Liputan6.com, Baghdad - Nada Saleh berdiri di depan tendanya, di tengah udara dingin yang berembus di wilayah padang pasir Irak. Perempuan itu menceritakan saat-saat mengerikan ketika keluarganya nyaris terjebak, menjadi bagian dari cengkeraman terakhir ISIS di Ramadi, Irak.
Saat kekuatan pemerintah menyerang Ramadi, untuk mengambil alih kota itu, ISIS menyeret paksa keluarga-keluarga dari rumah mereka, untuk di pindahkan ke bagian timur kota.
Kala itu, Nada hanya bisa menatap tak berdaya, saat suaminya menantang para militan, menolak keluarganya dibawa.
Enam anak pasangan itu menangis sejadinya saat kepala keluarga mereka dibawa paksa dengan pedang terhunus di lehernya. Meski akhirnya selamat, pria itu harus menghadapi interogasi pihak pemerintah.
Baca Juga
Advertisement
Nada dan anak-anaknya, beserta beberapa ratus keluarga lainnya, kini menetap di kamp di Habbaniyah di timur Ramadi. Mereka relatif beruntung, meski harus mengigil kedinginan. Setidaknya, nyawa masih menyatu dengan raga.
Saat malam tiba, para pria bergiliran menjaga kamp, sementara para perempuan dan anak-anak berpelukan di dalam tenda, mengatasi hawa dingin gurun.
Pihak pemerintah Irak mengatakan, masih ada 1.000 keluarga yang terjebak di distrik paling timur Ramadi, yang masih dikuasi ISIS. Mereka diyakini dijadikan 'tameng hidup'.
Salah satu perempuan muda yang baru saja tiba di Habbaniyah bersama keluarganya menceritakan nestapa di Ramadi yang nyaris jadi kota mati.
"Kami hidup tanpa makanan selama 2 bulan, tanpa air selama 10 hari," kata dia kepada CNN, yang dikutip Liputan6.com, Senin (4/1/2015).
"Tak kira terkejutnya kami ketika berkendara, melarikan diri ke luar kota. Kami hanya melihat kehancuran, rumah-rumah yang runtuh dan jalanan yang tak lagi utuh. Kami nyaris tak mengenali kota itu."
Ia yang namanya tak disebutkan itu mengungkapkan, para militan ISIS di Ramadi telah melarikan diri, atau terbunuh saat tentara mengambil alih kota.
"Kami melihat mereka, jasad-jasad mereka di jalanan. Anjing-anjing memangsa kepala mereka. Yang terlihat hanya bagian tangan dan kaki."
Perempuan itu dan keluarganya beruntung bisa lari. Sebab, ISIS mengancam akan membunuh siapapun yang berusaha lari dari Ramadi.
"Kami menunggu tentara Irak mengamankan rute kami. Mereka yang memintanya," kata dia. "Aku yakin, ISIS ingin menggunakan kami sebagai perisai hidup, pun dengan anak-anak kami."
Ramadi Tersisa Puing
Tentara Irak, yang didukung kekuatan udara Barat, akhirnya mengusir ISIS dari jantung Ramadi.
Televisi Irak menayangkan cuplikan rekaman tentara mengibarkan bendera nasional di kantor pemerintahan di kota tersebut. Itu adalah kemenangan besar pertama bagi Irak atas ISIS -- yang juga mengklaim sebagian wilayah Suriah.
Suara ledakan dan berondongan peluru masih kerap terdengar di Ramadi. Meski seperempat wilayah itu masih dikuasai ISIS, PM Irak Haider al-Abadi sudah berani mendeklarasikan bahwa 2016 akan menjadi 'tahun pengusiran ISIS dari Irak'.
Selama perebutan, koalisi yang dipimpin AS melancarkan 630 serangan udara sejak Juli lalu. Gempuran dari udara dan darat membuat Ramadi luluh lantak.
Perlu restorasi dan rehabilitasi besar-besaran untuk memulihkannya -- termasuk infrastruktur dasar untuk menjamin hidup penghuninya.