Liputan6.com, Jakarta - Atas upaya Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), Pemerintah Negara bagian Puntland, Somalia, serta pemilik kapal akhirnya menyelamatkan semua anak buah kapal (ABK). Tetapi saat itu hanya 10 WNI ABK yang diijinkan pulang, sementara 2 lainnya ditahan dengan beberapa tuduhan pelanggaran terkait tuntutan denda terhadap pemilik kapal.
Namun kini keduanya sudah diperbolehkan kembali ke Tanah Air.
"Hari ini 2 orang WNI ABK Kapal Al Amal yang ditahan oleh Pemerintahan separatis di Puntland, Somalia, sejak Agustus tiba di Jakarta menggunakan EY 474 yang mendarat pukul 14.25 WIB. Kemlu bersama wakil pemilik kapal menjemput di bandara dan memastikan keduanya dipulangkan hingga ke daerah asalnya. Keduanya adalah Molir Henry Pattikawa (Kapten Kapal) dan Azis Hermanus (Juru Mesin)," ungkap Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia, Lalu Muhamad Iqbal dalam keterangannya saat media gathering, Senin (11/1/2016).
Pada 4 Agustus 2015, karena cuaca, kapal Al Amal Karam di perairan Somalia. Kapal dalam perjalanan dari Al Mukalla, Oman, menuju Mombasa, Kenya.
Baca Juga
Advertisement
Kapal berbendera Yaman (operator) akan tetapi dimiliki perusahaan Korea Selatan. Selain WNI juga terdapat WN Kenya dan Vietnam.
Selain kondisi kapal, hal lain yang dikhawatirkan ketika itu adalah perompakan oleh kelompok-kelompok perompak Somalia yang banyak beroperasi di perairan tersebut. Sejak menerima berita pertama kalinya tanggal 5 Agustus, KBRI terus berkomunikasi dengan ABK melalui telepon satelit untuk memastikan kondisi terakhir mereka.
Pada 6 Agustus 2015, atas bantuan UNODC dan Kepolisian Puntland, Somalia, seluruh ABK kapal dapat dievakuasi ke pantai El Merina, Negara Bagian Puntland, Somalia. Pada 7 Agustus seluruh ABK Kapal dibawa menuju Ibu Kota Puntland, Garowe.
Pada 11 Agustus KBRI Nairobi bersama Tim UNODC datang ke Garowe untuk menjemput 12 ABK WNI. Namun demikian pihak Puntland hanya mengijinkan 10 WNI dibawa pulang karena 2 WNI lainnya (Kapten dan Juru Mesin) ditahan karena tuduhan memasuki wilayah secara ilegal dan melakukan pencurian ikan.
"KBRI selanjutnya membawa 10 WNI ABK ke Nairobi dan selanjutnya memulangkan ke Indonesia. Sebagai catatan, Puntland adalah negara bagian di Somalia yang berupaya memisahkan diri dari Pemeirntah Federal dan membentuk pemerintahan sendiri," tutur Iqbal.
Meskipun 10 WNI ABK sudah dipulangkan, Menlu RI memerintahkan agar Kemlu dan KBRI Nairobi terus mengupayakan pembebasan 2 WNI lainnya yang masih ditahan. Kemlu dan KBRI berkoordinasi dengan Kepala UNODC Global Sea Crime Programme.
Kemlu juga berkoordinasi dengan Kedubes Korea Selatan di Jakarta guna memastikan agar pemilik kapal (perusahaan Korea) menjalankan tanggungjawabnya, termasuk kemungkinan membayar denda.
Indikasi bahwa kedua WNI akan dibebaskan sudah diperoleh Kemlu dari pihak UNODC pada minggu terakhir Desember 2015. Namun saat itu masih menunggu kesiapan pemilik kapal untuk membayar denda yang dijatuhkan.
Segera setelah pemilik kapal menyampaikan kesediaan membayar denda tersebut, pada tanggal 31 Desember kedua WNI dibebaskan melalui proses pengadilan. Tanggal 9 Januari kedua WNI dibebaskan dan diterbangkan oleh pemilik kapal Nairobi dengan Freedom Air Express dari Garowe menuju Nairobi.
Dari Nairobi pemilik kapal memulangkan keduanya ke Indonesia. Seluruh biaya pembebasan dan pemulangan kedua WNI dibiayai oleh Burum Company Seafood, pemilik kapal di Korea Selatan.