Kaleidoskop Bisnis November: Buruh Meradang, UMP 2016 Diteken

Pemerintah menetapkan penentuan upah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

oleh Nurmayanti diperbarui 30 Des 2015, 19:41 WIB
Ilustrasi Upah Buruh (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta - Setiap tahun, pemerintah bersama buruh dan pengusaha menetapkan besaran upah di masing-masing provinsi. Setiap kali pula, penetapan upah menuai pro dan kontra, antara pengusaha maupun buruh yang tak cocok dengan nilai yang ditetapkan.

Khusus pada tahun ini, pemerintah menetapkan penentuan upah berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan. Aturan ini sebagai jalan tengah karena melihat tarik ulur penetapan upah setiap tahunnya.

Tetap saja, PP tidak surut meredakan konflik penetapan upah yang selalu berakhir dengan aksi mogok para pekerja. Pengusaha pun menuai ancaman akan hengkang dari Indonesia bila penetapan upah tak sesuai dengan kemampuan mereka.

Dasar Penetapan UMP 2016

Presiden Joko Widodo (Jokowi) tertanggal 23 Oktober 2015 menandatangani PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Aturan ini yang menjadi dasar penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2016.

Dalam PP itu menyebutkan kebijakan pengupahan diarahkan untuk pencapaian penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi pekerja/buruh. Penghasilan yang layak sebagaimana dimaksud merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup Pekerja/Buruh dan keluarganya secara wajar.

Upah terdiri atas komponen seperti upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap, menurut PP ini, besarnya Upah pokok paling sedikit 75 persen dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.

“Upah sebagaimana dimaksud diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama,” bunyi Pasal 5 ayat (4) PP tersebut, melansir laman Sekretariat Kabinet (Setkab).

Adapun pendapatan non upah berupa tunjangan hari raya keagamaan. Selain tunjangan hari raya keagamaan, menurut PP ini, pengusaha dapat memberikan pendapatan non upah berupa bonus uang pengganti fasilitas kerja dan/atau uang servis pada usaha tertentu. Menurut PP ini, upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil.


Buruh Demo Besar-besaran

Ribuan buruh melakukan aksi mogok nasional menuntut pemerintahan Jokowi-JK membatalkan kenaikan BBM dan menaikan upah layak untuk buruh. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Buruh Demo Besar-besaran

Penetapan UMP berdasarkan PP Pengupahan tak serta merta memuaskan buruh. Mereka bahkan menuntut aturan ini dicabut.

Pertama kali, buruh menggelar aksi mogok pada 30 Oktober. Aksi kemudian berlanjut pada 24-27 November dalam bentuk aksi mogok nasional.
 
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebutkan ada tiga tuntutan buruh dalam aksi ini, yaitu pencabutan PP Nomor 78 tahun 2015,‎ karena dinilai melanggar Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 tentang kehidupan layak.
 
PP tersebut ditolak karena penetapan upah tidak berdasarkan komponen standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang direkomendasi dewan pengupahan.

"Meminta dicabut PP 78 2015 karena pelanggaran kontitusi dalam UUD 1945 dapat penghidupan layak, apa upah minimum menuju hidup layak harus dipenuhi pemerintah, dengan turunan ‎UU 13 Tahun 2003, penetapan upah minimum oleh Gubernur berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan berdasarkan survei di pasar itu KHL," tegas dia.

Tuntutan buruh berikutnya adalah membatalkan penerapan formula kenaikan upah, inflasi+pertumbuhan ekonomi. Alasannya, hal tersebut ‎juga dinilai tidak sesuai KHL.

Tuntutan selanjutnya adalah meminta gubernur menaikan upah pekerja 2016 di kabupaten kota sebesar Rp 500 sampai 600 ribu atau sekitar 25 persen dari upah saat ini.

Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan jengah dengan kelakuan buruh yang selalu mengancam demo sampai mogok nasional untuk menuntut kenaikan gaji tinggi.

Padahal pemerintah sudah menerbitkan aturan pengupahan baru sehingga ada kepastian bagi dunia usaha dan buruh.

Mantan Ketua Umum Apindo, Sofjan Wanandi meminta buruh berhenti melucuti pengusaha dengan cara-cara lawas, demo dan mogok nasional setiap tahun supaya tuntutan dipenuhi pemerintah dan pelaku usaha.

"Itu cara-cara lama mesti stoplah. Tidak usah lagi ancam-ancam, capek diancam terus. Buat kita tidak ada yang bisa diancam lagi, kita sama-sama susah. Kalau tidak mau kerja, keluar saja, masih banyak kok yang mau bekerja," kelakar Sofjan.

Ia mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan formula upah terbaru berdasarkan perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Tujuannya untuk memberikan kepastian dalam lima tahun ke depan kepada pelaku usaha dan investor.

"Yang fair saja, jangan minta hal-hal yang tidak mungkin. Kita saja mempertahankan perusahaan di tengah persaingan seperti ini susah. Jadi formula upah itu harus diterima," jelas Sofyan yang kini menjadi Ketua Tim Ahli Ekonomi Wakil Kepresidenan.

Pemerintah pun memberikan tanggapan tuntutan buruh. Pemerintah mengklaim kebijakan itu sebagai yang terbaik bagi pengusaha dan buruh.

Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri mengungkapkan, penerbitan PP 78 terkait Pengupahan telah mempertimbangkan dan mengakomodir pihak pekerja dan dunia usaha, serta masyarakat yang belum bekerja supaya mendorongnya masuk ke pasar kerja.

"Jadi kita minta sudahlah, tidak perlu  diributkan lagi, karena ini sudah mengakomodir semua pihak. Fakta penerapannya di lapangan juga sudah terlihat baik," tegas dia.

Kata Hanif, kenaikan upah minimum yang berlandaskan pada regulasi tersebut rata-rata mencapai 11,5 persen. Penyesuaian upah tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan basis kenaikan upah tanpa berpegang pada PP 78 dengan rata-rata kenaikan 6 persen-9 persen.

Buruh menggugat

Seakan tak puas dengan menggelar aksi mogok dan tak digubris pemerintah, Serikat Buruh berencana mengajukan gugatan Peraturan Pemerintah/ PP Nomor 78 Tahun 2015 ke Mahkamah Agung (MA) atau judicial review untuk mengagalkan penerapan formula pengupahan.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan,‎ PP Nomor 78 tahun 2015‎ soal Pengupahan dinilai telah melangar konstitusi Undang-undang Dasar 1945 pasal 27 tentang kehidupan layak dan turunannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003.

"Meminta dicabut PP 78 2015 karena pelanggaran kontitusi dalam UUD 1945 dapat penghidupan layak,‎" kata Said.

Said mengatakan, PP tersebut ditolak karena penetapan upah tidak berdasarkan komponen standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang direkomendasi dewan pengupahan, tetapi dengan formula inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi. Formula tersebut dinilai tidak sesuai dengan hidup layak.

"Undang-undang Nomor 3 Tahun 2003 menyebutkan Pasal 88, upah minimum adalah menuju hidup layak dan itu harus dipenuhi pemerintah,"‎ pungkas dia.

Meski terus mendapatkan penolakan dan tekanan, besaran upah 2016 akhirnya ditetapkan. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sebanyak 28 provinsi telah menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2016.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jaminan Sosial (Jamsos) Kemnaker, Haiyani Rumondang mengatakan, setelah melakukan perhitungan di provinsi masing-masing, sebanyak 28 kepala daerah telah menetapkan UMP 2016.

Berikut daftar 28 provinsi yang telah menetapkan UMP:
 
1. Kepulauan Riau tetapkan UMP 2016 sebesar Rp 2.178.710, naik 11,5 persen dari Rp 1.954.000.

2. Kalimantan Barat tetapkan UMP 2016 sebesar Rp 1.739.400, naik 11,5 persen dari Rp 1.560.000.

3. Nusa Tenggara Barat (NTB) tetapkan UMP 2016 sebesar Rp 1.482.950, naik 11,5 persen dari Rp 1.330.000.

4. Sumatera Barat, tetapkan UMP 2016 sebesar Rp 1.800.725, naik 11,5 persen dari Rp 1.615.000.

5. Jambi, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 1.906.650, naik 11,5 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 1.710.000.

6. Nanggroe Aceh Darussalam, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 2.118.500, naik 11,5 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 1.900.000.

7. Kalimantan Selatan, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 2.085.050 atau naik 11,5 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 1.870.000.

8. Banten, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 1.784.000 atau naik 11,5 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 1.600.000.

9. Gorontalo, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 1.875.000 atau naik 17,19 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 1.600.000.

10. Bali, menetapkan UMP 2016 sebesar  Rp 1.807.600 atau naik 11,5 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 1.621.172.


11. Sumatera Utara, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 1.811.875 atau naik 11,5 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 1.625.000.

12. Bangka Belitung, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 2.341.500 atau naik 11,5 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 2.100.000.

13. Kalimantan Tengah, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 2.057.550 atau naik 8,5 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 1.896.367. 

14. Sulawesi Utara, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 2.400.000 atau naik 11,63 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 2.150.000.

15. Sulawesi Tengah, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 1.670.000 atau naik 11,33 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 1.500.000.

16. Maluku, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 1.775.000 atau naik 7,58 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 1.650.000.

17. Papua Barat, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 2.237.000 atau naik 11,02 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 2.015.000.

18. Sulawesi Barat, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 1.864.000 atau naik 12,59 persen dari UMP 2015 sebesar Rp1.655.500.

19. Bengkulu, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 1.605.000 atau naik 7 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 1.500.000.

20. Riau, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 2.095.000 atau naik 11,55 persen dari UMP 2015 sebesar  Rp 1.878.000.

21. DKI Jakarta, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 3.100.000  atau naik 14,81 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 2.700.000.

22. Kalimantan Timur, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 2.161.253 atau naik 6,67 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 2.026.126.

23. Sulawesi Selatan, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp2,250,000 atau naik 12,5 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 2.000.000.

24. Kalimantan Utara, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 2.175.340 atau naik 7,36 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 2.026.126.

25. Lampung, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 1.763.000 atau naik 11,51persen dari UMP 2015 sebesar Rp 1.581.000.

26. Sulawesi Tenggara, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 1.850.000 atau naik 11,99 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 1.652.000.

27. Maluku Utara, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp 1.681.266 atau naik 6,57 persen dari UMP 2015 sebesar Rp 1.577.617.

28. Jawa Barat, menetapkan UMP 2016 sebesar Rp Rp 2.250.000.(Nrm/Ndw)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya