Liputan6.com, Jakarta - Pascateror bom dan baku tembak di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat pada Kamis 14 Januari 2016 kemarin, polisi sudah mengantongi 5 identitas pelaku ledakan bom di kawasan tersebut.
Terduga pelaku teror bom di Jalan MH Thamrin ini di antaranya:
1. Sunakim alias Afif (Sumedang, Jawa Barat)
2. Sugito (Karawang, Jawa Barat)
3. Ahmad Muhazab bin Saroni (Indrmayu, Jawa Barat)
4. Muhammad Ali (Kembangan, Jakarta)
5. Dian Juni Kurnadi (Kotawaringin, Kalimantan Tengah)
Sunakim alias Afif pernah dipenjara karena kasus terorisme di Aceh. Di LP Cipinang, dia bertemu dengan Aman Abdurrahman yang dipenjara dalam kasus bom Cimanggis tahun 2003.
Seperti ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Jumat (15/1/2016), saat ini Aman berada di LP Nusakambangan. Tidak satu pun dari pelaku pernah ke Suriah. Namun demikian mereka mendukung kelompok ISIS.
Polisi menyatakan, pemimpin teror di Jalan Thamrin adalah Bahrun Naim. Bahrun saat ini berada di Aleppo, Suriah. Bahrun biasa berkomunikasi dengan anak buahnya melalui aplikasi Telegram dan Whatsapp.
Baca Juga
Advertisement
Pengamat teroris Al Chaidar membenarkan, aksi ini atas perintah Bahrun Naim, yang sedang bersaing untuk menduduki jabatan komandan regional ISIS di Asia Tenggara. Persaingan itu bukan dengan kelompok Filipina, melainkan dengan Aman Abdurrahman yang saat ini berada di LP Nusakambangan karena kasus bom Cimanggis.
Aksi teror di Jalan MH Thamrin kemarin didanai secara mandiri, tidak mencari biaya dari jaringan teroris di luar negeri, dan tidak merampok bank.
Menurut Al Chaidar, karena tidak memiliki dana yang besar, aksi teror ini menggunakan bahan peledak berkekuatan rendah dan menyasar polisi atau orang asing di keramaian.
Barang bukti teror di Jalan Thamrin yakni berupa tas ransel merah, tas selempang hitam, sepucuk pistol FN, sepucuk pistol laras panjang AK47, sejumlah amunisi, dan 5 bom rakitan.
Kelompok ini merupakan jaringan baru Salafi, pecahan dari Jemaah Anshorut Tauhid yang kemudian pecah menjadi Jemaah Anshorud Daulah dan Jemaah Anshorul Khilafah. Saat ketiga organisasi itu bubar, mereka membentuk jaringan kecil yang sebagiannya mendukung gerakan ISIS.