6 Fakta yang Penting Diketahui soal Gerhana Matahari Total 2016

Kepala Lapan Thomas Djamaludin mengungkap fakta-fakta menarik terkait gerhana matahari total 2016. Apa saja?

oleh Elin Yunita KristantiTanti Yulianingsih diperbarui 14 Jan 2016, 09:00 WIB
Kepala Lapan Thomas Djamaludin mengungkap fakta-fakta menarik terkait gerhana matahari total 2016. Apa saja?

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu peristiwa langit yang akan terjadi tahun ini adalah gerhana matahari total (GMT). Momen tersebut menjadi istimewa bagi Indonesia karena hanya bisa diamati di wilayah Tanah Air pada Rabu 9 Maret 2016.

Di Palu, Balikpapan, Bangka Belitung, dan area lain di 11 provinsi Nusantara akan dapat menyaksikan gerhana matahari total -- saat sang surya diselubungi kegelapan.

Pun dengan area Bumi yang tertutup bayangan Bulan, pagi yang terang mendadak serupa senja. Meski hanya hitungan menit, sebelum gerhana bertolak dan memuncak di Samudra Pasifik.

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin mengatakan, gerhana matahari total 2016 adalah peristiwa langka. Bahkan bisa dikatakan pengalaman 'sekali seumur hidup'.

Fakta menarik lain terkait gerhana matahari total juga diungkapkan astronom Indonesia tersebut dalam wawancara khusus kepada Liputan6.com, Rabu (13/1/2016). Berikut ini ulasannya.


Hanya Terjadi di Indonesia

1. Hanya Terjadi di Indonesia

Gerhana matahari yang akan terjadi pada 9 Maret 2016, bertepatan dengan ritual Nyepi umat Hindu di Bali, yang jatuh pada bulan baru.

"Istimewa karena hanya Indonesia yang dilalui gerhana matahari tersebut. Wilayah lainnya adalah di Samudra Pasifik," kata Thomas Djamaluddin kepada Liputan6.com.

Kala itu, bayangan Bulan meliputi area seluas 100-150 km, hanya di 11 provinsi. "Wilayah Indonesia lainnya akan mengalami gerhana sebagian."

Penduduk di 11 provinsi berpeluang melihat matahari yang gelap gulita. Apalagi kejadiannya pada pagi hari, ketika potensi mendung berkurang.

Warga di wilayah Indonesia barat bisa menyaksikan fenomena tersebut pada pukul 07.30 WIB, sementara di wilayah tengah Nusantara pada pukul 08.35 Wita, dan wilayah timur pada pukul 09.50 WIT.

"Suasana saat itu mirip malam hari, tapi tidak terlalu gelap. Mirip senja, jelang malam. Ini adalah pengalaman yang mungkin sekali seumur hidup," tutur Kepala Lapan.

Namun, faktor cuaca bakal memengaruhi pengamatan gerhana. Berdoa saja mendung tak menggantung di langit dan menutupi penampakan matahari.

 

Kepala Lapan Thomas Djamaluddin memberikan penjelasan saat wawancara khusus dengan Liputan6.com di Gedung LAPAN, Jakarta, Rabu (13/1/2016). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

 

2. Yang Pertama di RI pada Abad ke-21

Peristiwa gerhana matahari total bukan kali pertamanya terjadi di Indonesia. Fenomena itu pernah ada pada tahun 1983, 1988, dan 1995.

Namun, Thomas Djamaluddin mengatakan, gerhana matahari total 2016 adalah yang pertama terjadi pada Abad ke-21 di Indonesia.

Gerhana matahari berikutnya akan terjadi di Indonesia pada 2019 -- yakni gerhana matahari cincin. 

Sementara, gerhana matahari total berikutnya baru melintas di wilayah Nusantara pada 20 April 2023.


300 Tahun Sekali

3. 300 Tahun Sekali

Gerhana matahari total adalah peristiwa langka. Tak diketahui periode pasti fenomena tersebut akan terjadi dan berulang di satu daerah.

Hanya ada hitungan pola 18-19 tahun, sesuai dengan periode Saros atau siklus gerhana. Namun, jalurnya berbeda.

"Berdasarkan perhitungan kasar, gerhana matahari total hanya akan terjadi sekitar 300 tahun sekali di satu daerah," kata Thomas Djamaluddin.  

Wilayah Sumatera Selatan dan Bangka termasuk yang sungguh beruntung.

"Kejadian terakhir pada 1988 dan berulang pada 2016, jadi hanya 28 tahun. Masih beruntung. Di daerah lain 300 tahun."

4. Menguji Teori Einstein

Gerhana matahari total yang akan terjadi di Indonesia pada 9 Maret 2016 juga menjadi perhatian ilmuwan dunia. Thomas Djamaluddin mengatakan, para ilmuwan Lapan akan berkolaborasi dengan para ahli asing, termasuk dari Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA).

Menurut Thomas, fenomena gerhana matahari total adalah kesempatan bagi para peneliti untuk melakukan sejumlah riset: terkait fisika matahari maupun fisika umum. Pun kajian dampak dan keantariksaan.

"Juga sering dijadikan pembuktian teori relativitas Einstein. Bahwa suatu benda bisa membelokkan cahaya," tambah dia.

Jadi, ketika gerhana matahari, saat sang surya ditutup, bintang-bintang di sekitar matahari sedikit bergeser.

Saat gerhana matahari total, menurut Thomas, perubahan perilaku hewan juga diperkirakan akan terjadi, terutama pada binatang malam.

"Walau hanya beberapa menit saat gerhana matahari total terjadi, kondisi tiba-tiba gelap seolah malam akan membuat hewan terutama binatang malam bereaksi. Akan terjadi perubahan perilaku, nah itu juga menjadi penelitian," beber sang kepala Lapan.

Gerhana juga penting sebagai sarana edukasi publik. Salah satunya menjelaskan pada siswa tentang prosesnya.


Kisah Pembodohan Massal 1983

5. 'Pembodohan Massal'

Peristiwa gerhana matahari total yang paling menghebohkan adalah pada 11 Juni 1983 yang jalur totalitasnya melintasi Jawa. 

Fenomena tersebut bahkan disiarkan langsung di TVRI -- stasiun televisi satu-satunya di Indonesia kala itu.

Pada masa itu, dalam masyarakat banyak beredar kabar bohong. "Atau semacam pembodohan massal, dengan mengatakan, 'awas, hati-hati gerhana bisa membutakan mata'," kata Thomas.

Bahkan, dia menambahkan, ada yang bertindak ekstrem sampai-sampai seluruh jendela ditutup. "Seakan matahari memancarkan radiasi berbahaya," kata dia.

Tak hanya di situ, di suatu daerah, mata hewan-hewan penghuni kebun binatang ditutup, agar mereka tak buta.

Untuk itulah, Lapan meluncurkan hitung mundur 55 hari jelang gerhana matahari total pada 14 Januari 2015.

"Tujuannya, untuk sosialisasi bahwa gerhana adalah peristiwa yang menarik dan aman dilihat."

 

Kepala Lapan Thomas Djamaluddin memberikan penjelasan saat wawancara khusus dengan Liputan6.com di Gedung LAPAN, Jakarta, Rabu (13/1/2016). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

 

6. Bukan Fenomena Berbahaya

Kepala Lapan Thomas Djamaluddin menegaskan, gerhana matahari total adalah fenomena yang luar biasa. Bukan peristiwa penuh marabahaya.

"Padahal Matahari sama seperti yang kita lihat kok. Yang membahayakan itu, kalau kita tidak berhati-hati melihatnya," kata dia.

Alumni Kyoto University tersebut menambahkan, pada saat gerhana sebagian, secara refleks mata sudah merasa silau.

"Maka jangan dipaksakan atau berlomba melihat matahari secara langsung. Itu sangat berbahaya."

Pada saat gerhana total, tambah Thomas, justru paling bagus melihat langsung. Tanpa kaca mata, tak perlu pakai filter.

"Asal berhati-hati. Yang paling riskan adalah peralihan fase total ke fase sebagian, saat Bulan mulai bergeser, cahaya matahari yang walau baru muncul sedikit sudah sangat kuat. Padahal, pupil mata kita sedang membesar," jelas dia. Hal itu bisa merusak retina.

Jadi, jangan terlalu asyik. Hati-hati.

Saksikan videonya berikut ini:

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya