Liputan6.com, New York Council of Fashion Designers of America (CFDA) menyebut New York Fashion Week (NYFW) kini sebagai `a broken system`. “Kami mendapati desainer, peritel, dan semua orang mengeluh tentang show ini. Ada hal yang kini tak lagi cocok karena keberadaan sosial media. Orang-orang menjadi bingung,” ucap perancang Diane von Furstenberg selaku pemimpin CFDA.
Dijelaskannya bahwa konsumen melihat rancangan-rancangan di fashion week melalui Instagram, kemudian pergi ke butik, dan tak bisa membelinya hingga 6 bulan ke depan karena baru dalam 6 bulan setelah show busana-busana itu rampung diproduksi dan siap dikirimkan ke butik. Dan setelah 6 bulan konsumen bisa saja sudah bosan melihat busana-busana tersebut dipakai oleh para selebriti di berbagai acara.
Seperti dilansir dari situs Women’s Wear Daily pada Rabu (23/12/2015), menyikapi hal ini, CFDA memiliki ide untuk membuat NYFW sebagai consumer oriented event yang lebih langsung. Yakni menjadikannya show dengan sebagian besar tamu konsumen dimana para konsumen akan bisa langsung membeli busana-busana itu di butiknya atau bahkan di event itu sendiri. Tak perlu lagi menunggu waktu selama 6 bulan.
Hal tersebut jelas berbeda dengan apa fungsi NYFW saat mula-mula dibuat dimana hanya buyers dan pers yang diundang menghadiri acara tersebut. Awalnya NYFW terselenggara pada tahun 1943 sebagai Press Week. Penyelenggaranya adalah Eleanor Lambert yang merupakan Press Director dari New York Dress Institute, organisasi pertama yang fokus mempromosikan industri mode Amerika.
Baca Juga
Advertisement
Tujuan awal dibuatnya ajang tersebut adalah untuk memberi spotlight bagi para desainer Amerika dihadapan para jurnalis mode yang saat itu hanya menaruh perhatian pada fesyen Prancis. Acara itu sukses dan majalah fesyen seperti Vogue di masa itu akhirnya tak hanya mengangkat fesyen Prancis tapi juga Fesyen Amerika.
Kini semua sudah berubah dan teknologi informasi yang canggih amat berperan di dalamnya. Fashion show telah menjadi sebuah bentuk pertunjukan tersendiri yang dinikmati banyak orang. Ini merupakan sarana marketing yang luar biasa dan dinilai bisa menjadi penggerak volume penjualan.
Jika dimanfaatkan maksimal dengan menghadirkan ketersediaan barang saat itu juga, maka hal itu juga mengatasi `kejanggalan` yang kini dialami konsumen oleh karena cepatnya penyebaran informasi dan berbedanya waktu ketersediaan produk di butik. Menurut Furstenberg, dengan perbedaan masa ketersediaan produk dengan gambar-gambar fashion week yang kini menyebar dengan instan melalui sosial media, yang diuntungkan hanyalah para produsen barang palsu.
Untuk menggarap ide baru ini, CFDA mempekerjakan Boston Consultig Group (BCG) untuk melakukan studi. BCG akan meriset kemungkinan berubahnya jadwal show jadi lebih dekat dengan pengiriman ritel. Dengan fungsi baru dan jadwal show baru, para peritel dan pers mungkin akan punya jadwal tersendiri untuk melihat terlebih dahulu koleksi dari para desainer tapi dalam satu bentuk presentasi yang lebih kecil.
Fungsi fashion show yang lebih mengakomodasi konsumen memang sudah mulai diterapkan oleh beberapa label dan desainer. Rebecca Minkoff menyatakan bahwa koleksi spring di NYFW nanti akan diisi oleh tamu yang 50 persennya adalah konsumen. Di musim lalu ada Givenchy yang memberi kesempatan pada konsumen luas untuk menghadiri fashion show miliknya.
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6