit Nadiem lagi.
Tak Diakui
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok turut mengomentari larangan beroperasinya ojek online, seperti Go-Jek dan angkutan online lainnya. Larangan ini karena keberadaan ojek dinilai tidak sesuai undang-undang.
Menurut Ahok, kebijakan tersebut seperti menelan buah simalakama. Serba salah.
"Kalau melarang Go-Jek, ya ojek itu kayak yang saya bilang tadi, anak sendiri tidak mau diakui," ujar Ahok di Kota Tua, Jakarta, Jumat (18/12/2015).
Pada satu sisi, kata dia, ojek tidak layak jadi transportasi umum karena kendaraannya tidak memenuhi standar. Namun di sisi lain kebutuhan masyarakat terhadap angkutan roda 2 itu masih tinggi.
Belum lagi larangan tersebut akan menutup lapangan pekerjaan ribuan tukang ojek di Indonesia.
"Itu saja masalahnya, bisa enggak diberantas orang mau naik ojek? Enggak, kan? Yang penting ojek jangan melanggar aturan, yang naik pakai helm," tutur mantan Bupati Belitung Timur itu.