Kaleidoskop Bisnis Oktober: Emas Freeport Bisa Perkuat Rupiah

Persoalan perpanjangan kontrak kerja PT Freeport Indonesia terus menjadi buah bibir

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 29 Des 2015, 18:45 WIB
Ilustrasi Pertambangan (Foto:Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Persoalan perpanjangan kontrak kerja PT Freeport Indonesia terus menjadi buah bibir. PT Freport bersikeras untuk memperpanjang izin operasi tambang emas dan tembaga di Papua itu. Bahkan Menteri Koordinator bidang Sumber Daya dan Kemaritiman Rizal Ramli mengaku pernah disogok.

Izin kontrak kerja Freeport di Indonesia sendiri akan habis pada 2021. Tambang emas Grasberg di Papua tersebut adalah tambang emas yang terbesar di dunia. tak heran, perusahaan asal Amerika Serikat tersebut sangat ingin memperpanjang kontrak.

Pemerintah juga berniat untuk membeli saham Freeport melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurut Rizal, Jika Freeport berhenti beroperasi dan seluruh pengoperasiannya diserahkan ke negara, perekonomian RI ditaksir bakal melesat. Bahkan Rizal menyebut, rupiah yang beberapa waktu belakangan ini terus tersungkur, akan menguat hingga Rp 5.000 per dolar AS.

Pemerintah Indonesia menuntut tiga permintaan terhadap PT Freeport Indonesia melalui Freeport McMoran Inc terkait kenaikan setoran royalti, divestasi dan pemrosesan limbah tailing (limbah turunan). Perusahaan tambang emas dan mineral raksasa ini diyakini bakal memenuhi hal tersebut karena sedang dalam posisi terjepit.

Kehadiran Lukas Enembe di areal tambang diklaim menerbitkan harapan karyawan terkait perpanjangan kontrak karya oleh pemerintah Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli mengungkapkan tiga permintaan itu, pertama, membayar kenaikan royalti emas menjadi 6 persen sampai 7 persen. Bahkan seharusnya bisa lebih karena dinilainya, pernah terjadi kecurangan Freeport menyogok pejabat Indonesia.

Rizal menjelaskan, sejak 1967-2014, Freeport Indonesia hanya menyetorkan royalti dari kekayaan alam yang dikeruk sebesar 1 persen untuk emas dan tembaga nol koma sekian persen. Sementara perusahaan tambang di dunia, rata-rata membayar royalti emas 6 persen-7 persen dan tembaga sekian persen.

"Kenapa begitu, mohon maaf karena ada Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Setiap perpanjangan kontrak terjadi KKN. Saat awal orde baru tidak apa, mungkin belum ada investor yang masuk, dan seharusnya sejak 1980-an, kita bisa diuntungkan dari setiap perpanjangan kontrak, tapi term tidak berubah karena pejabatnya mudah disogok," tegas Rizal di Gedung DPR Oktober lalu.

 


Rizal Ramli: Freeport Bertekuk Lutut ke RI Karena Kepepet


Rizal Ramli: Freeport Bertekuk Lutut ke RI Karena Kepepet

(Foto:Liputan6.com/Pebrianto Wicaksono)

Pemerintah Indonesia menuntut tiga permintaan terhadap PT Freeport Indonesia melalui Freeport McMoran Inc terkait kenaikan setoran royalti, divestasi dan pemrosesan limbah tailing (limbah turunan). Perusahaan tambang emas dan mineral raksasa ini diyakini bakal memenuhi hal tersebut karena sedang dalam posisi terjepit.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli mengungkapkan tiga permintaan itu, pertama, membayar kenaikan royalti emas menjadi 6 persen sampai 7 persen. Bahkan seharusnya bisa lebih karena dinilainya, pernah terjadi kecurangan Freeport menyogok pejabat Indonesia.

Rizal menjelaskan, sejak 1967-2014, Freeport Indonesia hanya menyetorkan royalti dari kekayaan alam yang dikeruk sebesar 1 persen untuk emas dan tembaga nol koma sekian persen. Sementara perusahaan tambang di dunia, rata-rata membayar royalti emas 6 persen-7 persen dan tembaga sekian persen.

"Kenapa begitu, mohon maaf karena ada Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Setiap perpanjangan kontrak terjadi KKN. Saat awal orde baru tidak apa, mungkin belum ada investor yang masuk, dan seharusnya sejak 1980-an, kita bisa diuntungkan dari setiap perpanjangan kontrak, tapi term tidak berubah karena pejabatnya mudah disogok," tegas Rizal.

Permintaan kedua, sambung Rizal, memproses lembah berbahaya dan beracun atau limbah tailing yang selama ini dibuang ke Sungai Amunghei di Papua. Limbah tersebut mengakibatkan biota sungai mati dan kesehatan warga sekitar terganggu.

Ketiga, percepat proses divestasi saham Freeport supaya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kita bisa masuk untuk ambil dan terlibat. Sebab selama ini, diakuinya, Freeport paling mencla mencle divestasi saham, ada saja alasannya supaya tidak melepas sahamnya.

"Kalau kita ngotot, kompak, dan tidak mudah dilobi, saya yakin Freeport akan menyerah. Kalau tidak, dia harus menyerahkan atau mengembalikan kontraknya ke Indonesia. Daripada mereka dapat nol, 60-70 persen juga mau. Sayangnya dari beberapa pejabat kita tidak paham teknis negosiasi dan terlalu mudah dilobi," jelas Rizal.

Lebih jauh dia meyakini, Freeport saat ini tengah dalam posisi sulit, padahal perusahaan tersebut merupakan tambang emas paling menguntungkan di dunia. Freeport, kata Rizal, sedang kepepet karena nilai valuasi perusahaan anjlok seperempatnya dibanding periode 2010.

Freeport McMoran, lanjutnya, juga tengah menderita rugi besar karena investasi senilai US$ 15 miliar terbuang sia-sia karena kegiatan pengeboran minyak di Teluk Meksiko tidak membuahkan hasil apapun alias nihil. Pemerintah Indonesia dinilai Rizal seharusnya dapat memanfaatkan kondisi Freeport tersebut untuk memberi nilai tambah bagi negara ini.

"Freeport makin kepepet, andalan satu-satunya cuma tambang di Indonesia. Kalau tidak kompromi dengan pemerintah Indonesia, Freeport Internasional bakal ada masalah karena sahamnya sudah jatuh sekarang. Posisi kita tinggi, jadi jangan memurahkan diri dengan menyatakan sudah melakukan perpanjangan kontrak karena Freeport pasti mau lobi apapun supaya diperpanjang kontraknya," pungkas Rizal.


2. Bos Freeport Pernah Sogok Rizal Ramli

Bos Freeport Pernah Sogok Rizal Ramli

Rizal Ramli (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Rizal Ramli punya kisah menarik soal Freeport. Dia mengaku perusahaan tambang emas dan tembaga ini pernah menyogoknya. ini ternyata pernah 'mengepret' Pemilik dan pendiri Freeport McMoran Inc, perusahaan raksasa tambang tembaga dan emas asal AS, James R Moffet.

Rizal memutar memorinya saat bertatap muka dengan James Moffet di periode tahun 2000. Kala itu, pertemuan tersebut membahas renegosiasi kontrak Freeport Indonesia. Rizal adalah Ketua Tim Renegosiasi saat itu bersama anggota lain Menteri Luar Negeri.

"Begitu James Moffet duduk, dia mengeluarkan tiga halaman paper. Dia bilang, Dr Rizal, we are ready to pay the government Indonesia 3 billion dolar. Tapi tolong lupakan sejarah perpanjangan kontrak 1980-an. Tapi saya tidak bisa menjelaskannya secara terbuka karena ini implikasinya luas kalau masuk New York Times, bisa ramai," ujar dia menutupi kisah kelam renegosiasi kontrak pada era 1980.

Sebagai kompensasi dari permintaan tersebut, sambung Rizal, Moffet bersedia membayar US$ 3 miliar. Tidak langsung setuju, Rizal meminta pejabat lain di pemerintah mempresentasikan kerajaan bisnis Freeport.

Dia bilang, bisnis Freeport bukan hanya sekadar tambang di Indonesia, tapi dagingnya disedot Freeport McMoran yang tercatat di New York Stock Exchange dengan keuntungan luar biasa besar.

"James Moffet kaget, kok kita bisa menganalisa keseluruhannya pakai data-data di pasar modal AS. Lalu saya bilang, James US$ 3 miliar sangat kecil buatmu, saya minta US$ 5 miliar plus renegosiasi soal royalti, limbah dan dia setuju. Tapi dia bilang harus minta persetujuan kepada pemegang saham minoritas lain di AS," ujar Rizal.

Tidak sampai di situ, Moffet bahkan sempat mengiming-imingi Rizal dengan fasilitas menarik sebagai pemberian gratifikasi, seperti tawaran terbang ke AS sampai menikmati hiburan ala kaum jetset di Negeri Paman Sam sesuai favorit Rizal Ramli.

"Begitu suasana lebih enak, Moffet bilang, Dr Ramli, lain kali jangan bertemu di Hotel Mahakam yang jelek ini. Kita ketemu di tempat orang kaya di AS, Colorado. Saya tahu Anda senang denga musik klasik, broadway, dan jika Anda ke sana, bisa pakai pesawat jet saya," terangnya.

Di depan anggota DPR, Rizal mengaku saat itu dirinya menolak dengan tegas tawaran Moffet tersebut. Hingga orang nomor satu di perusahaan tambang raksasa dunia ini bertekuk lutut di hadapan Rizal karena berani menyogoknya.

"Saat itu saya masih sangat muda, sangat sableng, akhirnya saya gebrak meja. James, are you going broadway? Lu pikir gue pemimpin negara Afrika? Lu bayar US$ 5 miliar, kalau setuju, kita bisa berteman. Lalu Moffet dari ujung berdiri dan nyaris cium tangan saya bilang mohon maaf bahwa dia hanya ingin bersahabat. Ini (Moffet), orang yang ditakuti di Indonesia, semua pejabat Indonesia ketakutan," terangnya.

Pada intinya, kata Rizal, apabila seluruh pejabat di Indonesia kompak meneggakkan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, tidak mudah dilobi dan disogok, maka bos Freeport sekalipun bisa menyerah dengan pemerintah indonesia. "James Moffet sekarang kalau mau ketemu saya saja, saya tolak," pungkas dia.


Dampak Serius Jika Freeport Berhenti Beroperasi

Dampak Serius Jika Freeport Berhenti Beroperasi

Ilustrasi Pertambangan (Foto:Antara)

Sebagian pihak meminta agar pemerintah tidak memberikan izin perpanjangan dan sebagian pihak ingin agar izin perpanjangan kontrak segera keluar. Lalu apa akibatnya jika izin operasional Freeport Indonesia tidak diperpanjang?

Staf Khusus Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Said Didu menjelaskan, jika izin operasional Freeport Indonesia tidak diperpanjang, dapat dipastikan Freeport akan mengajukan gugatan arbitrase. "Kalau izin Freeport dihentikan, kemungkinan yang terjadi mereka akan ajukan abritase," kata Said.

Selain gugatan arbritase, dampak lain jika Freeport Indonesia tidak diperpanjang izin operasinya setelah 2021 adalah berhentinya perekonomian Papua. Untuk diketahui, saat ini 94 persen perekonomian wilayah tersebut digerakkan oleh kegiatan pertambangan Freeport Indonesia.

"Kalau Freeport berhenti apa yang terjadi? Saya penah ke Mimika, ketemu kepala suku dan pemimpin agama, saya bisa menyimpulkan kalau Freeport Indonesia berhenti operasi sebulan saja maka akan terjadi kondisi sangat rumit," tuturnya.

Menurut Said, jika perusahaan asal Amerika Serikat tersebut berhenti melakukan investasi, maka akan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Pasalnya, kegiatan produksi Freeport Indonesia dipastikan akan berkurang.

"Kalau dideterminasi, umpamanya tidak dapat kepastian sekarang dia berhenti investasi dipastikan 2019 Freeport hanya berpoduksi 20 persen hingga 30 persen maka akan tejadi PHK besar -besaran," tambahnya.

Selain itu, Said melanjutkan, jika Freeport Indonesia mengajukan arbitrase Said khawatir, Pemerintah Indonesia akan kalah pada pengadilan internasional tersebut.

"karena Kontrak Karya menyatakan Freeport bisa minta perpanjangan kapan saja, pemerintah tak boleh menghalangi itu, kalau simbol perjuangan, kita kalah soal itu," tuturnya.

Namun Said menegaskan, Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, menangani perpanjangan kegiatan operasi pasca habisnya masak kontrak 2021 secara profesional.

"Saya ikut membaca, saya apresiasi pernyataaan pimpinan Freeport James R. Moffet kepada menteri ESDM, memberikan apresiasi profesionalisme. Kita hadapi dengan profesional," pungkasnya.


Pengusaha Papua Ingin Freeport Dikelola BUMN

Pengusaha Papua Ingin Freeport Dikelola BUMN

Pekerja menyusuri tunnel tambang bawah tanah DOZ PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua (Antara/Puspa Perwitasari)

Ketua Kadin Propinsi Papua, John Kabey usai Konferensi Pers Munas Kadin VIII, mengatakan, banyak warga sekitar area tambang belum tersentuh bantuan dari anak usaha Freeport McMoran itu, termasuk penyerapan tenaga kerja dari putra putri daerah.

"Komitmen Freeport membantu negara ini belum optimal. Kadin saja belum pernah dibantu, masyarakat sekitar tambang belum disentuh, padahal untung mereka besar, modal sudah kembali. Mereka hanya berusaha memberi hiburan, Persipura dibantu, berapa sih orang yang disejahterakan karena Persipura dibantu? Tidak banyak kan," katanya.

John mengungkapkan, keuntungan jika Freeport Indonesia yang sudah mengeruk tambang emas di Papua selama 30 tahun ini berhenti beroperasi, adalah negara ini bisa mengolah kekayaan alam tersebut untuk kepentingan rakyat.

"Kalau Freeport stop operasi, kita punya kekayaan alam di dalam negara ini. Pada suatu saatnya nanti kita bisa mengolahnya sendiri, jadi lebih cepat lebih baik," ujarnya.

Untuk itu, dia berharap, pemerintah Indonesia dapat mengambilalih kepemilikan saham di Freeport Indonesia melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Tujuannya agar aset negara tetap menjadi milik pemerintah dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. "Kalau pemerintah Indonesia bisa ambilalih, kami dukung. Lewat BUMN, karena itu aset negara," kata John.

Sedangkan kerugian apabila Freeport berhenti operasi, John bilang, nasib ribuan karyawan terancam dirumahkan meskipun jumlah penyerapan tenaga kerja untuk putra putri daerah belum maksimal.

"Yang kerja di sana pegawai tambang bawah tanah dari Filipina dan lainnya. Tapi dari Indonesia juga banyak walaupun belum maksimal menyerapnya. Nah kalau Freeport tutup, nasib karyawan ini bagaimana," ucapnya.

Namun demikian, John bilang, pemerintah perlu mengambil sikap tegas supaya Freeport Indonesia mematuhi aturan yang berlaku. "Kalau suruh bangun smelter, ya dibangun dong, jika tidak jangan boleh ekspor. Pemerintah harus tegas, dia harus IPO di sini, bangun smelter di Timika, bangun pembangkit listrik," pungkas dia.


Jika Freeport Dikelola Negara, Rupiah Bisa Tembus Rp 5.000 Per Dolar

Jika Freeport Dikelola Negara, Rupiah Bisa Tembus Rp 5.000 Per Dolar

Ilustrasi dana BLT

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli mengajukan persyaratan jika Freeport masih tertarik mengeruk kekayaan alam Indonesia di Papua dalam bentuk emas dan tembaga. Pasalnya selama ini, bangsa Indonesia tidak menikmati keuntungan dari perpanjangan kontrak dengan anak usaha Freeport McMoran berbasis di AS.

"Jangan bayar royalti 1 persen lagi, naikkan jadi 6-7 persen. Royalti tembaga juga harus lebih tinggi. Jangan buang limbah sembarangan tanpa diproses dan jangan cari-cari alasan tidak mau divestasi saham," tegas dia.

Rizal menambahkan, perusahaan tambang lain, seperti Newmont dan lainnya tidak ada yang seberani Freeport Indonesia. PT Newmont Nusa Tenggara dan perusahaan tambang lain, katanya, mengolah limbahnya sebelum dibuang ke sungai atau laut.

"Kenapa Freeport bisa berani? Mohon maaf itu karena pejabat kita mudah disogok. Kalau saya bicara lebih detail, bisa masuk ke New York Times, jadi mending kita simpan dulu," ujarnya.

Lebih jauh dijelaskan dia, inilah saatnya bagi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk menulis ulang sejarah pengelolaan sumber daya alam Indonesia mengingat ada cadangan emas sangat besar sekitar 23 juta ounce, begitupula dengan cadangan tembaga.

"Kita tidak anti asing, tapi I bayar lebih fair dong. Kalau Freeport mau melakukan syarat itu, kita baru bersedia negosiasi. Kalau tidak, kembalikan tuh kontrak karya. Kita bisa kok masukkan cadangan emas (Freeport) ke cadangan Bank Indonesia (BI), rupiah dapat menguat 5.000 per dolar AS," tutur Rizal.

Dengan demikian, dia meminta agar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said untuk melakukan negosiasi kontrak sesuai aturan berlaku, yaitu dua tahun sebelum kontrak berakhir di 2021. Jadi proses negosiasi baru bisa dimulai pada 2019.

"Makanya harus dipepet Freeport itu, jangan negosiasi sekarang. Ada Menteri yang keblinger mau negosiasi sekarang. Kita bikin kepepet, sehingga pihannya terbatas buat mereka. Pasti Freeport atau Pendiri dan Pemilik Freeport McMoran, James R Moffet mau kok tandatangan, daripada rugi, mending dapat 60-70 persen," pungkas Rizal. (Zul/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya