Ahok Tolak Campuri Perebutan Rumah Belanda di Kebon Sirih

Sebuah rumah di Kebon Sirih disegel, sehingga penghuninya terkurung selama 6 hari.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 12 Jan 2016, 14:19 WIB
Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama mengecat pagar Monas di Jakarta, Selasa (10/11). Pengecetan pagar Monas ini merupakan kontribusi nyata dalam melestarikan aset publik serta dalam rangka memperingati Hari Pahlawan. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sudah mendengar tentang penyegelan rumah warga di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, oleh sebuah perusahaan asuransi. Penyegelan ini membuat penghuni terkurung selama 6 hari dalam rumah.

Setelah melihat laporan itu, pria yang akrab disapa Ahok itu sudah meminta Wali Kota Jakarta Pusat untuk mendatangi lokasi dan menyelidiki kejadian sebenarnya. Namun, Ahok mengatakan Pemprov DKI tidak bisa terlalu dalam ikut campur dalam hal itu.

"Kalau persaingan hukum antar-orang kita enggak bisa campur sebenarnya. Sama saja misalnya sekarang saya kan ribut sama orang Bukit Duri ini. Saya sudah pindahin ke rusun dia enggak mau pindah dan dia gugat ya bongkar," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Selasa (12/1/2016).

Sang penghuni rumah, Diana, juga sudah mengirim pesan elektronik kepada Ahok. Salah satu yang diminta adalah perlindungan dari Pemprov DKI Jakarta. Hanya saja, perlindungan itu tidak bisa diberikan.

"Kita enggak bisa lindungi. Kalau dia salah bagaimana? Sama kayak kantor Wali Kota Jakarta Barat sertifikat punya DKI trus digugat kita kalah. Sudah kalah dibongkar, dibongkar terus bayar sewa sama dia Rp 40 miliar. Bisa enggak kita menolak? Enggak bisa," kata Ahok.

Saran terbaik Ahok saat ini adalah penghuni rumah harus melaporkan ke polisi atau ke pengadilan. Layangkan gugatan dan biarkan hukum yang memutuskan.

"Makanya saya enggak tahu, itu mestinya gugat. Harus langsung lapor polisi kalau sudah seperti itu," kata Ahok.

Dalam surat elektronik yang dikirimkan Diana, penyegelan rumah sudah dilakukan sejak 6 Januari 2016. Beberapa orang nekat menerobos pagar rumah dan mengunci pintu dalam rumah dengan gembok besar.

Kondisi ini membuat seluruh penghuni rumah tidak dapat keluar dan beraktivitas seperti biasa.

Permasalahan ini bermula saat Diana menempati rumah peninggalan Belanda itu dan diklaim pula dimiliki sebuah perusahaan asuransi. Diana menyebut telah menempati tanah dan bangunan (persil) di Jalan Taman Kebon Sirih III Nomor 9 secara turun temurun dari kakeknya, R. Moh Moechsin, sejak Desember 1946. Sang kakek membayar sewa bulanan persil ke Kantor Administrasi Belanda, yaitu Kantor NV Administratiekantoor Klaasen & Co Batavia.

Kemudian, pada 1994 pihak perusahaan asuransi memperoleh sertifikat HGB untuk 30 tahun sampai 2024.

Diana baru tahu pada 2007 ketika ada permintaan pengosongan rumah melalui Dinas Perumahan DKI. "Kemudian kami melakukan SKPT ke BPN Jakarta Pusat dan baru tahu ada sertifikat HGB. Protes coba dilayangkan ke BPN, tapi jawaban BPN tanah itu sudah menjadi tanah negara," kata Diana yang juga pernah mengajukan gugatan ke PTUN, tapi kalah.**

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya