Liputan6.com, Jakarta - Publik sempat menyangsikan perihal kinerja menteri Joko Widodo-Jusuf Kalla yang berlatar belakang dari partai politik. Fakta terjadi sebaliknya. Kinerja anggota Kabinet Kerja dari parpol justru lebih baik ketimbang menteri nonparpol.
Hasil survei Political Communication Institute (Polcomm Institute) yang dirilis Minggu 20 Desember menunjukkan, latar belakang anggota Kabinet Kerja tidak banyak memengaruhi tingkat keberhasilan seorang menteri.
"Kepuasan publik terkait kinerja menteri Jokowi-JK selama setahun ini justru diraih menteri yang berasal dari parpol," ujar ujar peneliti Polcomm Institute Afdal Makkuraga Putra saat dihubungi, Senin (21/12/2015).
Afdal menuturkan, saat diajukan pertanyaan apakah ada atau tidak ada perbedaan kinerja menteri berlatar belakang parpol dan nonparpol? Publik tidak mempersoalkan soal latar belakang itu.
"Latar belakang tak penting bagi publik, yang penting menteri bekerja," ujar dia.
Afdal menjelaskan, selama ini publik memberi penilai terhadap program kementerian yang dirasakan langsung atau bermanfaat bagi pembangunan.
"Salah satu pertanyaan dari kami soal program yang dirasakan langsung oleh rakyat atau yang bermanfaat bagi publik. Seperti berkaitan dengan pembangunan," papar Afdal.
Baca Juga
Advertisement
Dalam surveinya kali ini, yang menonjol hasilnya adalah Menteri Desa PDT dan Daerah Tertingal, Menteri PU dan Perumahan Rakyat, Menteri Sosial, dan Menteri Agama.
Ia menambahkan, tingginya kepuasan publik terhadap Marwan Jafar dalam survei ini tidak begitu mengejutkan karena memang programnya dirasakan ada manfaatnya langsung bagi pembangunan seperti visi misi Jokowi-JK.
"Begitu juga juga dengan Menteri PU Basuki Hadimuljono. Karena itu berkaitan dengan pembangunan infrastruktur," jelas Afdal.
Sementara penyebab menteri nonparpol kurang mendapat respon positif dari publik karena dinilai terlalu banyak bikin gaduh.
Selain miskoordinasi dengan menteri koodinatornya, menteri di bidang ekonomi belum menunjukkan hasil yang cukup baik dalam kinerjanya.
"Menteri di sektor ekonomi ini kenapa buruk karena tidak ada perubahan yang dalam perbaikan ekonomi. Justru perekonomian kita ini tambah merosot. Ini butuh penanganan serius," tandas Afdal.
Polcomm Institute melakukan wawancara terhadap 1.200 responden, yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Pengumpulan data dilakukan pada 20-26 November 2015. Metode penelitian tersebut menggunakan multistage random sampling, dengan margin of error sebesar 3,1 persen.