Liputan6.com, Jakarta - "Oh my God, it's awful (mengerikan). It's so bad," ujar Mirna usai menyeruput kopi Vietnam yang tersaji di mejanya, di Kafe Olivier, West Mall Grand Indonesia Shopping Town, Jakarta Pusat.
Perempuan 27 tahun itu kemudian mengibas-ngibas bagian hidung dan mulutnya dengan kedua tangannya. Tak lama, perempuan cantik itu bersandar ke kursi dan kepalanya menengadah ke atas ke langit kafe.
Setelah itu Mirna mulai kejang dan mulutnya berbusa. Perempuan yang baru sebulan menikah itu pun kehilangan kesadaran.
Detik-detik kematian Wayan Mirna Salihin itu terungkap dalam prarekonstruksi yang digelar Polda Metro Jaya di Kafe Olivier, Senin (11 Januari 2016).
Prarekonstruksi itu diikuti dua teman Mirna, Hani dan Jessica. Keduanya adalah rekan Mirna saat minum kopi di kafe tersebut. Peran Mirna sendiri digantikan seorang pelayan perempuan.
Baca Juga
Advertisement
Prarekonstruksi ini dipimpin langsung Kepala Subdirektorat Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Herry Heryawan.
Dari pantauan Liputan6.com, dalam kondisi tersebut seorang pelayan pria mendatangi meja dan mengelap busa di mulut pemeran pengganti Mirna. Lalu 3 pelayan membopong tubuh kejang Mirna ke atas kursi roda. Hani menjelaskan kepada penyidik, dia bersama pelayan membawa Mirna ke klinik mal.
"Udah itu kita bareng-bareng bawa Mirna ke klinik di bawah," kata Hani.
Hani mengungkapkan, dia menelepon suami Mirna, Arief Sumarko dan mengabarkan kondisi Mirna yang memburuk. Di telepon, Arief menyarankan agar Hani memberi istrinya teh manis hangat.
"Terus aku bilang, 'gue enggak berani, dia udah kejang terus mulutnya berbusa'. Akhirnya suaminya Mirna bilang, 'Oke gue ke sana'," ucap perempuan yang mengenakan blus merah muda tersebut.
Diracun
Meski belum dipastikan, kuat dugaan kematian mendadak Mirna akibat diracun. Sebab, hasil autopsi menyatakan Mirna tidak memiliki riwayat penyakit yang mengganggu. Sebaliknya, hasil autopsi mengungkap ada luka lambung yang dialami pengantin baru tersebut.
Luka itu diduga karena zat asam yang kuat dan bersifat korosif yakni sianida. Dugaan ada zat sianida di dalam kopi yang diseruput Mirna makin kuat, karena saat meninggal Mirna mengeluarkan busa di mulut dan lambungnya terluka.
Dalam banyak kasus, racun yang dapat melukai lambung adalah sianida.
Fakta lain penyelidikan mengungkap, Mirna tidak memesan kopi yang diteguknya. Namun rekannya yang datang lebih dulu yang memesankan.
"Mirna tidak memesan, tapi dipesankan. Dia datang, barang itu sudah ada," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Krishna Murti di Jakarta, Minggu (10 Januari 2016).
Selain memeriksa sampel kopi yang diminum dan mengautopsi tubuh Mirna, polisi juga memeriksa rekannya, Hani dan Jessica.
Namun, pemeriksaan sempat mengalami kesulitan karena Jessica menolak diperiksa. Belakangan, kata Kombes Krishna Murti, Jessica akhirnya bersikap kooperatif. Ia bersedia dimintai keterangan bahkan ikut gelar prarekonstruksi.
"Beliau kooperatif. Datang dan ada di lokasi (pra rekonstruksi). Intinya, kita sudah periksa dan (hasilnya) tidak bisa menyampaikannya ke publik," ujar Krishna.
Pembunuh Mirna
Dengan digelarnya prarekonstruksi tersebut dan sudah diketahuinya hasil autopsi, semakin dekat bagi polisi mengungkap siapa pembunuh Mirna.
Sebelumnya, kepolisian kesulitan mengungkap titik terang kasus ini karena dari rekaman closed circuit television (CCTV) yang banyak tersebar di kafe itu, posisi Mirna tidak tergambar jelas.
"CCTV banyak, ada di mana-mana, tapi posisi duduk Mirna itu terhalang oleh rerimbunan pohon buatan," ujar Krishna.
Kendati, polisi mulai mendapatkan gambaran utuh kejadian tewasnya Mirna dengan mengurai peristiwa-peristiwa yang terjadi menjelang kematian perempuan itu. Dari rekaman CCTV, polisi mendapatkan petunjuk siapa yang pertama datang ke lokasi kejadian.
"Kelihatan di CCTV tubuhnya, tapi hanya itu yang kelihatan. Yang lainnya tidak. Seperti tangan, kaki, itu tidak terlihat. Kalau urutan siapa yang datang dan perginya kelihatan," Krishna menjelaskan.
Diketahui juga bila Mirna tidak memesan es kopi Vietnam yang diseruputnya. Kopi tersebut sudah dipesankan oleh rekannya yang terlebih dulu datang ke lokasi kejadian.
"Mirna tidak memesan, tapi dipesankan. Dia datang, barang itu sudah ada," beber perwira yang pernah bertugas di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat itu.
Kepergian Mirna membuat keluarganya shock. Namun, mereka sedikit lega setelah mengetahui hasil autopsi.
"Kata polisi tidak ada penuntutan kalau tidak ada autopsi. Jadi diautopsi, dan lumayan lah hasilnya. Dokter bilang begitu," ujar Darmawan Salihin, ayah Mirna di Ruang Flourite, Rumah Duka RS Dharmais, Slipi, Jakarta Barat, Minggu (10 Januari 2016).
Mirna kini telah damai di peristirahatan terakhirnya di TPU Gunung Gadung, Bogor, Jawa Barat.