Liputan6.com, Jakarta - Para peneliti di Stanford University, sebagaimana dikutip dari Science Alert, Senin (18/1/2016), telah membuat baterai lithium-ion pertama di dunia yang dapat mati sendiri sebelum terlalu panas (overheat), kemudian hidup kembali (restart) dengan segera ketika suhu telah berhasil didinginkan.
Seperti diketahui, baterai lithium-ion konvensional terdiri atas sepasang elektroda dan elektrolit cair atau elektrolit gel yang membawa partikel bermuatan. Namun jika suhu baterai mencapai sekitar 150 derajat Celsius antara lain sebagai akibat dari pengisian berlebihan (overcharge), elektrolit dapat terbakar, kemudian memicu ledakan seperti pada sejumlah kasus yang kita lihat.
"Kami telah merancang baterai pertama yang dapat mati dan menyala kembali selama siklus pemanasan dan pendinginan berulang tanpa mengorbankan perfroma," ucap insinyur kimia, Zhenan Bao.
Ini bukan pertama kalinya peneliti mencoba menerapkan mekanisme cut-off dalam baterai lithum-ion untuk mengatasi bahaya overheat. Upaya sebelumnya menerapkan penghambat nyala (flame retardants) dan pemisah tembaga (copper separator) untuk mencegah bahaya kebakaran potensial.
"Sayangnya, teknik ini tak terbalikkan (searah, irreversible), sehingga baterai tidak lagi berfungsi setelah terlalu panas," kata salah satu peneliti, Yi Cui.
Di sisi lain, yang merupakan kelebihannya, baterai ini beroperasi secara otomatis dan berulang kali untuk mencegah overheat karena bahan yang terdiri atas partikel-partikel kecil dari nikel dengan paku skala nano menonjol dari permukaannya. Partikel ini dilapisi dengan graphene dan tertanam dalam film tipis polietilen elastis.
"Kami melekatkan film polietilen ke salah satu elektroda baterai sehingga arus listrik dapat mengalir melaluinya," ujar Zheng Chen, yang memimpin penelitian ini.
Untuk menghasilkan listrik, kata Chen, partikel runcing di baterai ini harus secara fisik bersentuhan satu sama lain. Namun selama ekspansi termal, polietilen membentang. Ini menyebabkan partikel menyebar terpisah, yang menghasilkan film nonkonduktif, sehingga listrik itu tidak bisa lagi mengalir melalui baterai.
Dalam pengujiannya, para peneliti memanaskan baterai dengan pistol udara panas (hot-air gun). Ketika baterai dipanaskan di atas 70 derajat Celsius, film polietilen membentang dan menyebabkan baterai mati. Namun setelah suhu turun, film otomatis akan menyusut, yang memungkinkan baterai lanjut menghasilkan listrik.
"Dibandingkan dengan pendekatan sebelumnya, desain kami menyediakan strategi cepat dan handal, yang dapat mencapai performa baterai yang tinggi dan keamanan yang ditingkatkan. Strategi ini dapat berperan penting untuk aplikasi baterai praktis," ujar Cui.
(Why)**
Cegah Ledakan karena Overheat, Baterai Ini Bisa Mati Sendiri
Para peneliti di Stanford University telah membuat baterai lithium-ion pertama di dunia yang dapat mati sendiri sebelum terlalu panas.
diperbarui 18 Jan 2016, 07:19 WIBIlustrasi Ilmuwan, Peneliti, Penelitian, Laboratorium - Kredit: Freepik
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
3 Fakta Menarik Setelah Amorim Membuat Manchester United Kembali Berwarna Merah
10 Galaksi di Alam Semesta dan Fakta Menariknya
Tatkala Beras Saudagar Tamak Berubah jadi Pasir, Kisah Karomah Sunan Gresik
Jadwal dan Hasil Timnas Indonesia di Piala AFF 2024: Misi Jadi Raja Asia Tenggara
Jadwal, Hasil, dan Klasemen Piala AFF 2024: Siapa Jadi Raja Asia Tenggara?
Klasemen Piala AFF 2024 usai Filipina vs Vietnam: Timnas Indonesia Nyaris Dikudeta
4 Pemain yang Berpeluang Gabung Manchester United di Januari 2025: dari Bek Kiri hingga Striker
Mary Jane dan 5 Terpidana Mati Bali Nine Dipulangkan ke Negara Asal, Apa Timbal Baliknya?
Mengenal Upacara Nyadar, Simbol Kekayaan Budaya Madura
Link Live Streaming Final Piala Interkontinental Real Madrid vs Pachuca, Sebentar Lagi Tayang di Vidio
Restrukturisasi Utang, BOAT Siap Lebarkan Sayap Bisnis hingga 2030
Prabowo-Presiden Mesir Bahas Penguatan Kerja Sama Bilateral hingga Perdamaian Palestina