5 Kisah Legendaris Anak Durhaka pada Ibu

Ada banyak legenda yang menceritakan kedurhakaan seorang anak pada ibunya di Indonesia. Apa saja?

oleh Liputan6 diperbarui 22 Des 2015, 18:02 WIB
Ada banyak legenda yang menceritakan kedurhakaan seorang anak pada ibunya di Indonesia. Apa saja?

 

Citizen6, Jakarta Ada banyak legenda yang menceritakan kedurhakaan seorang anak pada ibunya di Indonesia. Apa saja? Simak ulasannya sebagai berikut. 

1. Legenda Batu Menangis

Di sebuah desa terpencil Kalimantan Barat, tinggallah seorang gadis dan ibunya. Gadis itu cantik, tapi sayangnya ia sangat malas. Selain malas, gadis itu juga manja. Apa pun yang dimintanya harus selalu dikabulkan. Tentu saja keadaan ini membuat ibunya sangat sedih.

Suatu hari, ibunya meminta anak gadisnya menemaninya ke pasar. “Boleh saja, tapi aku tak mau berjalan bersama-sama dengan Ibu. Ibu harus berjalan di belakangku,” katanya. Walaupun sedih, ibunya mengiyakan. Maka berjalanlah mereka berdua menuruni bukit beriringan. Walaupun mereka ibu dan anak, mereka kelihatan berbeda. Seolah-olah mereka bukan berasal dari keluarga yang sama. Bagaimana tidak?

Anaknya yang cantik berpakaian sangat bagus. Sedang ibunya kelihatan tua dan berpakaian sangat sederhana. Di perjalanan, ada orang menyapa mereka. “Hai gadis cantik, apakah orang yang di belakangmu ibumu?” tanya orang itu. “Tentu saja bukan. Dia adalah pembantuku,” kata gadis itu. Betapa sedihnya ibunya mendengarnya.

Tapi dia hanya diam. Hatinya menangis. Begitulah terus-menerus. Setiap ada orang yang menyapa dan menanyakan siapa wanita tua yang bersamanya, si gadis selalu menjawab itu pembantunya.

Lama-lama sang ibu sakit hatinya. Ia pun berdoa, “Ya, Tuhan, hukumlah anak yang tak tahu berterima kasih ini,” katanya. Doa ibu itu pun didengarnya. Pelan-pelan, kaki gadis itu berubah menjadi batu. Perubahan itu terjadi dari kaki ke atas. “Ibu, ibu! Ampuni saya. Ampuni saya!” serunya panik. Gadis itu terus menangis dan menangis. Namun semuanya terlambat. Seluruh tubuhnya akhirnya menjadi batu. Walaupun begitu, orang masih bisa melihatnya menitikkan air mata. Karena itu, batu tersebut diberi nama 'Batu Menangis'.


Malin Kundang

2. Malin Kundang

Cerita ini merupakan cerita terkenal dari Sumatera Barat yang mengisahkan seorang pemuda bernama Malin Kundang yang tinggal bersama ibunya, bapaknya sudah lama merantau dan belum kembali pulang. Pada suatu hari, Malin Kundang ingin sekali merantau karena ia melihat seseorang yang telah kembali merantau menjadi orang kaya. Malin berharap dengan merantau ia akan membantu keadaan ekonomi keluarganyayang buruk.

Dengan berat hati si Ibu mengizinkan Malin pergi. Keesokan harinya Malin pergi ke kota besar dengan menggunakan sebuah kapal. Setelah beberapa tahun bekerja keras, dia berhasil di kota rantauannya. Malin sekarang menjadi orang kaya yang bahkan mempunyai banyak kapal dagang. Malin pun sudah menikah dengan anak seorang saudagar kaya juga.

Suatu hari Malin Kundang kembali ke kampung halamannya. Dia pun berangkat bersama istrinya. Kedatangan Malin disambut dengan rindu oleh ibunya, tetapi Malin malah menolak ibunya karena malu ibunya terlihat tua dan miskin. Ibu Malin menjadi murka dan mengutuk Malin yang durhaka menjadi batu. Batu Malin Kundang ini terletak di daerah Air Manis di Suatera Barat dan menjadi objek wisata bagi para turis.


Si Lancang

3. Si Lancang

Kali ini cerita ini berasal dari Negeri Melayu Riau. Pada masa dulu di daerah Kampar, tinggallah seorang pemuda bernama si Lancang. Ia tinggal bersama ibunya yang sudah tua, menempati sebuah gubuk reot. Suatu hari, si Lancang mohon izin kepada ibunya untuk pergi merantau mencari uang.

Dengan hati yang sedih, emaknya akhirnya mengizinkan si Lancang pergi merantau. Setelah merantau sekian lama, akhirnya si Lancang sukses menjadi seorang saudagar yang kaya raya. Kapal dagangnya berpuluh jumlahnya, anak buahnya cukup banyak dan istrinya pun sangat cantik. Suatu hari si Lancang mengajak istrinya untuk pergi berdagang ke tanah Andalas.

Akhirnya kapal si Lancang yang megah tersebut merapat ke kawasan Sungai Kampar, yakni kampung halaman si Lancang sendiri. Alangkah bahagianya emak si Lancang mendengar kabar kedatangan anaknya. Emak langsung menemui si Lancang dan memanggil anaknya. Namun tanpa diduga, si Lancang berkata, “Bohong! Dia bukan emakku. Usir dia dari kapalku!” teriak si Lancang. Rupanya si Lancang malu untuk mengakui kondisi ibunya yang sudah tua dan miskin tersebut.

Dengan hati yang sangat sedih, Emak pulang ke gubuknya. Emak memutar-mutar lesung dan mengipasinya dengan nyiru sambil berkata, “Ya Tuhanku, si Lancang telah aku lahirkan dan aku besarkan dengan air susuku. Namun setelah menjadi orang kaya, dia tidak mau mengakui diriku sebagai emaknya. Ya Tuhanku, tunjukkan padanya kekuasaan-Mu!”.

Tiba-tiba saja kondisi cuaca berubah dan turun hujan yang sangat lebat. Kapal si Lancang hancur berkeping-keping. Kain sutra yang dibawa si Lancang sebagai barang dagangan terbang melayang-layang kemudian jatuh berlipat-lipat dan menjadi Negeri Lipat Kain yang terletak di Kampar Kiri. Sebuah gong terlempar jauh dan jatuh di dekat gubuk Emak si Lancang di Air Tiris Kampar kemudian menjadi Sungai Ogong di Kampar Kanan.

Sebuah tembikar pecah dan melayang menjadi Pasubilah yang terletak berdekatan dengan Danau si Lancang. Di danau itulah tiang bendera kapal si Lancang tegak tersisa. Bila sekali waktu tiang bendera itu muncul ke permukaan yang menjadi pertanda bagi masyarakat Kampar akan terjadi banjir di Sungai Kampar. Banjir itulah air mata si Lancang yang menyesali perbuatannya yang durhaka kepada Emaknya.


Si Kintan

4. Si Kintan

Dahulu, di sebuah kampung hiduplah satu keluarga miskin. Keluarga itu memiliki seorang anak bernama Sikintan. Pekerjaan Sikintan mencari kayu. Pada suatu malam, Sikintan bermimpi ia didatangi seorang tua. Orang tua itu menunjukkan, di hulu sungai ada sebuah rumpun bambu besar yang berisi tongkat intan.

Keesokan harinya Sikintan pergi ke hulu sungai. Tak berapa lama, ia melihat tongkat intan. Ketika tiba di rumah, ibu Sikintan heran melihat Kintan memiliki tongkat intan. Akhirnya Sikintan menjual tongkat itu ke negeri lain. Sikintan pergi dengan perahu. Suatu hari, ia pergi ke pasar menjual tongkat intan yang dibawanya.

Ia pun menjadi kaya dan memiliki istri yang cantik. Sikintan kembali ke kampung halamannya dan malu ketika bertemu dengan ibunya. Tak berapa lama kemudian, kapal Sikintan berangkat. Ibu Kintan berdoa kepada Tuhan, sambil berkata, “Ya Allah, aku tidak diakui sebagai orang tua oleh anakku. Berilah dia hukuman yang Engkau kehendaki.“ Usai oarang tua itu berdoa, datanglah angin kencang.

Turun badai topan menenggelamkan kapal Sikintan. Beberapa minggu setelah kejadian, kapal itu tampak menjadi pulau. Di pulau itu hiduplah seekor monyet putih. Orang berkata bahwa monyet itu adalah Sikintan yang durhaka kepada orang tuanya. Beberapa bulan kemudian, monyet itu tak tampak lagi, mungkin meninggal dunia dengan seribu penyesalan. Sampai saat ini, pulau itu dinamakan Pulau Sikintan.


Batu Bangkai

5. Legenda Gunung Batu Bangkai

Zaman dahulu di suatu tempat di Kalimantan Selatan, hiduplah seorang janda tua bersama seorang anak lakinya yang bernama Andung Kuswara yang bekerja mencari kayu dan pandai mengobati penyakit. Mereka hidup rukun dan saling menyayangi. Suatu hari, Andung mendengar jeritan seseorang minta tolong seorang kakek yang kakinya terjepit pohon. Andung segera menolong si kakek. Kakek itu berterima kasih dan memberikan sebuah kalung sebagai tanda terima kasih.

Sesampai di rumah Andung bercerita kepada ibunya. Karena ingin mengubah nasibnya Andung ingin merantau saja. Dengan berat hati ibunya mengizinkan Andung merantau. Tidak lupa ibunya memberikan kalung yang diberikan oleh bapak tua. Dalam perjalanannya Andung bertemu dengan seorang petani yang penuh dengan bisul.

Andung berusaha untuk mengobati petani tersebut. Ternyata Andung berhasil. Kabar tentang kemampuan Andung dalam mengobati menyebar ke seluruh negeri. Andung diberi kesempatan untuk mengobati sang putri kerajaan Basiang yang sakit. Hati Andung tergerak untuk menggunakan hadiah kalung yang pernah di berikan oleh bapak tua di hutan. Tak berapa lama, sang putri pun terbangun. Atas jasanya, Andung dinikahkan oleh sang putri. Andung hidup mewah di kerajaan Basiang.

Ketika sang putri hamil, ia ingin makan buah kasturi yang hanya tumbuh di Pulau Kalimantan. Karena cintanya Andung pun berburu buah kasturi hingga ke Pulau Kalimantan. Di kawasan Loksado, Andung berjumpa dengan ibu kandungnya. Betapa malu Andung melihat ibunya yang sudah tua dan miskin. Ia tidak mau mengakui ibunya.

Sedihlah hati ibu Andung, dan ketika sang ibu berdoa untuk kekuatan, tiba tiba petir dan halilintar sambar menyambar membelah bumi. Andung menyadari kesalahannya, namun semua sudah terlambat. Akhirnya Andung menjadi sebuah batu berbentuk bangkai manusia.

Karena kemiripan tersebut, penduduk sekitar gunung itu menamainya dengan sebutan Gunung Batu Bangkai. Gunung Batu Bangkai dapat di jumpai di Kecamatan Loksadu, hulu sungai selatan Kalimantan Selatan. (*)

Penulis : Elisabet Harahap

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya