Liputan6.com, Jakarta Seluruh benua yang ada di muka bumi ini sangat rentan terhadap risiko Demam Berdarah Dengue (DBD). Begitu juga di Indonesia, sudah hampir 48 tahun Kementerian Kesehatan Republik Indonesia belum bisa mengendalikan kasus DBD di Indonesia.
Dari 34 provinsi di Indonesia tidak ada satu pun daerah yang bebas dari endemisitas DBD sejak tahun 1968. Memang telah terjadi penurunan angka kematian dari tahun 1968 hingga 2015, dari 75 persen turun menjadi 0,6 persen. Hal ini beriringan dengan kemampuan sumber daya manusia, sarana dan pra sarana serta kemampuan dalam pengantisipasian dalam bentuk program yang dilakukan Kemenkes, hingga kualitas pelayanan dapat teratasi hingga saat ini.
Baca Juga
Advertisement
Selama tiga bulan terakhir di tahun 2015 jumlah kasus DBD kian menurun mulai bulan Oktober, November, dan Desember. Pada bulan Desember 2015 dilaporkan lima Kejadian Luar Biasa (KLB) yang terjadi di tiga provinsi yaitu Sumatera Barat, Maluku, dan Sulawesi Tengah dengan jumlah 45 kasus DBD, dan 7 di antaranya meninggal dunia.
KLB DBD yang terjadi berhubungan dengan berbagai faktor di mana lingkungan yang mendukung nyamuk untuk berkembang biak, dan juga keterbatasan pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Seperti yang diungkapkan dr. H. Mohammad Subuh, MPPM yang mewakili Kementerian Kesehatan saat temu media perihal "Situasi DBD di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya", Selasa (12/01/2016) bahwa seluruh masyarakat diwajibkan untuk menjadi Jumantik yaitu Juru Pemantau Jentik, minimal di rumah masing-masing guna pencegahan DBD.
Dengan melakukan 3M yaitu menutup saluran dan bak air, menguras bak air, dan mengubur serta memanfaatkan barang-barang bekas dapat mengurangi bahkan cegah pertumbuhan nyamuk di lingkungan rumah, kantor, dan sekolah.