Liputan6.com, Jakarta - Chiropractic tengah menjadi sorotan publik, menyusul dugaan malapraktik yang menewaskan Allya Siska Nadya (33). Putri Vice President Communication PT PLN Persero Alfian Helmy Hasjim itu meninggal sehari, setelah menjalani terapi di klinik Chiropractic First, Pondok Indah Mall (PIM) 1, Jakarta Selatan, Agustus 2015.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Diresrkrimum) Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti pun mempunyai pengalaman sendiri terkait chiropractic.
Saat itu, anak Krishna mengalami masalah tulang, sepulang dari Amerika Serikat. Dia disarankan agar membawa anaknya ke klinik chiropractic.
"Jadi waktu kami pulang dari New York, dari hasil asuransi ada gangguan terhadap tulang anak saya. Nah, waktu di PIM mereka buka praktik, ada booth," ujar Krishna di Mapolda Metro Jaya, Kamis 7 Januari 2015.
Menurut dia, anaknya ditawari paket terapi 15 kali dengan biaya Rp 15 juta. Namun Krishna urung mengambil paket tersebut, setelah melihat metode terapi yang dilakukan.
Krishna bersama istrinya yang menyaksikan langsung anaknya diterapi, langsung membatalkan niatnya. Ia khawatir, terapi tersebut justru berbahaya bagi kesehatan anaknya.
"Karena sistem praktiknya aneh kayak diurut, sampai bunyi krek krek gitu, istri saya kan takut. Terus dia bilang, jangan, pakai dokter saja," kenang mantan anggota Interpol itu.
Tak hanya itu, mertua Krishna yang berusia 70 tahun juga ditawari agar mengikuti terapi chiropractic. Para terapis menjanjikan bisa memulihkan stamina lansia menjadi lebih segar, seperti muda lagi.
Baca Juga
Advertisement
"Tapi saya enggak mau. Praktiknya saja kayak begitu. Saya enggak mau keluarga kenapa-napa," tandas Krishna, sebelum mengetahui klinik tersebut ternyata ilegal.
Dugaan Malapraktik Allya
Kasus dugaan malapraktik klinik Chiropractic First mencuat, seiring tewasnya Allya Siska Nadya. Putri mantan petinggi BUMN itu meninggal dunia, sehari setelah menjalani terapi di klinik tersebut di PIM 1, Jakarta Selatan.
Setelah melunasi biaya terapi Rp 17 juta, Allya menjalani terapi sehari 2 kali. Namun pada 6 Agustus 2015, usai menjalani terapi, perempuan 33 tahun itu merasakan nyeri tak tertahan di bagian lehernya hingga mual serta muntah.
Allya kemudian dibawa ke Rumah Sakit Pondok Indah oleh ayahnya, Alfian. Melihat kondisi Allya, dokter jaga langsung membawanya ke ruang Intensive Care Unit (ICU). Esok paginya pada 7 Agustus 2015, kondisi Allya semakin menurun hingga mengembuskan napas terakhir.
Diagnosis tim medis RS Pondok Indah, dokter Fahreza Aditya mengungkapkan, Allya awalnya menderita penyakit kifosis cervicalis, yakni gangguan berupa lekukan tulang punggung. Namun pada detik terakhir hidup Allya, dokter menemukan adanya kelainan tulang leher yang diduga akibat terapi chiropractic.