Intimidasi Reshuffle Menteri

Angin reshuffle kabinet kian berembus kencang. Bahkan Jokowi dikabarkan didikte hingga diintimidasi. Mengapa bisa terjadi?

oleh Ilyas Istianur PradityaTaufiqurrohmanSugeng TrionoPutu Merta Surya Putra diperbarui 05 Jan 2016, 00:05 WIB
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berpose bersama para Menteri didampingi pasangannya masing-masing, Jakarta, Senin (27/10/2014). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Elite partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) menggelar pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, Kamis, 12 November 2015. Di Istana Kepresidenan itu, pertemuan digelar secara tertutup.

Ketua Umum PPP versi Muktamar Surabaya, Romahurmuziy, yang turut serta di acara itu mengungkapkan ada 3 fokus pembicaraan dalam pertemuan yang berlangsung hampir 3 jam itu. Di antaranya terkait konstelasi politik nasional dan konsolidasi KIH.

Namun saat disinggung soal pembahasan reshuffle kabinet, ia bungkam. "Hal-hal lain yang lebih detail tentu tidak semua bisa disampaikan," ujar pria yang akrab disapa Romi itu.

Meski terkunci rapat, sinyal reshuffle kabinet terpancar dari Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta. Wapres Jusuf Kalla atau JK mengakui jika Jokowi dan KIH membahas soal itu.

"Bahwa masalah politik, masalah reshuffle jadi bagian dari pembicaraan," ucap JK di Kantornya, Jakarta, Jumat, 13 November 2015.

Sejak sinyal itu kian memancar, nama-nama yang dikabarkan akan diganti pun bermunculan. Mereka dinilai tak mampu menjalankan serta menerapkan program Presiden Jokowi yang terkandung dalam Nawacita dan Trisakti Bung Karno.

"Pak Joko Widodo akan lebih menentukan menteri-menteri di bidang politik, ekonomi, keamanan dan lainnya," ucap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli, Rabu 18 November 2015.

Di antara nama yang disebut santer bakal digusur di antaranya Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya dan Jaksa Agung HM Prasetyo.

"Isu yang berkembang ada 2 orang dari Nasdem yang akan digugurkan, yakni Jaksa Agung karena kasus Sumatera Utara dan Menhut karena kasus asap yang tidak cepat ditangani," kata pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bakti di Jakarta, Selasa, 24 November 2015.

Bahkan desakan juga muncul dari gedung Parlemen untuk mencopot Menteri BUMN Rini Soemarno. Hal ini menyusul rekomendasi Pansus Pelindo II yang menyebut Menteri Rini telah membiarkan tindakan yang melanggar peraturan perundang-undangan.

Rini dianggap telah dengan sengaja tidak melaksanakan kedudukan, tugas, dan wewenangnya sesuai UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Asal 6 ayat 2a dan Pasal 24 ayat 2 serta UU 19 Tahun 2003 tentang BUMN Pasal 14 ayat 1.

Namun begitu, kewenangan reshuffle kabinet berada di tangan Presiden Jokowi. PDIP sebagai partai penguasa menegaskan tak akan turut campur dalam wacana perombakan Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).

"Kita tunggu Presiden. PDIP tidak dalam posisi meminta reshuffle, terkecuali Presiden meminta pertimbangan ke PDIP. Ini hak prerogatif Presiden. Kami tak inisiasi. Semua kendali di tangan Presiden," ujar Hasto di Hotel Sahid Jakarta, Selasa, 10 November 2015.

PDIP, kata dia, akan tetap menyampaikan hasil Pansus Pelindo II ke Presiden Jokowi. Ini dilakukan lantaran Pansus dianggap telah menemukan bukti pelanggaran tersebut.

"Hanya saja, kami sampaikan, rekomendasi Pansus Pelindo telah menemukan bukti bahwa ada menteri yang melanggar undang-undang," kata Hasto di kantor DPP PDIP, Jakarta, Senin, 4 Januari 2016.


Ritual Jokowi

Ketua DPP PDIP, Maruarar Sirait tampak mengawal ketat para capres/cawapres Joko Widodo dan Jusuf Kalla menuju gedung KPU. Senin (19/5/14) (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Ritual Jokowi

Nama politikus PDIP Maruarar Sirait dikenal dekat dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Maruarar diketahui telah lama mendampingi Jokowi.

Meski tak masuk dalam kabinet atau staf kepresidenan, pria yang akrab disapa Ara itu acap kali bertemu dan berbincang dengan Presiden Jokowi.

Pengalaman mendampingi Jokowi itulah yang membuat Ara mengetahui cara Jokowi saat mengambil keputusan terkait perombakan atau reshuffle Kabinet Kerja. Dia mengatakan ada 2 hal yang dilakukan Jokowi jelang perombakan kabinet.

"Dalam melakukan itu (reshuffle), Presiden Jokowi hanya melakukan 2 hal, yaitu bekerja dan berpikir. Semuanya itu dilandaskan dengan pola pikir beliau, yaitu pertimbangan legal justice dan social justice," ujar Ara dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa, 24 November 2015.

Selain 2 pertimbangan tersebut, Presiden Jokowi juga diminta untuk tidak termakan isu atau bisikan orang-orang di sekitarnya. Dalam mengganti menteri, Jokowi harus mendasarkan pada hasil kinerja selama menjadi pembantu presiden, bukan karena alasan politik.

"Sehingga siapa pun yang akan kena reshuffle maka basisnya adalah kinerja yang dinilai tidak memuaskan, bukan karena kebutuhan konfigurasi politik baru‎‎," kata Anggota Komisi III DPR Arsul Sani saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Jumat, 12 November 2015.

Sementara Menteri Rizal Ramli meminta menteri baru hasil pilihan Presiden Jokowi itu nantinya harus memiliki jiwa pemimpin. Sebab, modal ini akan membuat sang menteri mampu bekerja sama dengan timnya.

"Bagus lagi kalau memiliki kompetensi, kemampuan teknis. Jadi yang paling penting training ideologi dulu. Tahu Trisakti enggak, tahu Nawacita tidak," ujar Rizal.


Jokowi Diintimidasi?

Presiden Jokowi. (Liputan6.com)

Jokowi Diintimidasi?

Presiden Jokowi meminta tidak boleh ada yang mendikte, mengintimidasi, dan mendesaknya mengenai perombakan atau reshuffle kabinet. Sebab, reshuffle kabinet adalah kewenangannya sebagai presiden.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung menegaskan Jokowi memiliki hak prerogatif mengenai perombakan kabinet. Keputusan nantinya harus dihormati.

"Presiden memang punya kewenangan hak prerogratif dan itu dijamin undang-undang, tentunya persoalan reshuffle sepenuhnya menjadi kewenangan Presiden. Memang beberapa waktu lalu ada yang meminta 2 nama (jadi menteri) dan sebagainya," kata Pramono Anung di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (4/1/2016).

Dia mengatakan keputusan Jokowi dalam mengganti pembantunya harus dihormati. "Presiden dalam memutuskan akan mendengarkan dan berkonsultasi diskusi dengan Wapres. Di luar itu, berilah kewenangan itu pada Presiden," kata Pramono.

Lalu apakah benar PAN meminta 2 menteri? "Itu tersebutkan, tapi kan sudah dibantah oleh PAN. Kalau sudah dibantah ya sudah. Yang jelas, kalau ada reshuffle itu sepenuhnya kewenangan Presiden," Pramono menegaskan.

Presiden Jokowi menegaskan, perombakan kabinet adalah kewenangannya. Dia berharap, jangan ada pihak yang mendesaknya.

"Reshuffle adalah hak prerogatif Presiden. Tidak boleh ada yang dikte-dikte, intimidasi, desak-desak. Ini adalah hak prerogatif Presiden," kata Jokowi, usai bersepeda di Hari Bebas Berkendara Bogor, di depan gerbang Istana Kepresidenan Bogor, Minggu, 3 Januari 2015.

Partai Amanat Nasional (PAN) resmi mendukung pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Bergabungnya PAN ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH) itu disampaikan langsung Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan kepada Presiden Jokowi pada Rabu, 2 September 2015.

Wasekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lukman Edy menilai dukungan tersebut tidak gratis, melainkan ada timbal‎ balik.

"PAN masuk ditawarkan 1 atau 2 jabatan di kementerian sebagai tanda atau simbol bagian pemerintah," kata Lukman di gedung DPR, Jakarta, Jumat, 4 September 2015.

Lukman mengusulkan bila nanti ada perombakan kabinet jilid II untuk memasukkan kader PAN‎, maka 4 ketua umum dari PKB, PDIP, Partai Nasdem, dan Hanura harus duduk bersama untuk membahasnya.**

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya