Liputan6.com, Jakarta Era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di sektor perbankan baru dimulai 2020. Masih ada waktu 5 tahun ke depan bagi bank-bank nasional untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja, terutama dari sisi struktur pendanaan agar mampu bersaing dengan negara tetangga.
Deputi Komisioner Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Irwan Lubis saat Seminar Konglomerasi Sektor Jasa Keuangan di Indonesia mengatakan, perbankan Indonesia perlu persiapan matang dalam menghadapi pasar bebas ASEAN di sektor ini agar tidak kesulitan untuk bersaing dengan bank-bank dari luar negeri.
"Pekerjaan rumah bank-bank nasional ke depan banyak karena sudah masuk MEA. Jangan hanya selalu di zona nyaman, karena mereka (bank luar negeri) akan lebih ekspansif lagi untuk merambat ke pangsa pasar yang tidak pernah dijangkau oleh bank-bank kita," ucap Irwan di Jakarta, Rabu (13/1/2016).
Baca Juga
Advertisement
Salah satu hal yang melemahkan daya saing bank-bank nasional, kata Irwan, adalah tingkat suku bunga kredit yang masih tinggi dibanding bank-bank se-ASEAN. "Suku bunga kredit kita dua kali lebih besar, apalagi suku bunga mikro. Tapi cara melihatnya harus dari struktur pendanaan," tambahnya.
Selama satu dasawarsa atau 10 tahun, diakui Irwan, struktur pendanaan bank nasional didominasi dana materai. Deposito, sambungnya, masih tetap mendominasi 60 persen dari struktur pendanaan perbankan.
"Deposito sendiri penyebarannya tidak merata. Kalau 60 persen deposito itu nilainya Rp 2.700 triliun, hampir 64 persennya dipegang hanya kurang lebih 50 ribu rekening. Ini sangat kuat dalam melakukan pressing. Jadi struktur pendaan harus diperbaiki," tegas Irwan.
Dari sisi aset, terangnya, perbankan nasional masih mencatatkan kinerja baik dengan pertumbuhan 2,23 persen, efisiensinya 81,62 persen. Bank-bank Indonesia, diakui Irwan, masih mampu menjaga ketahanan dengan baik meski pertumbuhannya moderat karena terjadi pelemahan kondisi ekonomi eksternal maupun internal.
"Dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) 90 persen, ini ada sesuatu yang harus direspon dengan kondisi yaang tepat. Kalau tidak bisa menjamin pendanaan dengan baik jangan harap pertumbuhan kredit bisa tinggi. Di 2015 saja, mau tumbuh 16 persen, tapi 13 persen saja tidak tercapai," pungkas Irwan.