Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) telah menyepakati harga jual beli uap dan listrik panas bumi untuk Pembangkit Listrik (PLTP) Kamojang Unit 1,2,3 dan Lahendong 1, 2, 3 dan 4.
Manajer Senior Public Relations PLN, Agung Murdifi mengatakan, besaran harga untuk uap panas bumi yang akan dialirkan ke PLTP Kamojang 1,2, dan 3 disepakati sebesar US$ 0,06 per kWh, sedangkan listrik untuk PLTP Kamojang 4 sebesar US$ 0,094 per kWh.
"Besaran harga tersebut mengacu pada harga listrik panas bumi dari PLTP Kamojang 5 yang sudah diverifikasi oleh BPKP, yakni sebesar US$ 0,094 per kWh. Kesepakatan ini akan ditetapkan dalam kontrak baru," kata Agung, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (8/1/2016).
Kesepakatan yang difasilitasi oleh Kementerian BUMN ini tentu sangat positif untuk pengembangan panas bumi di masa mendatang, khususnya untuk mencapai target pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam bauran energi pada 2025 yang ditetapkan pemerintah sebesar 23 persen.
PLN dan Pertamina mengapresiasi kesepakatan yang telah terjadi, kesepakatan ini sekaligus menunjukkan komitmen kedua belah pihak dalam usaha mencukupi kebutuhan energi listrik untuk masyarakat.
Baca Juga
Advertisement
"Dengan adanya kesepakatan ini, diharapkan bisa memberikan kemanfaatan yg sebesar-besarnya bagi masyarakat. Hal ini sejalan dengan cita-cita PLN dan Pertamina untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat," ungkapnya.
Sebelumnya, Pertamina dan PLN mengalami konflik karena belum menemui kesepakatan harga uap panas bumi PLTP unit 1,2,dan 3.
Proses penetapan harga uap panas bumi dari PT Geothermal Energy ke Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang Unit 1,2 dan3 dengan total kapasitas pembangkitan 140 Mega Watt (MW) yang dioperatori anak usaha PT PLN (Persero) PT Indonesia Power berjalan alot, dengan begitu pasokan uap tersebut berpotensi dihentikan.
Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, negosiasi antara Pertamina dan PLN mengalami kebuntuan mengenai harga jual uap untuk ketiga pembangkit tersebut.
Padahal, Pertamina telah menawarkan agar kedua perusahaan dapat kembali memperpanjang interim agreement harga jual uap sambil melakukan negosiasi harga sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini.
Menurut Wianda, jika hingga waktu yang diberikan tersebut PLN belum memberikan respons yang layak, maka per 1 Februari 2016, Pertamina terpaksa harus menghentikan pasokan uap panas bumi untuk pembangkit PLN.
“Tentu saja hal ini sangat disayangkan apabila harus terjadi karena dapat menjadi preseden buruk bagi upaya memacu pengembangan panas bumi dan energi baru terbarukan di Indonesia," ungkap Wianda.
Sedangkan PT PLN (Persero) menyatakan harga uap panas bumi yang di tawarkan PT Pertamina Geotherman Energy (PGE) untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) Kamojang Unit 1,2,3 terlalu mahal.
Agung Murdifi mengatakan, kondisi PLTP Kamojang 1,2,3. PT PLN (Persero) hingga saat ini masih mengkaji tarif yang ditawarkan oleh Pertamina terkait dengan harga uap yang dinilai terlalu tinggi .
“kalau harga uap yang ditawarkan wajar, kami mungkin akan beli, karena selama ini kami sudah kerjasama selama 32 tahun dengan Pertamina," tutup Agung. (Pew/Gdn)
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6