Liputan6.com, Manado - Masyarakat di Desa Buyat, Kecamatan Kotabunan, Kabupaten Bolmong Timur (Boltim), Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), sedang heboh. Bukan karena adanya pencemaran limbah logam berat atas perusahaan tambang emas PT Newmont Minahasa Raya seperti terjadi beberapa tahun silam, melainkan salah satu warganya digigit dan diseret buaya saat mencari ikan.
Kehebohan berawal saat Aldi Modeong (21) sedang mencari ikan di Danau Buyat bersama 2 orang lainnya, yaitu Uly Modeong dan Sengkang Makagingge, pada Minggu, 27 Desember 2015.
Dengan menggunakan sampan (perahu), ketiganya menangkap ikan dengan tombak di pinggiran danau tersebut. Entah dari mana datangnya, tiba-tiba saja seekor buaya menyerang perahu dengan bagian ekornya.
Baca Juga
Advertisement
Aldi yang sedang berdiri paling depan lalu terjatuh. Ditemui di Rumah Sakit Prof Kandou Manado, dia kembali menuturkan kejadian itu.
"Kami baru mau menangkap ikan di situ. Tiba-tiba perahu saya diserang buaya dengan ekornya, sehingga saya terjatuh ke air," kata Aldi pada Senin, 28 Desember 2015.
Ketika terjatuh dalam air, dia langsung diserang buaya. Paha kirinya digigit. "Saya sempat 2 kali ditarik ke dasar danau. Saat itu saya berteriak minta tolong," tutur dia.
Akibat gigitan buaya pada paha dan betis kanannya, dia harus mendapatkan 40 jahitan.
Uly yang berada sekitar 5 meter dari posisi Aldi bergegas menolongnya yang sedang diseret buaya ke lumpur danau. "Saya mau tarik, dia (Aldi) bilang, 'Kak jangan tarik karena paha saya masih digigit buaya'," tutur dia.
Teringat legenda tentang asal mula buaya penunggu danau yang menjadi lokasi pencarian puluhan nelayan untuk mencari ikan tersebut, Uly pun berbicara dalam bahasa daerah setempat, yaitu Mongondow.
"Saya bicara dalam bahasa daerah kepada buaya. Jangan ganggu karena ini cucumu, sehingga langsung dilepas buaya. Ini satu mukjizat karena dengan bahasa adat, buaya bisa mengerti," ujar Uly.
Warga Buyat lainnya, Sahrul Maniku, mengisahkan danau tersebut dihuni banyak buaya yang jinak. Namun ketika terganggu, buaya itu akan menyerang.
"Menurut cerita turun-temurun, di danau itu memang ada buaya yang memiliki kembaran manusia. Sehingga ada perjanjian antara manusia dan buaya itu untuk tidak saling menganggu," kata Sahrul.
Dia menjelaskan selama berpuluh-puluh tahun nyaris tidak ada korban yang diserang buaya, kendati danau tersebut setiap hari menjadi tempat warga menangkap ikan.
"Telaga (danau itu) menjadi tempat warga mencari ikan. Kalau ada banyak warga sudah ribut atau mengeluarkan kata-kata kasar itu bahaya. Tahun ini sudah ada 2 kasus warga digigit buaya," ujar Sahrul.**