Liputan6.com, Jakarta - Pada masa lalu, penduduk Nusantara kerap mengaitkan gerhana dengan kemunculan raksasa jahat yang penuh kesumat: Batara Kala. Konon, ia terus mencoba menelan Bulan dan Matahari -- representasi dewa-dewa yang menjadi musuhnya.
Saat itu diyakini membawa sial. Perempuan hamil dan anak-anak dilarang ke luar rumah Orang-orang pun memukul lesung, menciptakan bunyi gaduh, untuk mengusir sang gergasi.
Legenda serupa tak hanya ada di Nusantara. Versi lain di sejumlah kebudayaan dunia menyebut, gerhana matahari terjadi saat mentari dilahap naga hingga kodok.
Sementara, masyarakat Yunani kuno mengira, penyebabnya adalah dewa-dewi yang sedang murka. Dan, mereka menganggapnya sebagai pertanda, bencana akan menjelang.
Bahkan, saat gerhana matahari total terjadi pada 11 Juni 1983, di era modern, banyak kabar bohong yang beredar di kalangan masyarakat.
Baca Juga
Advertisement
Misalnya, "Ada peringatan, 'awas, hati-hati gerhana bisa membutakan mata'," kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin dalam wawancara khusus dengan Liputan6.com, Rabu 13 Januari 2016.
Orang-orang pun memilih tak keluar rumah. Sebagian orang menutup jendela rapat-rapat, agar tak ada celah bagi cahaya mentari menyusup ke dalam rumah.
Konon, kabar yang beredar menyebut, pengelola kebun binatang di sebuah wilayah menutup mata semua hewan koleksinya atau menyelubungi kandang. Agar mereka semua tak jadi buta.
"Saat itu, ada anggapan seakan matahari memancarkan radiasi berbahaya," tambah Thomas.
Padahal, kata pria berkaca mata itu, fenomena gerhana matahari total adalah peristiwa yang sungguh luar biasa. Bukan peristiwa berbahaya yang pantas dihindari.
Karenanya, Lapan gencar menyosialisasikan gerhana matahari total 2016 sebagai peristiwa astronomi yang layak disaksikan. Yang mungkin adalah sebuah pengalaman 'sekali seumur hidup'.
Hitungan mundur 55 hari jelang gerhana matahari total akan dimulai pada Kamis 14 Januari 2016, hingga hari-H pada 9 Maret 2016.
Gerhana matahari total yang bakal melintasi Indonesia memang istimewa. Sebab, fenomena tersebut hanya terjadi di wilayah Nusantara. Tak melewati daratan lainnya.
Meski demikian, tak semua warga Tanah Air mendapat kesempatan menyaksikan gerhana matahari total, saat bayangan Bulan menutupi sang surya yang berubah hitam kelam. Mengapa demikian?
Lantas, apa istimewanya peristiwa tersebut? Dan benarkah, bahaya menanti mereka yang bernyali menatapnya dengan mata telanjang.
Saksikan selengkapnya dalam wawancara khusus bersama kepala Lapan Thomas Djamaludin soal gerhana matahari total 2016 yang dipandu presenter Venilia Agi melalui video berikut: