Keong Pembawa Schistosomiasis Masih Hidup di Lindu dan Poso

Keong pembawa penyakit Schistosomiasis masih berkembang biak di dua daerah, yaitu di Kecamatan Lindu dan Poso, Sulawesi Tengah.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 08 Jan 2016, 11:00 WIB
Keong menyebabkan penyakit Schistosomiasis di Sulawesi Utara | Via: liputan6.comm

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan menyebutkan keong pembawa penyakit schistosomiasis masih berkembang biak di dua daerah, yaitu Kecamatan Lindu dan Poso, Sulawesi Tengah. Meski jumlah kasusnya berkurang, upaya pencegahan terus dilakukan.

Seperti disampaikan Dirjen Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, Mohamad Subuh, setidaknya ada 54 hektare lahan yang menjadi tempat berkembang biak keong pembawa penyakit Schistosomiasis. Setengah lahannya bahkan merupakan kawasan hutan lindung sehingga sulit menekan penyebarannya.

"Yang bisa dilakukan adalah treatment as prevention, mengubah perilaku masyarakat yang tadinya tidak bersepatu menjadi bersepatu," katanya saat temu media di Kementerian Kesehatan, Jakarta, ditulis Jumat (8/1/2016).

Sebelumnya, 17 penyakit tropis masih menjadi ancaman di 149 negara di dunia dan mengancam kehidupan jutaan orang. Ke-17 penyakit itu adalah dengue, rabies, trakom, buruli ulcer, treponematoses, lepra, penyakit changas, human African trypanosomiasis, leishmaniasis, cysticercosis, dracunculiasis, echinococcosis, infeksi trematode lewat makanan, lymphatic filiariasis (kaki gajah), onchocerciasis, schistosomiasis, dan cacing perut.

Di Indonesia, menurut Subuh, penyakit tropis yang masih ada dan mengancam adalah filiariasis (kaki gajah), schistosomiasis, leptopirosis, frambusia, cacingan, rabies, polio (Indonesia telah bebas polio di tingkat nasional dan masih menargetkan di semua daerah).

Schistosomiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh cacing pipih trematoda dari spesies Schistosoma japonicum. Melalui perantara keong dari genus Oncomelania, penyakit schistosomiasis atau dikenal sebagai bilharziasis, merujuk pada nama dokter dari Jerman, Theodore Bilharz, yang menemukan penyakit ini tahun 1851, berkembang ke manusia.*

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya