Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyayangkan rencana pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jalan tol 10 persen tahun depan. Pajak yang semakin agresif pada 2016 akan membebani para penanam modal dan dampaknya menurunkan investasi di Tanah Air.
Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR, Hediyanto W Husaini mengungkapkan, pemerintah dan swasta akan memacu pembangunan jalan tol pada tahun depan. Kepentingan publik tersebut, diharapkannya, jangan dibebani dengan pungutan pajak tinggi, termasuk PPN jalan tol yang selama ini belum menjadi objek pajak.
"Kalau dibebankan pajak, kita akan semakin berat mengundang investor. Terhadap fasilitas publik umumnya subsidi, jika kena PPN, tol fee akan naik lebih tinggi. Investor kan tidak mau rugi, kalau dia sudah spending lalu PPN naik 10 persen, dampaknya ke konsumen," katanya saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Minggu (27/12/2015).
Baca Juga
Advertisement
Lebih jauh Hediyanto meminta kepada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan agar menutup target penerimaan pajak 2016 sekitar Rp 1.360 triliun dari program pengampunan pajak (tax amnesty) ketimbang PPN jalan tol 10 persen.
"Pajak memang ada gunanya, tapi kalau sudah mencekik bisa menurunkan investasi. Over tax itu tidak baik," tegas Hediyanto.
Ia mengusulkan agar PPN jalan tol 10 persen dipungut setelah pendapatan masyarakat meningkat yang diperkirakan setelah 2019, saat pembangunan infrastruktur termasuk jalan bebas hambatan tersambung, seperti Trans Sumatera, Trans Jawa, Trans Kalimantan dan sebagainya.
"Nanti lah dipungut pajak kalau Trans Jawa sudah selesai dibangun, tahun 2019 ke atas. Saat ekonomi sudah naik, pendapatan masyarakat meningkat sehingga bisa bayar pajak lebih tinggi buat jalan tol. Kalau sekarang kan belum ada manfaat apa-apa, jalan tol saja belum terbangun
seluruhnya tapi suruh bayar pajak," jelas Hediyanto.
Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama saat ditemui di Pulau Ayer, Kepulauan Seribu, mengungkapkan, pengenaan PPN 10 persen jalan tol seharusnya bisa terlaksana pada tahun ini, tepatnya 1 April 2015.
Satu bulan sebelum diberlakukan, pemerintah membatalkannya meski sudah keluar Perdirjen No. PER-10/PJ/2015 tentang tata cara pemungutan pajak
pertambahan nilai atas penyerahan jasa jalan tol.
"PPN jalan tol semestinya dikenakan tahun ini. Hanya saja permasalahannya, karena pajak ini cuma dikenakan untuk golongan I, harus ada Peraturan Pemerintah (PP), karena ada pengecualian untuk golongan II, III dan IV supaya tidak membebani jalur distribusi barang," jelas dia.
Revisi PP tersebut, kata Mekar, bukan saja menjadi persoalan Ditjen Pajak, tapi juga pihak terkait lain. Konsep Ditjen Pajak terhadap kebijakan ini, menurutnya, sudah sampai kepada Menteri Hukum dan HAM, setelah itu pertemuan antar kementerian/lembaga, baru PP bisa terbit.
Dia menyatakan, Ditjen Pajak akan mulai memberlakukan pungutan PPN jalan tol 10 persen tahun depan mengingat hambatan yang ada hanya revisi aturan saja. "Mestinya bisa (tahun ini berlaku), karena cuma itu kendalanya. Tarif PPN jalan tol tetap dipungut PPN 10 persen untuk golongan I," ujar Mekar. (FIk/Ndw)