Jokowi: 11 Tahun Usai Tsunami, Dunia Lihat Optimisme Warga Aceh

Ia mengakui betapa beratnya kondisi yang harus dihadapi warga Aceh setelah menghadapi musibah tersebut.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 26 Des 2015, 17:05 WIB
Presiden Joko Widodo. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Boyolali - Hari ini tepat 11 tahun bencana Aceh terjadi pada 26 Desember 2004. Lebih dari 200 ribu jiwa meninggal akibat gempa dan tsunami yang menerjang dan merobohkan bangunan rumah serta perkantoran di wilayah Aceh tersebut.

Usai 11 tahun bencana berlalu, Presiden Joko Widodo menilai, masyarakat Aceh sudah bisa bangkit dan kembali beraktivitas seperti biasa. Ia mengakui, betapa beratnya kondisi yang harus dihadapi warga Aceh setelah menghadapi musibah tersebut.

‎"Kita melihat sekarang ini di Aceh, karena ada semangat, karena ada optimisme, mereka bekerja gotong royong, bareng-bareng, sehingga problem itu bisa diselesaikan," ujar Jokowi usai menghadiri acara Silaturahmi dengan Kepala Desa se Indonesia di Asrama Haji, Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (26/12/2015).

Menurut Jokowi, rasa optimisme masyarakat Aceh usai menghadapi bencana tidak hanya menjadi contoh bagi warga Indonesia yang lain, namun juga oleh warga dari negara-negara lainnya. Karena itu, saat bencana terjadi hingga beberapa tahun kemudian, tidak sedikit bantuan yang datang, terutama bantuan yang berasal dari negara-negara tetangga.

"‎Saya melihat dengan semangat masyarakat di Aceh, dengan optimisme masyarakat di Aceh, kondisi sangat-sangat berat itu bisa diselesaikan sendiri, yang tentu saja dengan bantuan dari pemerintah dan dari luar semuanya. Saya kira dunia juga melihat (optimisme) itu," tandas Jokowi. ‎

Pada peringatan 11 tahun ini, nelayan di seluruh Aceh kompak tak melaut. Ini merupakan kesepakatan bersama para nelayan yang dilakukan sejak Kamis malam 24 Desember 2015.

Wakil Sekjen Panglima Laot Aceh Miftah Cut Adek mengatakan, 26 Desember sudah diputuskan sebagai hari pantang melaut di Aceh. Karena hari ini bertepatan terjadinya tsunami Aceh.

‎Bagi para nelayan yang mengabaikan aturan adat laut ini, akan dikenakan hukum adat laut. Yakni kapalnya akan ditahan paling sedikit 3 hari atau maksimal 7 hari. Sementara hasil tangkapannya bakal disita Lembaga Panglima Laot.

Selama tidak melaut, para nelayan diimbau untuk menggelar doa bersama di masjid-masjid maupun surau yang ada. ‎

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya