Liputan6.com, Jakarta - Dunia belum ramah bagi anak. Meski payung hukum perlindungan anak sudah eksis belasan tahun, hak dan kewajiban terhadap mereka belum sepenuhnya terjamin.
Faktanya terpampang nyata. Beragam kasus kekerasan terhadap anak silih berganti menghiasi pemberitaan sepanjang tahun ini. Beragam modus dan dampak dihasilkan akibat kekerasan itu. Korbannya juga tidak selalu anak-anak yang berlatar ekonomi menengah ke bawah.
Baca Juga
Advertisement
Namun, ada benang merah yang menghubungkan satu kasus dan kasus kekerasan lainnya. Pelakunya seringkali merupakan orang dekat dari si anak. Mereka tidak harus selalu berhubungan darah, tetapi yang pasti orang itu sudah dikenal oleh para korban.
Kasus-kasus itu menunjukkan masih rapuhnya sistem perlindungan anak di Indonesia. Perlindungan terhadap anak tidak bisa hanya mengandalkan orangtua si anak, tetapi lingkungan sekitar juga turut bertanggung jawab untuk menciptakan suasana yang aman dan nyaman bagi tumbuh kembang anak. Jika sistem itu diabaikan, niscaya kasus-kasus memilukan pada anak akan terus berulang.
Kematian Angeline
Angeline, bocah 8 tahun di Denpasar, Bali, dilaporkan hilang pada 16 Mei 2015 oleh ibu angkatnya Margriet Megawe. Dia dilaporkan raib saat sedang bermain di halaman rumahnya, Jalan Sedap Malam Nomor 26, Sanur, Denpasar, Bali, pada pukul 15.00 Wita.
Namun, beberapa waktu berselang, bocah malang itu ditemukan terkubur di dekat kandang ayam rumahnya pada Rabu 10 Juni 2015. Hasil autopsi jenazah bocah yang bernama asli Engeline itu menemukan banyak luka lebam di sekujur tubuhnya. Begitu pula dengan luka bekas sundutan rokok dan jeratan tali di leher Angeline.
2 orang terdekat Angeline kini menjalani persidangan. Margriet, si ibu angkat, dan Agustinus Tae, mantan pekerja di rumah itu, harus duduk di kursi pesakitan karena dituduh sebagai pembunuh bocah malang itu. Hingga kini, persidangan kedua terdakwa itu masih terus berlangsung dan keduanya saling tuding menyalahkan.
Advertisement
Terlantarnya Bocah Cibubur
Belum hilang keterkejutan masyarakat atas kasus Angeline, kasus penelantaran anak kembali mencuat pada Mei 2015. Korbannya kali ini adalah 5 orang anak kandung pasangan Utomo dan Nurindria. Kasus berawal dari laporan warga tentang anak laki-laki berusia 8 tahun berinisial AD yang sudah sebulan berkeliaran di sekitar kompleks perumahan.
Selama sebulan bocah tersebut tidur di pos jaga dan mendapat makanan dari tetangga. Selain itu, ada bekas luka di kaki AD yang menunjukkan masa penyembuhan lukanya lama akibat pukulan benda tumpul.
Polisi lalu menyelamatkan anak tersebut dan berlanjut penggeledahan rumah orangtua korban. Polisi mendapati 4 saudari perempuan AD dalam kondisi fisik yang buruk. Mereka kekurangan gizi dan tengah dalam keadaan tertekan. Polisi selanjutnya mengamankan orangtua mereka karena adanya dugaan penelantaran anak.
Dalam pemeriksaan di Mapolda Metro Jaya, kedua orangtua bocah itu positif menggunakan narkoba. Kini pasutri tersebut menyandang status tersangka penelantar anak.
Pembunuhan Sadis Ibu dan Anak
Sepasang ibu dan anak ditemukan tewas sekitar pukul 17.30 WIB, Kamis 8 Oktober 2015, dalam kondisi mengenaskan di Cakung, Jakarta Timur. Luka sobek dan pendarahan hebat menjadi penyebab kematian Dayu Priambarita dan Yoel Immanuel. Korban Dayu (45) terluka di leher kiri, dagu sebelah kanan, punggung kiri, dada kanan dan bawah ketiak kanan. Sedangkan anaknya, Yuel (5), mengalami luka terbuka di leher.
Beberapa hari kemudian, polisi menangkap Heri Kurniawan sebagai pembunuh ibu dan anak itu. Dalam penyelidikan, motif utama Heri membunuh murni karena hendak merampok isi rumah. Karena aksinya dipergoki korban Dayu Priambarita dan diteriaki maling, Heri menusukkan pisau ke leher korban. Dengan sisa tenaga, korban masih berusaha melawan hingga akhirnya tewas usai ditikam berkali-kali oleh Heri.
Selain dijerat Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dan 365 KUHP tentang Pencurian dengan Kekerasan, polisi juga menambahkan jeratan hukum dengan memasukkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal seumur hidup.
Advertisement
Pembunuhan Bocah dalam Kardus
Seorang bocah bernama PNF atau F (9) ditemukan tewas tanpa identitas terbungkus kardus di Kalideres, Jakarta Barat, Jumat, 2 Oktober 2015. Saat kardus dibuka, mulut, kaki dan tangan bocah kelas 3 SD 05 Pagi, Rawa Lele itu, dilakban dengan ketat.
Tidak membutuhkan waktu lama, polisi menciduk Agus Darmawan alias Agus Pe'a (39) sebagai pembunuh sekaligus pencabul PNF. Jejaknya bisa terlacak setelah polisi menemukan kecocokan antara DNA pelaku dengan sampel yang tertinggal di tubuh bocah F.
Sosok Agus bukan orang asing di mata keluarga PNF. Ayah korban merupakan teman masa kecil Agus. Karenanya, PNF tidak menghindar saat dipanggil tersangka dalam perjalanan pulang sekolah. PNF menurut saja saat Agus memintanya masuk dan mengunci pintu bedengnya.
Setelah PNF melepas sepatunya, tangan dan kaki bocah itu diikat menggunakan kabel charger ponsel dan mulutnya disumpal kaos kaki. Agus selanjutnya mencabuli bocah anak tetangganya itu dan menjerat lehernya dengan kabel hingga tewas.
Dalam rekonstruksi diketahui, Agus membakar sejumlah barang bukti, yaitu tas sekolah, kabel charger dan barang-barang lain milik PNF. Setelah itu rekonstruksi dilanjutkan ke lokasi pembuangan PNF di Jalan Sahabat, Kamal, Kalideres, Jakarta Barat yang jaraknya sekitar 7 kilometer dari bedeng Agus.
Pembunuhan Siswi SMP Benhil
Tidak ada prasangka buruk di benak AAP (12) saat sang paman, Rizal alias Anwar, mengajaknya jalan-jalan pada 22 Oktober 2015. Membonceng motor Rizal, bocah yang masih mengenakan seragam SMP itu hanya menurut saat Rizal mengarahkan motornya tanpa memberitahu arah.
Setelah 5 jam menempuh perjalanan panjang dan macet dari Bendungan Hilir Jakarta Selatan, sampailah keponakan dan paman itu di Area Perhutani Jasinga Bogor pukul 20.00 WIB. Siswi SMP itu lalu diajak Rizal masuk ke dalam area hutan yang gelap dan sepi. Tak ada lampu penerang jalan di sana, bahkan sinar bulan tak mampu menembus rimbunnya daun pepohonan yang menjulang tinggi.
Rizal memberhentikan motornya di pinggir jalan yang beralaskan tanah tanpa mematikan mesin motor agar lampu kendaraan menerangi jalan sekitar. Rizal pun langsung memaksa korban untuk mau melayani dirinya dengan ancaman akan meninggalkan AAP jika permintaannya tidak dipenuhi.
Korban yang telah disetubuhi mengancam akan memberitahukan perbuatan Rizal kepada ibunya. Dirundung rasa takut ketahuan, Rizal mengambil sebongkah batu kali dan menghantamkannya ke kepala AAP bagian belakang. Untuk memastikan korban sudah tak bernyawa, Rizal menghantam wajah korban dengan batu hingga akhirnya nyawa AAP melayang.
Advertisement