Liputan6.com, Jakarta - PT Freeport Indonesia tidak terbuka dengan pemerintah Indonesia tentang latar belakang penawaran harga US$ 1,7 miliar atau setara dengan Rp 23 triliun untuk saham 10,64 persen.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot mengatakan Freeport hanya mengungkapkan harga yang ditawarkan tersebut berdasarkan nilai di pasar.
"Dia (Freeport Indonesia) cuma menyebutkan form market value," kata Bambang di Kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (18/1/2016).
Baca Juga
Advertisement
Bambang tidak mengetahui pengajuan harga tersebut berdasarkan perhitungan cadangan di lokasi tambang yang dikeruk perusahaan asal Amerika Serikat tersebut. "Yah, tidak tahu, mungkin iya," ujar Bambang.
Sebelumnya, harga saham yang ditawarkan Freeport dinilai terlalu mahal. Direktur Center for Indonesian Resources Strategic (CIRUS), Budi Santoso, mengatakan total harga saham yang ditawarkan Freeport sebesar US$ 16,2 miliar tidak sesuai jika dibandingkan dengan laba yang didapat Freeport.
Budi menyatakan jika laba bersih Freeport dalam 5 tahun ke depan sama dengan 2014, yaitu US$ 500 juta, maka totalnya hanya US$ 2,5 miliar atau jika berdasarkan laba 2013 sebesar US$ 784 juta maka akumulasi laba bersih hanya US$ 3,92 miliar (belum discounted).
Ditambah aset sebesar US$ 9,1 miliar pada 2014, maka harga saham tersebut seharusnya menjadi US$ 13 miliar.
"Jadi nilai Freeport yang US$ 16,2 miliar terlalu besar. Perlu diingat dan menjadi pertimbangan," tutur Budi.
Pemerintah pun diingatkan untuk menawar harga mengingat penawarannya terlalu tinggi. Direktur Energi Watch Ferdinand Hutahaean mengatakan harga saham Freeport McMoran saat ini turun 20 persen atau sekitar US$ 4 per lembar sahamnya.
Dengan harga per lembar saham tersebut, maka harga untuk 10,64 persen saham harusnya US$ 500 juta karena tawaran Freeport US$ 1,7 miliar dinilai terlalu tinggi.
"Tawaran ini kita anggap terlalu tinggi karena saham Freeport turun 20 persen lebih ke US$ 4 per saham," ujar Ferdinand. (Pew/Ahm)**