Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama terkenal tidak takut untuk berdebat bahkan berkonflik dengan siapa pun.
Tercatat ada sejumlah pihak yang pernah 'berhadapan' dan 'saling serang' karena berpeda pandangan dengan kepala daerah yang akrab disapa Ahok itu. Mulai dari Lembaga Negara sampai Ibu Rumah Tangga.
Beberapa perseteruan ini sempat menyedot perhatian masyarakat. Bahkan hingga diujung tahun 2015, permasalahan itu masih belum menemui titik temu dan kata damai.
Berikut pihak-pihak yang pernah berseteru dengan mantan Bupati Belitung Timur itu, seperti yang dihimpun Liputan6.com, Senin (28/12/2015).
Advertisement
BPK
Perseteruan ini berawal saat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas APBD 2014 DKI Jakarta. Laporan itu disampaikan melalui Rapat Paripurna di gedung DPRD DKI Jakarta.
Semula, rapat berjalan seperti biasa. Perseteruan baru muncul usai rapat. Ahok merasa ada yang aneh dalam rapat. Sebagai gubernur, dia tidak diberikan kesempatan untuk memberikan sambutan.
Buku LHP juga tidak diberikan langsung kepadanya, tapi diberikan melalui Sekretaris Daerah baru kemudian diberikan kepadanya.
Setelah diperiksa, ada satu hasil analisis BPK yang tidak bisa diterima oleh Ahok, yakni temuan kerugian negara atas pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
Menurut catatan BPK, Pemprov DKI Jakarta berpotensi merugikan negara Rp 191 miliar atas pembelian lahan 3,8 hektare.
Baca Juga
Ahok menilai tidak ada yang salah dari pembelian lahan RS Sumber Waras. Saat itu pemilik rumah sakit ditawarkan oleh swasta untuk diubah menjadi pusat perbelanjaan.
Tapi, pemprov DKI Jakarta berinisiatif tidak kan mengubah peruntukan dari rumah sakit ke pusat perbelanjaan.
Setelah itu, pemilik RS Sumber Waras datang Balaikota untuk menawarkan lahan itu. Bak gayung bersambut, Pemprov DKI juga sedang membutuhkan lahan untuk membangun rumah sakit khusus kanker.
Seharusnya pemilik rumah sakit bisa menjual dengan harga apprisial, tapi DKI memilih membeli dengan harga NJOP yang lebih murah.
Permasalahan baru muncul, ketika penentuan NJOP jadi sorotan. DPRD DKI Jakarta sampai harus membuat Panitia Khusus untuk menjawab LHP BPK karena Dewan mempermasalahkan NJOP yang digunakan sebagai dasar pembelian.
BPK menilai lahan berada di Jalan Tomang Raya, sedangkan NJOP yang digunakan justru Jalan Kiai Tapa sehingga Pemprov harus membayar lebih mahal.
Aksi saling lempar pernyataan pedas pun terus terjadi. Kondisi ini baru mereda saat suami Veronica Tan itu memenuhi panggilan penyidik BPK untuk memberi pernyataan langsung terkait temuan ini.
Ahok diperiksa hingga 9 jam lamanya. Usai diperiksa, Ahok menyampaikan rasa terima kasih dan pernyataan maaf kepada BPK.
"Saya berterima kasih kepada BPK. Jadi sore ini saya belajar banyak, dapat informasi banyak, yang tadinya saya nggak pernah tahu. Hasil pemeriksaan ini adalah rahasia sebelum dibuka untuk penyidikan," kata Ahok.
Tapi, kemesraan ini hanya sementara. Keesokan harinya, Mantan Politisi Golkar dan Gerindra itu kembali melayangkan protes pada BPK.
Ahok menilai, penyidik sengaja memancing kemarahannya dengan berbagai cara. Beruntung, amarahnya itu bisa ditahan sehingga tidak ada kesan melawan petugas selama pemeriksaan.
"Saya pikir BPK DKI udah jelas tendensius. Membuat kita skak-ster. Dia menuduh kita kemahalan beli tanah ini dibandingin NJOP belakang. Yang tentukan NJOP bukan saya. Kalau ini saya buka nanti bocor lagi," tegas Ahok di Balai Kota, Jakarta, Selasa (24/11/2015).
BPK kemudian menyerahkan hasil investigasi mendalam itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ditindaklanjuti.
Penyerahan hasil investigasi diterima oleh pimpinan KPK yang juga menyatakan akan meminta keterangan Ahok untuk dimintai keterangan.
"Yang terkait (Ahok) akan diundang untuk dimintai keterangan," ujar Wakil Ketua KPK Zulkarnaen di kantornya, Jakarta, Senin (7/12/2015).
Ahok pun menyerahkan semua persoalan ini ke KPK. Dirinya bahkan setengah menantang KPK terkait polemik tanah RS itu.
"Kalau KPK sampai menetapkan saya sebagai tersangka dengan alasan yang tidak jelas, berarti takdir saya juga haru lawan oknum KPK. Tp banget republik ini, semuanaya lawan semua," kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Selasa (24/11/2015).
Hingga kini, babak perseteruan Ahok terkait kasus pembelian lahan RS Sumber Waras belum usai. Proses saat ini masih terhenti sementara.
Advertisement
Komisi II DPR dan PPK Kemayoran
Jakarta didaulat menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asian Games 2018. Setelah penunjukan itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama langsung bergerak menyiapkan segala infrastruktur yang dibutuhkan.
Salah satu yang jadi perhatian utama adalah penggunaan lahan di Kemayoran untuk pembangunan Kampung Atlet berbentuk rusunawa.
Keinginan ini langsung disampaikan kepada Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Gayung bersambut. Ahok dan JK ditemani Menteri Sekretaris Negara Pratikno pun meninjau lokasi yang akan disulap menjadi Kampung Altet dan rusunawa melalui pantauan udara.
Seketika usul itu disetujui oleh pemerintah pusat. Namun, keinginan ini tersandung restu DPR khususnya Komisi II DPR. Anggota dewan seakan enggan memberi izin pengalihan aset Pemerintah Pusat yang dikelola PPK Kemayoran kepada Pemprov DKI Jakarta.
Ahok menilai, tidak turunnya restu dari Komisi II karena peran PPK Kemayoran yang ingin kawasan Kemayoran hanya digunakan untuk kebutuhan komersil.
"Kalau saya Sekneg, saya pecat semua direksi PPK Kemayoran. PPK nya enggak mau kasih dia cari backing DPR. Alasannya DPR enggak kasih. Ini perintah Wapres loh. Masa Wapres enggak dihargain. Ini rapat loh,” kata Ahok, di Balaikota, Jakarta, Jumat (4/12/2015).
Metro Mini
Tidak hanya lembaga-lembaga besar yang harus berhadapan dengan Ahok. Persoalan Metro Mini pun sempat membuat dia harus berhadapan dengan ribuan supir angkutan yang biasa beroperasi di Jalan-jalan Jakarta itu.
Ahok begitu kesal saat mengetahui Metro Mini kembali terlibat kecelakaan dengan KRL Commuter Line yang berujung tewasnya 18 penumpang termasuk sopir.
Selepas kejadian ini, Ahok menginstruksikan razia besar-besaran terhadap Metro Mini tak layak jalan. Tindakan ini membuat sopir Metro Mini geram.
Mereka berunjuk rasa dengan aksi mogok beroperasi. Mereka tidak mau Metro Mini dimusnahkan, tapi mereka ingin dibina. Aksi ini bukan membuat Ahok bingung. Dia malah meminta Metro Mini mogok selamamnya.
"Enak banget. Saya minta pengemudi pemilik Metro Mini tolong mogok selama-lamanya saja. Saya senang banget kalau mereka mogok. Jadi enggak usah ditangkap, sudah mogok," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta, Senin (21/12/2015).
Pemprov DKI Jakarta sudah menawarkan solusi kepada Metro Mini untuk bergabung ke PT Transjakarta dan melakukan pembenahan. Sopir yang mau bergabung juga akan disertifikasi dan digaji 2 kali UMP. Masalah lain muncul karena masih ada dualisme kepengurusan Metro Mini.
Advertisement
Ibu Muda dari Koja
Yusri Isnaeni yang berniat mengadukan masalah Kartu Jakarta Pintar (KJP) milik anaknya justru berbuntut panjang. Saat mengadukan, Ahok malah menyebut Yursi sebagai maling karena menarik tunai KJP padahal saat ini sudah tidak diperbolehkan menarik tunai melalui KJP.
Yusri lalu melaporkan Ahok ke Polda Metro Jaya atas tudingan pencemaran nama baik. Wanita 32 tahun itu bahkan menggugat Ahok membayar ganti rugi hingga Rp 100 miliar berdasar Pasal 310 dan 311 KUHP. Dia tidak terima harga dirinya diinjak-injak.
Perseteruan ini pun merembet hingga ke anaknya, A yang duduk di kelas 3 SD Al Khoiriyah, Koja, Jakarta Utara. A mulai diejek oleh rekannya di sekolah sehingga tidak mau sekolah lantaran malu.
Hal serupa juga diterima Yusri. Dia juga menjadi bahaan gunjungan oleh para tetangga.
"Dari sebelum libur dia (A) sudah enggak mau masuk sekolah. Dicemooh teman-temannya. Belum lagi teman mainnya di rumah. Saya sih sudah ke sekolahnya juga buat jelasin ke guru-guru di sekolah sama teman-temannya," kata Yusri saat berbincang dengan Liputan6.com.
Hal ini tidak membuat Ahok gentar. Dia malah melaporkan balik Yusri dengan tuduhan pelanggaran penggunaan KJP lantaran menarik uang tunai. Selain itu, Yusri disebut melakukan cara-cara politik dalam kasus ini.
"Nantilah kita lihat lah. Kalau begitu sih dia mainin politik namanya. Hukum tetap (berjalan) tepat itu, emaknya (ibunya) kurang ajar," tegas Ahok usai meresmikan RPTRA Pulogebang, Jakarta Timur, Rabu 23 Desember 2015.