Liputan6.com, Jakarta - Gerakan demokrasi digital mengalami pertumbuhan yang signifikan pada tahun ini. Hal itu terlihat dari meningkatnya jumlah pengguna wadah petisi online di laman change.org dari hanya sebanyak 900 ribu pada 2014, meningkat menjadi 1.900.000 pengguna pada 2015.
Direktur Komunikasi Change.org Desmarita Murni mengatakan, pertumbuhan pengguna yang besar itu berimplikasi pada kemenangan-kemenangan petisi. Setidaknya ada 536.099 pengguna yang meraih kemenangan melalui petisi di change.org pada 2015.
"Ada banyak kemenangan sebenarnya, tapi kami tidak bisa sebutkan satu per satu. Setidaknya ada 6 kemenangan terbesar yang akan kami uraikan," ujar Desma di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Senin (21/12/2015).
Kemenangan pertama yakni petisi pilkada langsung yang dibuat pada awal 2015. Petisi itu dibuat setelah DPR memutuskan bahwa kepala daerah tidak lagi dipilih oleh rakyat secara langsung, melainkan dipilih oleh DPRD masing-masing daerah.
Baca Juga
Advertisement
Dia memaparkan, "Ini membuat masyarakat geram. Kemudian melalui petisi yang digalang oleh Perludem, lebih dari 100 ribu netizen mendukung pengembalian pilkada langsung. Setelah banyak diberitakan di media dan banyak aksi turun ke jalan, akhirnya pilkada langsung kembali ke rakyat."
Petisi online selanjutnya yang berhasil meraih kemenangan yakni soal jaminan hari tua (JHT) 10 tahun. Petisi bermula dari seseorang bernama Gilang Mahardika yang tak bisa mengambil dana pensiun saat berhenti bekerja karena kebijakan baru.
Hanya dalam beberapa hari, petisi itu mendapat dukungan lebih dari 111 ribu orang dan menjadi salah satu petisi online terbesar. "Petisi itu langsung direspons beberapa kali oleh Menaker Hanif Dhakiri dan kebijakan pun berubah," ucap Desma.
Selanjutnya
Petisi terhadap penjualan gading gajah yang digagas seorang dokter hewan, Wisnu Wardana juga meraih kemenangan. Berkaca pada kematian gajah bernama Yongki yang memprihatinkan, Wisnu kemudian membuat petisi online #RIPYongki. Petisi ini mengkampanyekan pentingnya melindungi satwa berukuran besar itu.
"Dalam beberapa hari, petisi ini mendapat dukungan 30 ribu orang. Kemudian toko-toko online yang menanggapi petisi itu dengan menghentikan penjualan gading gajah di situs mereka," tutur dia.
Petisi tarif data di Indonesia Timur juga berhasil meraih kemenangan. Petisi itu dibuat oleh pemuda Maluku bernama Djali Gafur yang kecewa karena tarif data internet di wilayah Indonesia Timur dan Indonesia Barat berbeda.
"Setelah didukung 16 ribu user, Menkominfo Rudiantara memanggil pihak provider. Akhirnya tarif mulai diturunkan perlahan sesuai zona," ungkap Desma.
Petisi selanjutnya yakni akses obat hepatitis C ke Indonesia. Petisi dibuat oleh Ayu Oktariani yang menderita hepatitis C dan kesulitan mengakses obat. Petisi tersebut berhasil membuat obat hepatitis C ditanggung JKS. Selain itu, Menkes memasukkan obat hepatitis C berefek samping rendah ke Indonesia.
Dan, petisi terakhir ialah soal skandal 'Papa Minta Saham' yang ditujukan agar Setya Novanto mundur dari kursi Ketua DPR. Petisi itu dibuat oleh seorang dosen bernama A Setiawan Abadi melalui change.org.
Setelah meraih 90 ribu dukungan, berkali-kali aksi turun ke jalan, dan berbagai upaya lainnya. Politikus Partai Golkar itu mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR.
"Ini merupakan kemenangan rakyat. Meskipun, MKD tidak memutuskan pelanggaran apa-apa karena berdalih Setya Novanto mundur sebelum putusan," ujar dia.
Kondisi itu, kata Desma, menunjukkan bahwa demokrasi digital di Indonesia telah berkembang dengan baik. Desma menyatakan, melalui media sosial, jutaan orang dapat terfasilitasi, terdanai, hingga termobilisasi dengan cepat dan efektif.
"Kita tak lagi terbatas oleh sistem birokrasi berlapis hanya untuk menyampaikan usulan, kritik, atau dukungan kepada pengambil kebijakan," pungkas Desma.
Advertisement