Liputan6.com, Jakarta - Ade Komaruddin telah dilantik menjadi Ketua DPR, pengganti Setya Novanto. Pengambilan sumpah dan pelantikan dilakukan dalam sidang paripurna di Gedung Nusantara II DPR Senayan, Jakarta, Senin.
Terkait banyaknya interupsi penolakan dirinya saat pelantikan menjadi anggota DPR, politisi yang akrab disapa Akom itu menanggapi santai.
"Santai saja, yang berbeda itu teman-teman, biasa aja kali, santai aja," ujar usai pelantikan, Jakarta, Senin (11/1/2016).
"Yang jelas, tadi semua pimpinan fraksi sudah setuju (dalam Bamus DPR), jadi kalau ada anggotanya beberapa yang tidak setuju mungkin 1-2 orang, jadi tidak masalah. Karena dalam politik tidak ada kesempurnaan," tandas Ade sambil tertawa.
Ade mengaku sangat mementingkan adanya kebersamaan dan komunikasi di antara pimpinan DPR. Selain kebersamaan dengan 5 pimpinan dewan, kebersamaan juga harus dirajut seluruh fraksi.
"Yang pertama sudah harus tentu kebersamaan dari 5 anggota dewan, kebersamaan dan komunikasi itu tidak bisa hanya formal saja, tetapi juga secara informal," ujar politisi Partai Golkar itu.
"Tentu harus ada forum-forum yang secara informal rutin dilakukan untuk menjalin komunikasi politik yang baik. Ini semua di sini adalah produk politik, oleh karena itu harus sama rasa dan sama visi," sambung dia.
Baca Juga
Advertisement
Komunikasi dan kebersamaan
Ade mengatakan, penyelesaian masalah harus dilakukan tak hanya dengan intelektual saja. Tapi juga harus ada kesamaan rasa, visi, dan kebersamaan pimpinan dewan serta pimpinan fraksi, sehingga fungsi legislasi bisa diselesaikan.
Saat ini, kata dia, masalah komunikasi DPR dengan pemerintah harus dijalin baik dan dua arah. "Bahwa dalam UU 1945, UU itu bukan hanya buatan anggota dewan, tapi juga pemerintah, presiden diwakilkan dengan para menterinya."
"Kalau komunikasi dengan pemerintah hanya bertepuk sebelah tangan, tidak akan menghasilkan undang-undang," sambung Ade.
Terkait kunjungan ke luar negeri anggota dewan, Ade akan mengevaluasi kembali. Karena masalah itu sudah dievaluasi pimpinan dewan sebelumnya.
"Kalau Komisi I itu hubungannya dengan Kedubes, kita tidak bisa larang (jika ke luar negeri). Tapi kalau Pansus, untuk apa dilakukan studi banding ke luar negeri, dan ternyata masalah ini sudah dievaluasi pimpinan dewan kemarin," jelas dia.
Sementara, lanjut Ade, terkait kunjungan ke luar negeri oleh Pansus sekarang tidak perlu dilakukan. "Kalau mau studi banding, cukup dari internet saja, gampang, tidak perlu ke suatu negara," pungkas Ade Komaruddin.