Buruh: Upah Murah Tak Lagi Jadi Daya Tarik Investor

Negara-negara seperti Singapura, Malaysia, hingga China, meski menerapkap upah yang tinggi namun tetap diminati para investor.

oleh Septian Deny diperbarui 25 Des 2015, 12:24 WIB
Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Sebagian besar pengusaha berpendapat jika standar upah minimum yang diterapkan di Indonesia terlalu tinggi, sehingga dikhawatirkan membuat investor enggan masuk ke Indonesia. Namun hal tersebut dibantah sekitar buruh.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, saat ini investor di dunia sudah tidak lagi melihat upah murah yang diterapkan di sebuah negara sebagai faktor yang menarik dalam berinvestasi.

"Apakah yang menarik minat investor itu hanya upah? Tidak. ilmu manajemen modern sudah meninggalkan itu. Jika 20 tahun lalu, memang upah jadi daya saing untuk menarik investasi masuk," ujarnya di Jakarta, Jumat (25/12/2015).

Said mencontohkan, negara-negara seperti Singapura, Malaysia, hingga China, meski menerapkap upah yang tinggi namun tetap diminati para investor. Oleh sebab itu, upah murah tidak lagi dianggap sebagai daya tarik investor.

"Kalau investasi yang masuk ke Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Afrika Selatan, hingga China yang upahnya lebih tinggi, tetapi investasinya lebih banyak. China upah minimumnya sudah Rp 3,7 juta. Jadi faktor upah murah bukan jadi daya saing investasi masuk," jelasnya.

Menurut Said, penerapan upah murah justru akan membuat produktivitas pekerja menurun. Jika hal ini terjadi, upah murah ini justru akan memberikan dampak negatif bagi investasi di Indonesia karena investor saat ini mencari pekerja dengan produktivitas tinggi.

"Kalau upah kita murah, di internal kita tidak ada dorongan untuk tingkatkan produktivitas, makanya kita setuju untuk tingkatkan produktivitas asal seiring dengan kenaikan upah yang layak," ungkapnya.

Oleh sebab itu, Said meminta pemerintah untuk berhenti berpikir untuk menjadikan upah yang murah sebagai daya tarik investasi. Menurutnya, saat yang penting bagaimana pemerintah membenahi produktivitas, efisiensi dan keterampilan pekerja Indonesia sehingga menjadi faktor yang bisa menarik masuknya investasi.

"Jangan salah, perusahaan Amerika itu bisa saja merekrut pekerja Filipina yang upahnya lebih tinggi, ini karena produktivitasnya juga lebih baik. Jadi ini bukan hanya soal upah, tetapi produktivitas, efisiensi kerja, kemampuan managemen dan faktor pasar. Pasar kita besar loh," tandasnya.(Dny/Nrm)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya