Liputan6.com, Jakarta - Pada Selasa 6 Januari 2016, guncangan berkekuatan 5,1 skala Richter terdeteksi berpusat di Korea Utara, 19 kilometer di timur laut Sungjibaegam. Kecurigaan pun terbesit. Jangan-jangan, itu bukan gempa alami, melainkan dampak uji coba nuklir pihak Pyongyang.
Benar saja, lewat kantor berita KCNA, rezim Kim Jong-un mengumumkan baru saja melakukan uji coba bom hidrogen.
Dunia pun dicekam 'horor' -- bayangan gelap bencana nuklir di masa depan yang melampaui kengerian akibat lindu yang dipicunya.
Memang benar, kegiatan manusia bisa memicu gempa. Selain uji coba senjata, guncangan yang bisa terekam pemantau seismik juga bisa diakibatkan air yang diisikan ke sebuah bendungan, injeksi cairan ke kedalaman Bumi, penambangan batu bara, pembangunan bangunan tertinggi di dunia -- seperti yang terjadi dalam konstruksi gedung Taipei 101 di Taiwan.
Gegap gempita fans american football di Seattle, Amerika Serikat pada Desember 2013 lalu bahkan dilaporkan memicu gempa minor yang mencapai magnitude 1 dan 2 skala Richter.
Baca Juga
Advertisement
Tak hanya gempa kecil. Disulut teori konspirasi -- bahkan pendapat ilmiah -- sejumlah orang menduga, ada unsur 'kesengajaan manusia' di balik gempa dahsyat yang menewaskan banyak orang.
Memang, belum ada bukti sahih yang mendukung teori tersebut. Sekedar mengingatkan, berikut 3 peristiwa gempa besar yang dituding dipicu ulah manusia, seperti Liputan6.com kutip dari berbagai sumber, Rabu (6/1/2016):
Gempa Sichuan Dipicu Bendungan?
Gempa Sichuan Dipicu Bendungan?
Pada Senin 12 Mei 2008, patahan seismik pecah sepanjang 240 km, di kedalaman 19 km bawah tanah, dengan episentrum 80 km dari kota Chengdu -- yang berpenduduk 7,6 juta jiwa. Seluruh Sichuan pun berguncang hebat selama 2 menit.
Gempa kala itu berkekuatan 7,9 skala Richter. Akibatnya sungguh tak terperi. Sebanyak 69.197 orang dinyatakan tewas, sementara 18.222 lainnya hilang.
Seperti dikutip dari situs Shanghaiist, sejumlah ilmuwan Tiongkok dan AS mengklaim, gempa Sichuan terjadi akibat ulah manusia. Apa maksudnya?
Para ilmuwan menuding waduk raksasa Zipingpu, yang berjarak 3 mil atau 4,8 kilometer dari pusat gempa menjadi pemicunya.
Bendungan tersebut menampung air sebanyak 315 juta ton. Sejumlah ahli geologi yakin, bobot tersebut mengubah tekanan di sepanjang garis patahan.
Salah satu ahli yang mengemukakan klaim tersebut adalah Fan Xiao dari Sichuan Geology and Mineral Bureau di Chengdu. Ia berpendapat, konstruksi dan pengisian air ke bendungan tersebut memicu bencana.
"Ada banyak kasus di mana air dalam bendungan memicu gempa," kata dia seperti dikutip dari Telegraph. "Gempa semacam itu tak biasanya terjadi di area tersebut."
Sebelumnya, tak pernah dilaporkan aktivitas seismik yang lebih besar dari magnitude 7 SR di zona tersebut.
Dengan mengubah kuantitas air di wilayah tersebut, bendungan tersebut bisa jadi melepaskan tekanan antara dua sisi patahan -- yang membuat keduanya bergerak.
Namun, anggapan tersebut dibantah pihak pemerintah. Penelitian ilmiah lebih lanjut juga dibutuhkan untuk menguak misteri tersebut.
Advertisement
Gempa Haiti Ulah AS?
Gempa Haiti Ulah AS?
Nestapa Haiti berawal pada 12 Januari 2010. Kala itu, gempa mengguncang. Kekuatannya 'hanya' 7 skala Richter, namun akibatnya luar biasa.
Lindu itu bertanggung jawab atas kematian lebih dari 200 ribu jiwa, sementara 1,5 juta kehilangan tempat bernaung.
Guncangan hebat yang berlangsung pukul 04.30, berpusat di 15 mil dari ibu kota Port-au-Prince -- kota dengan populasi paling padat di Haiti. Sekitar 70 persen bangunan rata dengan tanah, nyaris tak ada yang bisa dijadikan tempat mengungsi.
Bahkan istana Presiden ikut rubuh.
Belum lagi semua jasad korban dimakamkan, tudingan muncul dari Venezuela. Presidennya kala itu, Hugo Chavez menuding gempa Haiti adalah dampak uji coba 'senjata tektonik' yang dilakukan Amerika Serikat.
"Presiden Chavez mengatakan, AS sedang bermain 'menjadi Tuhan' dengan menguji alat yang bisa membuat malapetaka berkedok bencana alam," demikian seperti dikutip koran berbahasa Spanyol, ABC, seperti Liputan6.com kutip dari situs sains LiveScience.
"Chavez mengatakan gempa mematikan tersebut muncul setelah pengujian 'senjata pemicu gempa' yang dilakukan di lepas pantai Haiti," demikian seperti dikabarkan media Iran, Press TV.
Chavez menuduh, AS menggunakan gempa Haiti sebagai dalih untuk menduduki negara itu. Caranya, dengan mengirimkan tentara dengan dalih membantu korban gempa -- meski para ilmuwan menyebut, gempa Haiti ternyata disebabkan oleh patahan (fault) yang belum pernah dipetakan.
Sementara itu, media di Venezuela menuding bahwa gempa Haiti mungkin berkaitan dengan proyek High Frequency Active Auroral Research Program (HAARP) -- sebuah fasilitas penelitian yang berbasis di Alaska untuk mempelajari sifat dan perilaku ionosfer (lapisan teratas atmosfer).
HAARP telah lama jadi target teori konspirasi, pusat spekulasi liar bahwa program tersebut dirancang untuk mengendalikan cuaca, bahkan lebih buruk lagi: gempa.
Baca selengkapnya soal HAARP di tautan ini.
Gempa dan Tsunami Aceh 2004 Disengaja?
Gempa dan Tsunami Aceh 2004 Disengaja?
Tudingan serius dilancarkan terkait bencana gempa dan tsunami di Samudra Hindia pada 2004.
Kala itu, 26 Desember 2004, gempa megathrust bawah laut berkekuatan 9,1 skala Richter mengguncang Samudera Hindia di lepas pantai Sumatera Utara, Indonesia. Seluruh Bumi pun bergetar hebat.
Gelombang raksasa muncul setinggi 30 meter, menghantam Aceh, Thailand, Sri Lanka, India, Maladewa, dan pesisir timur Afrika. Jutaan liter air laut tumpah ke daratan.
Lebih dari 230 ribu nyawa melayang atau dinyatakan hilang. Menjadi salah satu bencana terdahsyat pada Abad ke-21.
Secara geologis, bencana katastropik itu terjadi ketika lempeng Hindia disubduksi oleh lempeng Burma.
Namun, sejumlah penganut teori konspirasi tak lantas puas.
Sejumlah rumor beredar di dunia maya. Ada yang menuding, bencana itu sengaja dipicu AS, untuk mengalihkah perhatian dari perang Irak.
Sampai-sampai, soal itu jadi perbincangan di warung kopi dan bar.
"Kenapa AS sampai mengirimkan kapal perangnya ke sana? Mengapa komandan senior perang Irak datang ke sana," desainer Mark Tyler bicara perlahan, sambil menyesap bir di gelasnya di Distrik Wan Chai, Hong Kong seperti dikutip situs Dawn.
Apalagi, kata dia, bencana itu terjadi tepat setahun setelah gempa 6,6 SR mengguncang kota kuno Bam di Iran pada 26 Desember 2003 yang menewaskan 26 ribu manusia.
"Apakah itu hanya kebetulan belaka? Dan omong-omong, tak ada aktivitas seismik yang sebelumnya terekam di Sumatra sebelum gempa. Aneh," tambah dia.
Situs BBC pada 2005 juga memberitakan rumor konspirasi yang mempersoalkan pangkalan militer AS di Pasifik, Diego Garcia yang selamat dari tsunami yang memantul liar di sepanjang Samudera Hindia. Sementara, pulau-pulau lainnya porak-poranda.
Namun, pejabat Angkatan Laut AS di Diego Garcia langsung membuat bantahan di situsnya.
Menurut mereka, pulau tersebut tak terhempas tsunami karena dikelilingi perairan dalam dan pantainya yang tinggi tak memungkinkan gelombang raksasa terbentuk.
Bantahan juga disampaikan Dr Bart Bautisda, kepala ilmuwan di Philippine Institute of Volcanology and Seismology.
Menurut dia, tak mungkin ada senjata yang bisa memicu gempa dan tsunami sehebat itu. "Untuk memicunya diperlukan energi yang sangat besar. Tak masuk akal," kata dia.
Advertisement
Kisah Nyata Bom Tsunami
Namun, ada fakta lain yang mengejutkan. Senjata pemicu tsunami ternyata bukan sekedar omong kosong.
Pada era Perang Dunia II Amerika Serikat dan Selandia Baru melakukan uji coba 'bom tsunami' yang bertujuan menghancurkan kota pesisir. Dengan cara menggunakan ledakan di bawah laut untuk memicu gelombang raksasa.
Pengujian kala itu dilakukan di New Caledonia dan Auckland. Hasilnya, senjata -- yang disebut-sebut rival bom nuklir -- itu dinyatakan bisa dipakai.
Dalam operasi rahasia dengan kode 'Project Seal', sekitar 3.700 bom diledakkan, pertama di New Caledonia, dan kemudian di Semenanjung Whangaparaoa, dekat Auckland.
Pembuat film Ray Waru menemukan dokumen soal itu di tumpukan arsip lawas. "Mengejutkan, ada orang saat itu yang kepikiran mengembangkan senjata massal yang didasarkan pada tsunami," kata dia seperti dikutip dari Telegraph.
Namun, tak mudah untuk 'menciptakan' tsunami. Dibutuhkan sekitar 2 juta kilogram bahan peledak yang tersusun dalam jarak sekitar 5 mil atau 8 km dari pantai yang jadi target.