Liputan6.com, Siberia - Orang pertama yang berhasil mencapai Kutub Utara adalah penjelajah Amerika Serikat, Robert Peary, pada 1900. Atau mungkin, Frederick Cook, pada 1908. Para ahli sejarah hingga kini masih belum yakin, siapa di antara mereka berdua yang pertama kali menjejakkan kakinya di situ.
Bagaimanapun, itu adalah cerita yang pas untuk penemuan di Arktik, sudut dunia di mana ambiguitas merajai.
Bahkan tidak ada konsensus resmi di mana itu Arktik.
Secara teknis, Arktik mengacu apa pun di atas lingkaran Arktik, yang memiliki lintang 66 derajat, 32 menit Utara. Definisi Amerika Serikat, kawasan itu mencakup semua Laut Bering (yang membentang selatan sejauh 53 derajat).
Sementara beberapa ilmuwan mendeskripsikan Arktik dengan menggunakan garis pohon Arktik atau suhu rata-rata untuk menarik batas-batas mereka. Dan banyak stasiun penelitian di kawasan ini dibangun pada lembar es laut, melayang dan tidak memiliki lokasi yang tetap.
Karena itu, sulit menentukan tentang kapan manusia tiba di Kutub Utara.
Baca Juga
Advertisement
Namun, dalam laporan yang baru dipublikasikan di Science, tim peneliti Rusia mencatat sejarah bahwa manusia pernah menduduki wilayah itu sejak 45.000 tahun yang lalu, beberapa ribu tahun lebih awal dari penelitian arkeolog sebelumnya.
Tapi penemuan mereka bukan berdasarkan argumen tentang mumi beku, atau apapun benda buatan manusia. Sebaliknya, penemuan itu adalah tubuh mammoth, yang ditemukan pada 2012 di pantai Siberia Yensei Bay.
Para peneliti mampu menentukan usia tulang itu. Dan kematian gajah berbulu terjadi pada 45.000 tahun yang lalu. Penemuan itu didukung oleh analisis cabang, gambut, dan bahan-bahan alami lain yang ditemukan di sekitar dan di atas tubuh.
Berdasarkan hal itu, sang raksasa itu, jelas dalam kondisi sehat saat mati.
Pemeriksaan gigi menyatakan ia masih berusia sekitar 15 tahun pada saat kematiannya, sementara jumlah besar lemak di punuknya (banyak jaringan lunak yang tetap utuh) menunjukkan bahwa itu gajah purba itu sehat.
Lantas apa yang menyebabkan ia mati dan kawanannya punah?
Para peneliti mengatakan, dari kematiannya, terlihat bahwa disebabkan oleh senjata runcing yang hanya bisa dibuat oleh manusia.
Sebuah tanda kecil, lubang simetris pada tengkorak menunjukkan bahwa raksasa itu telah tertusuk tombak, seperti yang ditemukan adanya patahan pada kaki dan bahu tulang.
Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa cedera yang terjadi sebelum kematian hewan itu. Potongan tulang belalai juga telah dilucuti, yang membuat para ahli berspekulasi mungkin cara untuk membunuh hewan itu dengan memotong-motong belalai dengan alat yang tajam. Sang raksasa mati perlahan-lahan.
Untuk membuat mendukung temuan mereka, para peneliti juga menyebutkan penemuan baru dari bangkai serigala dari lokasi terpisah di Arktik Siberia. Sebuah analisis tulang serigala yang hidup pada periode waktu yang sama seperti mammoth.
Sinar-X menemukan tanda pada salah satu tulang kaki serigala merupakan "hasil dari cedera penetrasi yang ditimbulkan oleh senjata tajam." Tulang juga menunjukkan tanda-tanda penyembuhan, menunjukkan bahwa serigala selamat cedera dan menghilangkan kemungkinan luka itu terjadi setelah kematian hewan.
"Kedua insiden menunjukkan bahwa bahkan selama fase periode waktu antara 3.000 dan 57.000 tahun yang lalu, manusia telah menghuni Arktik yang cukup luas itu, meskipun jumlah penduduk mungkin kecil dan jarang menetap untuk waktu yang lama ," tulis para peneliti seperti dilansir dari The Atlantic, Sabtu 15 Januari 2016.
Ini adalah kedua kalinya dalam 1 dekade penemuan Siberia telah membuat arkeolog memikirkan ada apa di kawasan itu. Pada 2004, tim yang dikepalai Vladmir Pitulko, menemukan alat berburu berusia 31.000 tahun di sepanjang sungai Yana di pusat Siberia, mendorong kembali bukti keberadaan manusia telah ada sekitar 15.000 tahun.
"Luasnya Arktik itu membuat berpikir bahwa di kawasan itu tak mungkin seorang manusia bisa hidup. Namun, dari kematian hewan-hewan kutub ternyata berkata lain. Manusia pernah hidup di kawasan itu, dan kemungkinan, merekalah salah satu penyebab Mammoth punah. Bisa jadi." tutup peneliti itu.