Liputan6.com, Jakarta - Pengacara mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pelindo II Richard Joost Lino, Maqdir Ismail, mengkritisi penetapan kliennya sebagai tersangka oleh mantan pimpinan KPK Taufiequrachman Ruki cs.
Menurut dia, seorang pemimpin yang baik itu seharusnya tidak membebani sesuatu yang belum diketahui oleh penggantinya.
"Kita bicara soal good governance, soal kesantunan. Good governance itu memberikan hak dan kewajiban untuk orang yang akan pergi atau yang akan masuk tidak dibebani sesuatu yang mereka tidak tahu," ujar Maqdir usai sidang praperadilan RJ Lino di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/1/2016).
Seharusnya, lanjut dia, para petinggi di lembaga antikorupsi itu meniru apa yang pernah diinstruksikan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada bawahannya. SBY pernah memberi larangan kepada para menteri untuk mengambil keputusan pada 3 bulan akhir kepemimpinannya.
"Seharusnya KPK bisa meniru itu. Kita bicara kesantunan bernegara, harus ada," tandas Maqdir.
Namun, jika penetapan tersangka terhadap RJ Lino dinyatakan tidak sah, maka pimpinan KPK saat ini di bawah Agus Rahardjo harus bertanggung jawab. Meskipun kasus tersebut warisan dari Ruki cs.
"Pimpinan KPK yang sekarang harus bertanggung jawab ke DPR nanti. Bahwa itu jadi persoalan kita," terang Maqdir.
Baca Juga
Advertisement
Lebih jauh, pihaknya enggan berandai-andai terkait hasil sidang praperadilan nanti. Pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses tersebut kepada PN Jakarta Selatan yang menangani.
"Insya Allah (yakin menang).Tapi menang-kalah itu urusan dengan hakim dan takdir," demikian Maqdir.
KPK menetapkan RJ Lino sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan 3 Quay Container Crane (QCC) pada 2010, melalui sprindik yang diteken 15 Desember 2015. Sementara pelantikan petinggi KPK di bawah kepemimpinan Agus Rahardjo baru dilaksanakan pada 21 Desember 2015.
Lino disangka telah melakukan penunjukan langsung pembelian QCC hingga merugikan negara sebesar Rp 60 miliar. Lino dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.