Liputan6.com, Jakarta - Surat, leaflet, dan tabloid kerap berdatangan ke kantor Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Fahri Hamzah. Selebaran itu dikirim oleh Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). Rupanya organisasi berlambang Matahari Terbit itu pernah ingin merekrut Fahri Hamzah.
Tak hanya selebaran, petinggi Gafatar juga pernah datang ke kantor Fahri sekitar 3 atau 4 bulan lalu. Sejak pertama kali didatangi, pria lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu mengaku sudah merasa aneh dengan organisasi tersebut.
"Jadi ada organisasi yang tidak pernah terdengar tapi fotonya banyak sekali. Kadernya ada di mana-mana," ungkap Fahri Hamzah di Gedung DPR Senayan, Jakarta, Rabu (13/1/2016).
Saat bertemu, kata Fahri, dia langsung mengetahui motif kedatangan Gafatar. Namun, dia tidak menjelaskan lebih lanjut apa kepentingan organisasi yang disebut sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.
"Waktu diajak ngomong saya mengertilah, saya tidak terlalu impress karena orang ini bikin organisasi untuk maksud-maksud tertentu," ujar Fahri.
Advertisement
Dia mengatakan, ada sekitar 3 sampai 4 orang Gafatar yang datang menemuinya saat itu. Namun, ia tak ingat siapa saja. Seingat Fahri, mereka menjabat ketua dan sekjen. Ciri-cirinya, kurus dan kecil.
"Dia bilang ini organisasi ada gerakan petani, nelayan, dan sebagainya. Dia mungkin lihat saya nggak bisa digarap (direkrut) jadi sama saya cuma sekali ketemu," kata Fahri.
Selain Fahri, tokoh lain yang diincar Gafatar adalah aktor Ray Sahetapy. Pemilik nama lengkap Ferene Raymond Sahetapy ini mengaku pernah beberapa kali mengikuti kegiatan Gafatar di Jakarta.
"Sudah lupa aku tahun berapa, sekitar 4-5 tahun lalu lah. Acaranya semacam diskusi gitu di Jakarta. Bicara tentang nusantara," ujar Ray saat dihubungi Liputan6.com.
Mantan suami Dewi Yull ini mengatakan, dia bersedia mendatangi undangan Gafatar karena tema yang dibicarakan adalah tentang nusantara atau membicarakan tentang kebangsaan.
"Di situ aku jelaskan panjang lebar tentang apa itu nusantara. Tentang kesatuan berbangsa. Nggak ada bahasan sama sekali tentang paham dan ideologi. Nggak ada yang aneh," ujar dia.
Ray mengaku hanya ikut acara yang digelar di Jakarta. Pernah beberapa kali dia diundang untuk datang di acara Gafatar di daerah, tapi ditolak.
"Aku hanya ikut di acara diskusi atau seminar saja, itu pun di Jakarta. Kalau acara sosial-keagamaan mereka nggak pernah ikut," ujar dia.
Meski beberapa kali terlibat dalam kegiatan yang digelar Gafatar, Ray mengaku tidak pernah ditawari untuk bergabung atau menjadi pengurus.
"Mungkin mereka tahu kalau aku ini aktor. Nggak mungkin bisalah ikut kegiatan-kegiatan seperti itu," kata dia.
Ray mulai merasakan ada 'keanehan' setelah beberapa kali ikut kegiatan Gafatar. Perbincangan tentang nusantara yang menjadi alasan Ray tertarik ikut tidak pernah lagi dilakukan. Tema yang dibicarakan bukan lagi tentang nusantara atau kebangsaan.
"Sejak itu aku nggak pernah lagi ikut atau diundang lagi oleh mereka," ucap Ray.
Namun, beda dengan Fahri, dan Ray Sahetapy, Rica Tri Handayani justru tega meninggalkan suami dan orangtuanya demi mengikuti Gafatar. Dokter asal Yogyakarta itu hilang beberapa hari sebelum ditemukan polisi di Bandara Iskandar, Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Kapolda DIY Erwin Triwanto mengatakan, Rica diduga terlibat organisasi bernama Gafatar. Padahal organisasi itu dilarang MUI.
Sebelum menghilang, Rica sempat berpamitan kepada kedua orangtuanya untuk berjuang di jalan Allah.
Korban lainnya, seorang pelajar di Yogyakarta juga dilaporkan hilang. Pelajar kelas 1 SMA, Muhammad Kevin Aprilio (16) menghilang sejak pergi dari rumah pada 26 November 2015.
Maria Resubun, nenek Kevin, mengatakan saat itu cucunya ingin menjenguk kakeknya di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang sedang sakit. Ia tidak curiga karena Kevin pergi bersama ayahnya, Sanggar Yamin. Namun, sehari kemudian nomor telepon Kevin sudah tidak bisa dihubungi.
Cucunya itu meninggalkan sepucuk surat yang ditujukan kepada pengurus Gafatar di Yogyakarta.
"Inti suratnya menjelaskan kalau bergabung dengan Gafatar tapi tidak dengan ibunya, hanya dengan ayahnya," tutur Maria.
Tak cukup sampai di situ, keluarga dari Silvi Nur Fitria, mahasiswi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jawa Tengah dan Dyah Ayu Yulianingsih, janda asal Yogyakarta juga melaporkan ke Polda DIY bahwa kerabatnya itu hilang.
Fikri Hermawan, kakak Silvi mengaku sudah melapor ke Polres Solo terkait hilangnya perempuan 20 tahun itu. Dia datang ke Mapolda DIY untuk mencari informasi apakah penemuan 6 orang oleh Polda DIY di Pangkalan Bun berkaitan dengan adiknya. Sebab, sang adik merupakan anggota kelompok yang sama dengan dokter Rica, Gafatar.
Menurut dia, adiknya yang jurusan Teknik Perencanaan Wilayah Kota UNS hilang sejak 6 Desember 2015. Sebelum menghilang, keluarga melihat perubahan pada diri Silvi. Adiknya sudah tidak mau salat, puasa, dan melepaskan jilbabnya.
Sedangkan Faried, keluarga Dyah Ayu, mengaku keponakannya hilang karena terkait organisasi Gafatar. Setelah suaminya meninggal, kelompok itu membujuk Ayu bergabung.
"Ayu ini orangnya pandai membungkus dengan kegiatan sosial. Yang melibatkan anak muda yang pengin eksis. Setelah tahu suaminya meninggal mereka mempengaruhi Ayu diming-imingi kerja," ujar Faried.
Selain itu, seorang PNS Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Jeneponto Sulsel hilang diduga bergabung dengan gerakan tersebut.
Adalah Abdul Kadri Nasir (32). Ia bersama istrinya Adriani Havid (32) serta 2 anaknya Habiah (3) dan Berlian (6 bulan) dilaporkan hilang oleh keluarganya ke Polda Sulselbar sejak November 2015 lalu.
Selain di Sulawesi, seorang mahasiswi semester III Fakultas Ekonomi Univesitas Mataram (Unram) Nusa Tenggara Barat (NTB) juga dikabarkan hilang. Dia diduga bergabung dengan aliran sesat Gafatar.
Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat (NTB) menyatakan terus menyelidiki dan mendalami hilangnya mahasiswi bernama Rani Pradini Putri itu.
Mahasiswi yang baru berumur 19 tahun itu berasal dari Desa Sandik, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat. Dia dilaporkan hilang oleh orangtuanya, Rani, sejak Juli 2015 lalu.
MUI Heran dengan Doktrin Gafatar
Orang-orang yang direkrut Gafatar itu tak sembarangan. Mereka adalah orang-orang penting dan berpendidikan tinggi.
Ketua Dewan Pertimbangan MUI meminta kewaspadaan masyarakat terhadap kelompok sesat Gafatar. Doktrin yang digunakan kelompok itu dianggap canggih, karena mampu memengaruhi orang berpendidikan.
"Mungkin pendekatan indoktrinasi yang sangat canggih sampai ada yang terpengaruh, tak terkecuali dokter, jadi bukan hanya orang awam. Tentu ini indoktrinasi yang canggih," kata Din, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (13/1/2016).
Salah satu cara untuk menangkis paham yang dianggap sesat oleh MUI itu, lanjut Din, pengajar Islam diminta meningkatkan dakwah. Jangan sampai kalah saing dengan dakwah ajaran sesat.
"Harus menjadi introspeksi organisasi keagamaan, agar meningkatkan dakwahnya. Mengapa ada kelompok lain yang menyimpang bisa menarik perhatian, sementara dakwah kita kurang menarik perhatian," tegas Din.
Kegiatan Gafatar
Ketua Gafatar DIY Yudhistira mengaku pernah memiliki sekitar 2.000 anggota. Menurut ketua yang menjabat sepanjang 2012-2015 ini, organisasinya lebih banyak bergerak di bidang sosial. Misalnya, donor darah, bercocok tanam, dan beternak ayam. Namun organisasi ini sekarang sudah tutup hingga hari ini.
"Kantor kita di Taman Kuliner Condongcatur. Tapi kita biasa bergerak di organisasi sosial," ujar dia.
Yudhistira menegaskan, organisasinya tidak pernah mengajak anggotanya meninggalkan keluarga. Apalagi, kata dia, organisasi berlambang Matahari Terbit itu sudah bubar dan tak melakukan aktifitas apapun.
Namun, Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengaku kurang mengetahui detail kerja sama Gafatar dengan Palang Merah Indonesia (PMI) dalam aksi donor darah beberapa waktu lalu. Namun, kerja sama dengan kelompok kemanusiaan itu tidak menjamin apa-apa.
"Begitu banyak (yang kerja sama) tapi PMI tidak menjamin bahwa dia itu (benar), dari segi kemanusiaannya, ya. Tapi ada masalah hukumnya, tidak pasti kalau kerja sama dengan PMI dia langsung bebas," ujar JK.
Jokowi Resah
Sepakterjang Gafatar ini membuat Presiden Joko Widodo atau Jokowi resah. Dia pun langsung meminta Sekretaris Kabinet Pramono Anung memantau langsung segala hal yang berkaitan dengan Gafatar.
"Kami diminta oleh Presiden untuk memantau hal yang berkaitan dengan Gafatar, karena memang saat ini dianggap menjadi hal yang meresahkan," ujar Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung.
Selain masalah keyakinan kelompok tersebut yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam, keresahan juga disebabkan karena adanya laporan sejumlah orang hilang yang ternyata bergabung dengan Gafatar.
"Ini sudah dianggap cukup membuat keresahan di publik karena ternyata yang hilang ataupun yang ini kan bukan hanya hal berkaitan dengan dokter Rica. Ternyata ada beberapa yang lainnya yang juga seperti isu," kata Pramono.
Atas dasar tersebut, Pramono mengatakan, Jokowi telah memberikan instruksi kepada jajaran penegak hukum, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama untuk segera menuntaskan kasus penyimpangan yang dilakukan Gafatar.
"Apakah ada latar belakang paham-paham ideologi tertentu, atau pun kepercayaan tertentu, atau tujuan tertentu, ini yang sekarang didalami. Untuk itu Polri yang diminta untuk melihat hal tersebut, termasuk Mendagri yang melakukan pembinaan terhadap ormas-ormas, dan mencari mengumpulkan data selengkap-lengkapnya (tentang Gafatar)," Pramono memungkasi.
Wakil Presiden Jusuf Kalla pun meminta agar semua organisasi yang memberikan ajaran tak benar dilarang, termasuk Gafatar.
"Ya semua gerakan-gerakan yang tidak sesuai dengan ajaran yang benar itu harus dilarang. Itu ada aturannya oleh kejaksaan," kata JK, di Kantor Wakil Presiden.
JK mengatakan, secara pribadi kurang memahami Gafatar. Tapi ia memiliki prinsip bila ada aturan yang dilanggar kelompok tersebut, maka perlu dilarang ajarannya.
"Kalau itu memang melanggar keyakinan yang bersifat umum di masyarakat ya, memang ada aturannya. Apalagi, ada masalah-masalah hilang orang atau apa," kata dia.
Alasan Anggota Gafatar Hilang
Ketua Gafatar DIY, Yudhistira mengungkap alasan anggotanya kabur dari rumah dan keluarga mereka.
Dia mengatakan, selama menjadi ketua, Yudhistira sudah memindahkan ratusan anggota dari DIY ke luar Jawa. Anggota yang pergi ke luar Jawa ini berjumlah 100 - 150 orang pada 2014 hingga 2015 lalu.
"Sudah setahun lebih, selama mereka pergi tidak ada masalah," ucap Yudhistira saat dihubungi di Yogyakarta, Selasa 13 Januari 2016.
Program ke luar daerah itu menurutnya tidak hanya ke Kalimantan, tetapi juga Bali, NTB, dan beberapa wilayah lainnya di Indonesia. Pemindahan anggota ini, ujar dia, dilakukan untuk program eksodus dan mendirikan daerah khusus di wilayah baru.
Program ke Kalimantan, misalnya, Gafatar menyediakan lahan 5.000 hektare. Namun lahan tidak berkumpul satu daerah saja tapi tersebar, salah satunya di Mempawah, Kalimantan Barat.
"Mereka dapat kerjaan, dan peluang usaha nasional apa salahnya, dan selama ini tidak ada masalah," ujar Yudhistira.
Gafatar Sudah Bubar?
Mantan pengurus Gafatar menyatakan hilangnya sejumlah orang di Yogyakarta tidak terkait organisasi tersebut. Sebab, organisasi itu sudah bubar pada 2015. Oleh karena itu, tidak ada lagi kegiatan Gafatar di Indonesia seperti yang terjadi akhir-akhir ini.
"Gafatar secara resmi sudah membubarkan diri 2015 lalu. Jadi dari pengurus pusat hingga daerah sudah bubar," kata Ahsan (bukan nama sebenarnya) saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (12/1/2016).
Ia menduga ada kepentingan kelompok tertentu dalam kasus orang hilang di Yogyakarta. Terkait organisasi Gafatar yang mengajarkan anggotanya untuk tidak salat dan puasa, Ahsan menyebut itu bukan bagian dari organisasi. Gafatar adalah gerakan sosial dan budaya.
"Setelah Gafatar membubarkan diri saya tidak pernah mengikuti lagi. Saya tidak tahu apakah itu Gafatar atau bukan. Tapi kalau orientasinya seperti itu sudah berbeda," kata Ahsan.
Ia menjelaskan Gafatar sudah dibubarkan setelah fatwa dari MUI Aceh yang menyatakan Gafatar Aceh merupakan ormas sesat. Setelah fatwa itu, pengurus DPD Gafatar Aceh akhirnya dipidanakan. Ia mengaku organisasinya tidak sesat.
"Karena kasus itu kemudian membubarkan diri. Tapi bagi kami, Gafatar itu tidak sesat," kata dia.
Ahsan mengaku tidak mengetahui kegiatan Gafatar di Kalimantan yang menjadi tujuan perginya sejumlah orang yang hilang. Menurut dia, setiap daerah memiliki pengurus sendiri di tingkat provinsi hingga kabupaten, termasuk yang ada di Kalimantan.
"Kami tidak punya proyek di Kalimantan. Kenapa mereka pergi ke sana saya tidak tahu," kata Ahsan.
Ketua Gafatar DIY, Yudhistira juga mengatakan bahwa organisasinya sudah bubar.
Hal itu dipertegas dengan pernyataan Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DKI, Ratiyono. Dia mengatakan sampai saat ini Gafatar belum memperpanjang Surat Keterangan Terdaftar (SKT). Padahal perpanjangan SKT itu harus dilakukan pada 2016, jika tidak otomatis dibekukan.
Sebab, setiap ormas harus memperpanjang SKT yang telah diterbitkan. Mantan Kepala Dinas Olahraga dan Pemuda (Disorda) itu mengatakan perpanjangan harus dilakukan setiap 5 tahun sekali.