Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana akan mencabut otorita Batam dengan membubarkan Badan Pengusahaan (BP) Batam yang menjadi otoritas dalam sektor ekonomi di kawasan Batam, Kepulauan Riau. Pembubaran dilakukan karena dianggap ada tumpang tindih kewenangan antara BP Batam dengan Pemerintah Kota Batam.
Pemerintah juga menaksir dengan adanya otorita Batam yang dikelola oleh BP Batam, negara telah merugi setidaknya sebesar Rp 20 triliun.
"Dengan adanya otorita, 10 tahun negara kehilangan Rp 20 triliun di perpajakan. Presiden mempertanyakan, bagaimana caranya (agar tidak merugi)," ujar Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo usai melantik Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Riau Nurmantyo xdi Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Kamis (31/12/2015).
Baca Juga
Advertisement
Sebagai informasi, detail dari kerugian tersebut antara lain terdiri dari kontribusi bea masuk sebesar Rp 5,8 triliun, pajak pertambahan nilai sebesar Rp 10,7 triliun, pajak penjualan barang mewah sebesar Rp 500 miliar, dan pajak penghasilan Rp 2,8 triliun.
Alhasil, pemerintah memutuskan untuk menghapus otorita Batam per Januari 2016 mendatang. "Otorita Batam per Januari, hapus! Untuk mempercepat investasi," lanjut Tjahjo.
Dengan demikian, di kemudian hari Batam tidak lagi akan bersifat khusus dari sektor ekonomi. Pemerintah akan memperlakukan Batam seperti wilayah lain pada umumnya di Indonesia tanpa mengeluarkan undang-undang.
"Nanti dengan PP (Peraturan Pemerintah) saja. Batam (nantinya) sudah tidak lagi diberlakukan daerah yang terlalu khusus," terang Tjahjo.
Tjahjo kembali menambahkan, jelang penghapusan otorita Batam, termasuk pembubaran BP Batam, lintas kementerian akan melakukan kajian terlebih dahulu.
"Pembahasan dengan Menko Perekonomian dan menteri-menteri terkait minggu lalu, memutuskan perlu studi cepat yang akan selesai pertengahan Januari 2016 mengenai status otorita Batam," sambungnya.
Berubah Status dari Free Trade Zone menjadi Kawasan Eonomi Khusus
Status kawasan perdagangan dan pelabuhan Batam yang semula FTZ (Free Trade Zone) juga akan berganti menjadi KEK (Kawasan Ekonomi Khusus). Dalam surat yang ditandatangani Sekretaris Kabinet Pramono Anung pada 15 Desember lalu mengenai sikap pemerintah terhadap penghapusan otorita Batam dijelaskan bahwa, FTZ telah diawali dengan pembentukan BP Batam melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 65 Tahun 1970
Pada tahun 2000, FTZ memberikan fasilitas bea masuk. Pada saat inilah dimulai keributan dualisme pengelolaan Batam karena Batam menjadi status kota dan menjadi bagian dari provinsi.
Polemik dari status FTZ tidak berhenti sampai di situ, ternyata begitu sulit untuk memberlakukan Batam sebagai area FTZ. Pasalnya, wilayah FTZ harus bebas dari penduduk dan harus dipagari. Sementara, industri sudah tumbuh di tengah kota. Akhirnya ditetapkanlah seluruh pulau Batam dan sebagian pulau Bintan menjadi FTZ. Hal tersebut menyebabkan harga barang mewah di Batam menjadi murah.
Masih dalam surat yang sama, dijelaskan bahwa masalah yang terjadi di Batam adalah tidak adanya pelabuhan. Hal tersebut membuat Batam ketergantungan dengan Singapura untuk keperluan bongkar muat peti kemas.
Kinerja Batam pun dinilai tidak memuaskan yang menyebabkan banyak investor keluar dari Batam. Hal itu ditambah lagi dengan pemicu pembentukan Iskandar Development Region Malaysia yang sudah dibentuk dengan posisi berhadapan dan berseberangan dengan Batam.