Roket Ulang-Alik Revolusioner ‘Mainan’ Para Miliuner Dunia

Falcon 9 yang telah diperbaharui sukses meluncur tanpa cela.

oleh Amry Sitompul diperbarui 22 Des 2015, 19:01 WIB
Roket Falcon 9 yang telah diperbaharui sukses meluncur tanpa cela. (Reuters)

Liputan6.com, Florida - SpaceX, perusahaan antariksa milik Elon Musk sukses mendaratkan bagian pertama (first stage) dari roket Falcon 9 miliknya di Cape Canaveral, Florida, Senin 21 Desember 2015 malam waktu setempat. Ini adalah peluncuran roket pertama SpaceX sejak roket milik mereka meledak enam bulan yang lalu.

Pendaratan bersejarah ini -- pertama kalinya sebuah roket meluncurkan muatannya ke orbit Bumi lalu kembali lagi mendarat di Bumi dengan selamat -- disambut gempita, sebagai pertanda bahwa SpaceX sudah berhasil mengembalikan momentumnya.

"Falcon telah mendarat," sebut komentator SpaceX dalam sebuah tayangan langsung di website, selagi para karyawan di kantor pusat perusahaan tersebut meneriakkan yel-yel "AS! AS!"

Penerbangan Senin kemarin, yang awalnya tertunda karena masalah teknis, adalah kali kedua dalam waktu satu bulan, roket diluncurkan ke luar angkasa -- oleh perusahaan yang disokong oleh miliarder -- lalu mendarat kembali ke Bumi. Hal ini mewakili kemajuan signifikan dalam rangka mengungkap rahasia ruang angkasa ke khalayak ramai.

Dikutip dari Washington Post, Selasa (22/12/2015), Musk menyebut kalau pendaratan tersebut tepat sekali di landasan pendaratan. Kami tak bisa mengharapkan misi ini bisa lebih sukses lagi daripada ini. Dia lantas mengistilahkannya sebagai 'momen revolusioner'.

Biasanya, pendorong roket hanya bisa digunakan sekali saja karena selalu terbakar atau terhempas di lautan setelah lepas landas. Akan tetapi Musk, sang miliarder pendiri PayPal dan Tesla beserta Jeffrey P. Bezos, pendiri Amazon.com  -- yang juga punya perusaahan antariksa sendiri -- bekerjasama menciptakan roket yang bisa dipakai berulang kali dan mampu mendarat secara vertikal dengan bantuan dorongan mesin.

Jika mereka mampu mendaratkan kembali roket hingga bisa digunakan berkali-kali, anggaran penerbangan antariksa bisa dipangkas jadi lebih hemat.

Memakai berulang-ulang bagian pertama (first stage) sebuah roket, yang mewadahi mesin sekaligus juga bagian paling mahal sebuah roket, dulunya dianggap mustahil. Namun bulan lalu, Blue Origin milik Bezos sukses menerbangkan roket ke luar angkasa lalu mendaratkannya kembali di sebuah tempat terpencil di West Texas.


Melampaui Prestasi Blue Origin

Pada Senin kemarin, Musk melampaui prestasi Blue Origin tersebut dengan mendaratkan roket yang lebih besar dan lebih bertenaga yang dirancang untuk membawa muatan ke orbit Bumi. Bukan cuma sekedar melewati ketinggian yang dianggap sebagai batas luar angkasa. Ini dianggap sebagai tantangan rumit yang bisa diselesaikan dengan sempurna oleh Musk dan para ahli roket di perusahaannya.

Roket Falcon 9 tak berawak milik SpaceX diluncurkan dari Cape Canaveral pukul 20.29 waktu setempat dengan misi mengangkut 11 satelit komersial milik Orbcomm -- sebuah perusahaan komunikasi. Beberapa saat setelah lepas landas, bagian kedua (second stage) roket dilepaskan dan meneruskan pendakiannya, sementara bagian pertama (first stage) berbalik arah dan kembali menuju bumi, melewati angin kencang dan menggunakan daya dorong mesin untuk mengerem laju penurunannya.

Dipandu oleh sirip di sisi, roket mengarah dan mendarat secara vertikal dan akurat di landasan yang telah dibangun di Cape, yaitu Landing Zone 1.

Sebelumnya, SpaceX telah mencoba mendaratkan bagian pertama roket di platform mengambang yang disebut Musk sebagai 'autonomous spaceport drone ship'. Dua kali roket tiba di tongkang, namun turun terlampau cepat atau sedikit miring hingga akhirnya meledak.

Pendaratan Senin kemarin juga menandai terobosan lain bagi Space X, yang merupakan perusahaan komersial pertama yang dikontrak NASA untuk mengangkut pasokan ke Stasiun Antariksa Internasional. SpaceX juga memperoleh kontrak lain bersama-sama dengan Boeing, untuk menerbangkan astronot ke stasiun tersebut -- paling cepat pada tahun 2017.

Walau SpaceX telah berkembang dari sekedar perusahaan start-up gagah-gagahan menjadi salah satu pemain utama dunia antariksa, perusahaan ini tetap berfokus pada misi utamanya: suatu saat terbang ke Mars -- yang diharapkan oleh Musk nantinya bisa dihuni oleh manusia. Meski berhasil meraup keuntungan dari kontraknya dengan NASA dan perusahaan satelit komersial, SpaceX tetap bertekad mengembangkan teknologi yang nantinya bisa membuat manusia menjadi ‘spesies multi-planet’ -- istilah yang dipakai oleh Musk.

Untuk mewujudkan hal tersebut, biaya penerbangan angkasa luar yang saat ini amat mahal mesti dipangkas secara signifikan. Musk mengungkapkan kalau kemampuan menggunakan roket berulang-ulang pada akhirnya akan menjadikan perjalanan luar angkasa jadi lebih murah.

Musk, dalam sebuah forum tahun lalu juga menyebut kalau tak bakal ada landasan pacu di Mars. Itu berarti roket mesti mendarat dengan daya dorong mesinnya sendiri.

"Anda mesti memiliki pendaratan propulsif yang baik kalau ingin bepergian ke tempat lain selain Bumi,” jelasnya.


Kaum Milarder

Musk adalah bagian dari kaum miliarder yang telah menggelontorkan banyak harta kekayaan ke perusahaan antariksa milik mereka, terinspirasi oleh era Apollo NASA serta pendaratan manusia di bulan.

Awal tahun depan, Virgin Galactic milik Richard Branson berencana memperkenalkan pesawat antariksa yang didesain untuk mengangkut para wisatawan terbang menembus batas angkasa -- di mana mereka bisa melihat bentuk lengkungan bumi dan mengambang tanpa gravitasi di dalam kabin pesawat.

Bezos juga memiliki ambisi serupa, dan kerap bercerita soal hari di mana "jutaan orang akan tinggal dan bekerja di luar angkasa".

Musk dan Bezos telah mengambil alih bagian penting dari Space Coast Florida, seiring makin tumbuh dan berpengalamannya perusahaan mereka.

SpaceX merehabilitasi landasan peluncuran bersejarah di Kennedy Space Center tempat di mana pesawat luar angkasa diluncurkan. Juga membangun Landing Zone 1, yang terlihat seperti helipad raksasa berdiameter 282 kaki (sekitar 85 meter).

Lokasi ini terakhir digunakan untuk pengujian roket dan misil Angkatan Udara sampai tahun 1978.

Akan tetapi tak semuanya selalu berjalan mulus. Tahun lalu, SpaceShipTwo milik Branson mengalami kecelakaan yang menewaskan salah seorang pilotnya.

SpaceX pun diskors sejak Juni, karena roket Falcon 9 miliknya meledak beberapa menit setelah lepas landas. Akan tetapi Senin kemarin, Falcon 9 yang telah diperbaharui sukses meluncur tanpa cela.

Perusahaan Musk di California diisi para insinyur muda dan veteran NASA. Mimpi terbesarnya adalah memangkas dana perjalanan luar angkasa hingga 90 persen. Yang menarik, saat memulai Space X, Musk benar-benar buta soal roket. “Saat saya terjun ke bisnis roket, saya tak tahu apa-apa. Bahkan tidak pernah membuat apapun terkait itu,” kata dia kepada CBS News.

Tentu, dalam setiap laju roket-roket itu, ada pundi uang yang terisi bagi Space X. Perusahaan itu telah meneken kontrak dengan NASA untuk mengirim kargo ke ISS senilai US$1,6 miliar untuk 12 kali misi. NASA melalui skema program Commercial Crew Development (CCDev) juga mengucurkan dana US$75 juta untuk meng-upgrade kapsul Dragon agar bisa membawa kru ke luar angkasa.

Sementara, perusahaan saingan, Orbital Sciences, juga mendapatkan kontrak senilai US$1,9 miliar, dan dijadwalkan akan mulai meluncurkan satelit ke ISS tahun ini.

Kini rupanya adalah zaman para bohir top dunia melirik luar angkasa. Dan, tak hanya Space X yang punya ambisi besar itu.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya