Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tetap akan memutuskan kontrak dengan PT Godang Tua Jaya (GTJ) sebagai pengelola Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang. Hanya saja, pemprov tidak mau gegabah dan ingin melakukan audit terlebih dahulu.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak ingin ada celah hukum jika pemutusan kontrak jadi dilaksanakan. Dia tidak mau ada masalah baru setelah pemutusan kontrak dilakukan.
"Kita enggak mau ada celah hukum. Kan sudah ada peringatan 1, 2, terus diaudit dong," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Rabu (6/1/2016).
Mantan Bupati Belitung Timur itu sudah memiliki bukti audit dari BPK perihal dugaan adanya kerugian negara. Dia ingin ada bukti kedua melalui audit independen.
"Kan sudah ada peringatan sudah, periksa sudah lakukan belum, ada niat enggak? Sudah investasi belum? Begitu, belum kita putus," tutur Ahok.
Baca Juga
Advertisement
Ahok belum bisa menentukan kapan audit itu bisa diumumkan mengingat pihak yang akan mengaudit belum ditentukan.
"Belum tahu (auditornya)," sahut Ahok.
Dalam evaluasi BPK 2013 disebutkan Pemprov DKI rugi Rp 182 miliar dalam pengelolaan sampah di Bantargebang. Begitu juga dengan laporan 2014, BPK menilai pemerintah telah merugi sekitar Rp 400 miliar.
Karena itu, Pemprov DKI akan mengelola sendiri TPST Bantargebang. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2016, Dinas Kebersihan dan Pertamanan mengalokasikan dana tak kurang dari Rp 260 miliar untuk swakelola sampah.
Ahok menyatakan, anggaran itu jauh lebih kecil dari sebesar Rp 336 miliar yang dikeluarkan untuk tipping fee atau biaya yang dikeluarkan anggaran pemerintah kepada pengelola sampah kepada PT GTJ selama ini. Anggaran yang bisa dihemat akan digunakan untuk membeli alat berat dan biaya operasional pengelolaan sampah setahun.
Meski begitu, dana pembinaan lingkungan atau community development yang diterima Kota Bekasi tetap akan diberikan. Jumlahnya pun lebih dari 20% sebagaimana yang didapat Bekasi saat ini.
Kemudian, Pemprov DKI juga masih mengalokasikan tipping fee kepada PT GTJ selama 10 hari atau sekitar Rp 8 miliar. Sebab, pemutusan kontrak baru terjadi pada 10 Januari 2016 atau 105 hari dari surat peringatan pertama yang dilayangkan pada 25 September 2015.