Tanggapan DPR soal Rilis Data Warga Miskin oleh BPS

Anggota DPR Komisi XI Hendrawan Supratikno meminta pemerintah membuka lapangan kerja untuk atasi kemiskinan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Jan 2016, 16:17 WIB
Kehidupan di Kampung Dadap, sebagian besar warganya hidup di bawah garis kemiskinan. Mata pencarian mereka sebagian besar menjadi nelayan, Banten, sabtu (6/9/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Hendrawan Supratikno menuding Badan Pusat Statistik (BPS) menyembunyikan realitas jumlah warga miskin di Indonesia dengan pendapatan per kapita setiap bulan Rp 344.809.

Sementara standar dari Bank Dunia menetapkan penduduk miskin berpendapatan US$ 2 per hari atau Rp 780 ribu (asumsi kurs Rp 13.000).

"Kita akan tegur BPS karena banyak menyembunyikan kepura-puraan. Pendapatan per kapita orang yang dianggap miskin Rp 340 ribu, ini kebangetan. Pantas saja kemiskinan tersembunyi, tidak mencerminkan kerasnya hidup dan tidak melihat diri kita sesungguhnya," tegas Hendrawan di Jakarta, Kamis (7/1/2016).

Menurut Politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini, BPS seharusnya menetapkan pendapatan per kapita lebih tinggi dari Rp 344.809 per kapita setiap bulan.

Alasannya, Hendrawan menjelaskan, standar internasional yang diberlakukan Bank Dunia, pendapatan per kapita penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan sebanyak US$ 2 per hari.

"Harusnya kita menggunakan standar internasional. Kalau pendapatannya lebih besar dari Rp 344 ribu, maka orang miskin di Indonesia banyak sekali. Orang pasti akan terkejut, wajah kita begitu buruk karena banyak orang miskin," jelas Hendrawan.

Ia mengatakan, kesalahan BPS adalah cenderung mencari angka-angka moderat agar menyembunyikan keburukan.

Padahal, lanjut Hendrawan, kemiskinan di Indonesia sudah masuk dalam kemiskinan struktural, di mana jumlah penduduk miskin kian bertambah karena angka pengangguran meningkat.

Untuk itu, Hendrawan mengaku, pemerintah perlu membuka kesempatan kerja seluas-luasnya kepada masyarakat khususnya di perdesaan agar terangkat dari kemiskinan.

Salah satu yang sudah dilakukan pemerintah adalah mengalokasikan anggaran dana desa sampai Rp 47 triliun untuk membangun dan mengembangkan perdesaan.

"Sayangnya, banyak yang yang ditransfer mengendap di bank daerah hingga Rp 255 triliun. Mungkin karena pemerintah daerah kurang perencanaan matang, administrasi tidak siap, khawatir dengan Kejaksaan dan KPK. Jadi lainnya, pemerintah perlu membuka investasi sebesar-besarnya sehingga bisa menjawab masalah ini," terang Hendrawan.

Sekadar informasi, BPS sebelumnya  melaporkan kenaikan jumlah orang miskin di periode September 2015 sebanyak 780 ribu orang menjadi 28,51 juta jiwa.

Garis kemiskinan pun tercatat naik 4,24 persen akibat pengaruh komoditas makanan yang cukup besar dibanding non makanan.

Kepala BPS, Suryamin mengungkapkan, garis kemiskinan naik sebesar 4,24 persen selama Maret 2015-September 2015. "Dari total Rp 330.776 per kapita per bulan pada Maret 2015 menjadi Rp 344.809 per kapita setiap bulan di periode September lalu," pungkas Suryamin.  (Fik/Ahm)

 

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya