Ketika Hakim MK Sindir Refly Harun

Sindirian itu dilayangkan Majelis Hakim ‎usai Refly dan rekannya menjelaskan pokok-pokok jawaban pihak termohon.

oleh Oscar Ferri diperbarui 14 Jan 2016, 03:51 WIB
Ketua MK Arief Hidayat memimpin sidang putusan UU No Tahun 2015 tentang Pilkada di Jakarta, Selasa (29/9). MK memperbolehkan daerah dengan calon tunggal untuk melaksanakan pilkada serentak pada Desember mendatang (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHPKada). Ada 38 perkara yang disidang MK hari ini dengan agenda mendengarkan keterangan KPU sebagai pihak termohon dan terkait.

Ada hal menarik di antara persidangan. Yakni ketika Majelis Hakim Panel 3 yang dipimpin Patrialis Akbar menangani PHPKada Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.

Gugatan ini dilayangkan pasangan Rusman Emba-Malik Ditu yang mempersoalkan kemenangan pasangan LM Baharuddin-La Pili yang ditetapkan PUD Muna.

Majelis Hakim Konstitusi dalam sidang ini menyindir Kuasa ‎Hukum KPUD Kabupaten Muna, Refly Harun. Sindirian itu dilayangkan Majelis Hakim ‎usai Refly dan rekannya menjelaskan pokok-pokok jawaban pihak termohon.

"Ya, cukup praktis. Pak Refly saat menjadi pemohon juga praktis‎," kata Patrialis menyindir Refly di ruang sidang Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu 13 Januari 2016.

Sindiran Patrialis itu, lantaran Refly menangani banyak perkara. Selain menjadi kuasa hukum pihak termohon, dalam hal ini KPU, Refly juga turut menjadi kuasa hukum pihak pemohon.


Bahkan, pakar hukum tata negara itu juga terdaftar jadi kuasa hukum pasangan calon terpilih selaku pihak terkait‎.

Patrialis menyindir, lantaran dalam salah satu perkara di mana Refly menjadi kuasa pemohon, Refly mem‎inta Majelis Hakim mengesampingkan aturan selisih suara sebagai syarat permohonan PHPKada sebagai termaktub dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada (UU Pilkada).

Di mana kemudian mekanisme penghitungan syarat selisih itu dituang dalam Pasal 6 ayat (3) Peraturan MK (PMK) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dan Perselisihan Hasil Pilkada.

Tapi di satu sisi, dalam PHPKada yang lain, di mana Refly menjadi kuasa termohon atau pihak terkait, dia meminta Majelis Hakim taat pada peraturan Pasal 158 UU Pilkada dan Pasal 6 ayat (3) PMK 5/2015.

Tidak hanya Refly Harun, banyak pengacara yang juga kena semprot‎ Majelis Hakim saat bersidang lantaran inkonsistensinya terhadap Pasal 158 UU Pilkada dan Pasal 6 ayat (3) PMK 5/2015 itu, saat mendalilkan permohonannya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya