Liputan6.com, Vatican City - Provokatif dan satir adalah gaya majalah Prancis, Charlie Hebdo. Seperti keputusan yang pernah mereka ambil, dengan memajang karikatur Nabi Muhammad di sampul luar -- tindakan yang dinilai sebagai penghinaan bagi umat Islam.
Akibatnya, mematikan. Pada 7 Januari 2015, dua teroris merangsek masuk ke ruang redaksi media itu. Mereka melepaskan tembakan membabi buta. Total 12 nyawa terenggut.
Duka Charlie Hebdo menjadi duka dunia. Simpati pun mengalir, dengan simbol 'Je suis Charlie'.
Kini, jelang peringatan terjadinya teror, Charlie Hebdo menerbitkan edisi khusus sebanyak 1 juta eksemplar.
Baca Juga
Advertisement
Dalam sampul depan, terpampang karikatur sosok berjanggut penuh amarah, dengan noda darah di tangan dan pakaiannya -- sambil menyandang senapan.
"1 an apres, l'assassin court toujour," kata-kata itu terpampang di halaman muka yang didominasi warna hitam. Yang bisa diartikan, "setahun berlalu, namun pembunuh masih berkeliaran."
Sosok dalam karikatur tersebut merepresentasikan Tuhan. Kali ini, Vatikan yang naik darah.
Harian Vatikan, L’Osservatore Romano menyebut, Charlie Hebdo telah memanipulasi keyakinan.
"Di balik kedok bendera sekularisme tanpa kompromi, majalah Prancis sekali lagi lupa bahwa para pemimpin agama dari keyakinan yang berbeda, telah berulang kali menolak kekerasan atas nama agama," demikian isi artikel media Vatikan, seperti dikutip dari CNN, Kamis (7/1/2016).
"Menyalahgunakan Tuhan untuk menjustifikasi kebencian adalah sebenar-benarnya penistaan agama," itu yang berulang kali disampaikan Paus Fransiskus.
Vatikan menilai, Charlie Hebdo tak menghormati keyakinan umat beragama.
Sebelumnya, setelah serangan terhadap Charlie Hebdo, Paus Fransiskus mengutuk kekerasan tersebut. Paus juga mengimbau semua pihak menghormati keyakinan orang lain.
"Anda tak boleh memprovokasi, Anda tak boleh menghina kepercayaan orang lain dan menjadikannya bahan olok-olok," tegas Paus saat berkunjung ke Filipina, seperti dimuat Reuters, 15 Januari 2015.
Charlie Hebdo tetap menerbitkan majalahnya pasca-serangan. Di sampulnya terpampang seorang pria yang mengenakan turban dengan tetesan air mata di pipinya, sembari memegang tulisan 'Je suis Charlie' (Saya adalah Charlie).
Di atas gambar itu terpampang tulisan dalam bahasa Prancis 'Tout est Pardonne' yang berarti, semua sudah dimaafkan. Diduga, itu adalah karikatur Nabi Muhammad.
Namun, kepada jurnalis Amanpour dari CNN, kepala publikasi Charlie Hebdo, Laurent Sourisseau mengatakan, "Karikatur itu merepresentasikan secara simbolis figur Tuhan."
"Bukan, itu bukan (Nabi) Muhammad. Ia adalah sosok di atasnya. Tuhan atas semua keyakinan," ia menambahkan.*